Detikkasus.com – Bagaimana keadaan penerapan basis syariah dalam kegiatan ekonomi di Indonesia?.
Dari berbagai kajian tentang ekonomi mengatakan perkembangan ekonomi Syariah di Indonesia dinilai lebih berkembang dari pada ekonomi konvensional.
Hal ini disebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia memeluk agama Islam.
Ekonomi Syariah mulai diterapkan dari berbagai bidang, seperti : bisnis, bank, asuransi, pegadaian, investasi, dan lain sebagainya.
Bahkan, ekonomi Syariah tidak hanya diterapkan oleh masyarakat yang beragama islam, melainkan juga untuk masyarakat yang beragama selain Islam.
Hal ini dikarenakan penerapannya yang fleksibel dan tidak terlalu bertele-tele baik pada bisnis maupun transaksi-transaksi yang terjadi.
Selain itu, kemudahan yang terjadi membuat para investor tertarik untuk menanamkan sahamnya pada perusahaan yang menerapkan basis Syariah pada kelangsungan usahanya.
Kemudahan-kemudahan tersebut didukung oleh pengembangan pemikiran fiqih muamalah yang dijadikan secara praktis dalam bentuk fatwa.
Fatwa tersebut yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang menjadi “panduan praktis” untuk aktivitas ekonomi berdasarkan Syariah.
Konsep Syariah juga memasuki layanan yang diberikan oleh Pegadaian di Indonesia. Hal ini terbukti pada sekitar tahun 2019 ada sekitar 700 outlet dari 4.500 outlet pegadaian memberikan layanan dengan basis Syariah. Layanan-layanan tersebut terdiri dari Arrum haji, Arrum BPKB, Amanah, Rahn (gadai Syariah), multi pembayaran online, konsinyasi emas, tabungan emas, dan mulia.
Untuk pembahasan kali ini berkaitan dengan gadai Syariah (Rahn).
Apa sih yang dimaksud dengan gadai Syariah (Rahn)?
Pengertian menurut etimologi, al-rahn adalah tetap dan lama. Sedangkan, menurut Bahasa memiliki arti Al-tsubut dan Al-habs yang juga berarti penetapan dan penahanan.
Pengertian menurut Ulama Syafi’iyah, Rahn adalah menjadikan suatu barang yang bisa dijual sebagai jaminan utang dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya.
Dalam Islam memperbolehkan sistem utang piutang dalam bentuk gadai.
Hal ini berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an, sunnah, dan ijtihad. Al-Qur’an yang mengatur gadai adalah surat Al-Baqarah ayat 282 dan ayat 283. Ulama-ulama di Indonesia yang memiliki pemahaman fiqih yang baik membentuk fatwa-fatwa yang menjadi dasar dalam gadai syariah. Fatwa tersebut yaitu :
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn emas.
Dengan adanya fatwa-fatwa tentang Rahn, penerapan rahn jauh lebih praktis sehingga anda tidak perlu khawatir mengenai hukum berkaitan gadai.
Hal ini dikarenakan produk gadai syariah dalam penerapannya sudah sesuai dengan Al-Qur’an.
Dengan adanya kesesuaian hukum penerapan rahn dengan Al-Qur’an, maka bisa dijamin transaksi rahn terhindar dari riba.
Apa saja rukun gadai syariah (Rahn)?
Dalam melaksanakan transaksi gadai syariah atau rahn, rukun yang harus terpenuhi adalah sebagai berikut :
Ar-Rahin adalah pihak yang menggadaikan atau yang menyerahkan baran untuk digadaikan.
Hal-hal yang harus dipenuhi sebagai Ar-Rahin adalah orang yang dewasa, berakal, dapat dipercaya, dan mempunyai barang yang digadaikan.
Al-murtahin adalah pihak yang menerima gadai. Al-Murtahin terdiri dari orang, bank, lembaga pegadaian, atau lembaga lain yang diberikan kepercayaan oleh pihak Ar-Rahin agar menerima uang/modal dengan memberikan benda sebagai jaminan.
Al-Marhun/Rahn adalah barang yang diserahkan sebagai jaminan (digadaikan).
Al-Marhun Bih (hutang) adalah dana yang diserahkan oleh Al-Murtahin kepada Ar-Rahin dengan perkiraan memiliki nilai yang besarnya sama dengan Al-Marhun.
Sighat, ijab, dan Qabul adalah perjanjian yang mencapai kata sepakat antara pihak Ar-Rahin dan Al-Murtahin dalam kaitannya dengan transaksi gadai.
Apa saja syarat gadai (Rahn)?
Adanya Rahin dan Murtahin
Rahin dan murtahin merupakan pihak yang yang melakukan transaksi gadai (Rahn). Adapun persyaratan yang dimiliki oleh pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut: Memiliki akal sehat baligh. Memiliki kemampuan untuk melakukan transaksi Rahn.
Persyaratan sighat
Menurut Ulama Hanafiyah Sighat tidak bergantung pada syarat dan masa yang akan datang.
Syarat Marhun Bih (utang)
Marhun bih termasuk hak yang harus diberikan kembali kepada murtahin
Marhun bih merupakan sesuatu yang jelas, tetap, dan tertentu.
Bisa dimanfaatkan
Jumlahnya bisa dihitung
Marhun (benda yang digunakan sebagai jaminan).
Marhun diperbolehkan untuk dijual dengan nilai yang seimbang terhadap nilai marhun bih.
Marhun memiliki nilai harta dan bisa dipergunakan atau dimanfaatkan (halal)
Marhun bersifat jelas dan tertentu.
Marhun dimiliki secara sah oleh rahin.
Marhun tidak terikat dengan hak kepemilikan orang lain.
Marhun merupakan harta yang bersifat utuh sehingga tidak meyebar di berbagai tempat.
Marhun diperbolehkan untuk diberikan baik berupa materi maupun manfaat.
Dalam bertransaksi gadai syariah (rahn), anda akan diberikan kewajiban untuk melakukan akad.
Hal ini yang membedakan antara gadai konvensional dengan gadai Syariah.
Adapun akad yang akan anda lalui ketika melakukan transaksi gadai syariah (rahn) :
Qardh al-hasan adalah akad yang dilakukan rahin yang memiliki tujuan konsumtif sehingga rahin akan dibebankan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai (marhun) oleh pegadaian.
Adapun persyaratannya adalah sebagai berikut : Pemanfaatan barang gadai (Al-Marhun) hanya bisa melalui cara penjualan, yaitu : emas, barang elektronik, dan lain sebagainya.
Tidak terdapat bagi hasil karena transaksi memiliki sifat sosial.
Biaya yang diperbolehkan untuk ditarik oleh pegadaian adalah biaya administratif yang ditujukan kepada rahin.
Mudharabah adalah akad yang diberlakukan kepada rahin yang memiliki rencana untuk menambah modal usaha.
Hal ini juga berlaku rahin yang membutuhkan pembiayaan yang dipergunakan untuk menjadi lebih produktif. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut: Barang gadai (Al-marhun) bisa berwujud barang bergerak ataupun barang tidak bergerak.
Hal ini terdiri dari emas, elektronik, kendaraan bermotor, tanah, rumah, dan lain-lain.
Pembagian keuntungan setelah terjadi pengurangan biaya pengelolaan marhun.
Ba’i Muqayyadah adalah akad yang berlaku untuk rahin yang memiliki kebutuhan dengan sifat produktif.
Hal ini berlaku pada saat belanja alat kantor atau modal kerja. Belanja alat kantor.
Ijarah adalah adalah akad yang berlaku untuk pertukaran manfaat di masa tertentu.
Contohnya adalah murtahin atau pihak pegadaian syariah mmberikan pelayanan sewa tempat untuk menyimpan barang (deposit box) terhadap nasabah (rahin). Dalam hal ini, rahin mempercayakan barang yang digadaikan (al-marhun) di pegadaian syariah pada saat masa peminjaman.
Pegadaian syariah menetapkan biaya sewa terhadap transaksi tersebut dengan tarif yan sudah ditetapkan dan sudah disetujui oleh kedua pihak dalam akad ijarah.
Apa sih keunggulan yang akan kita dapatkan ketika melakukan transaksi Rahn di Pegadaian Syariah?
Pelayanan Rahn sudah tersebar di seluruh Indonesia dengan lebih dari 600 outlet Pegadaian Syariah sehingga memudahkan melakukan transaksi rahn di manapun kita berada.
Proses pengajuan sangat dimudahkan. Proses peminjaman sangat cepat yaitu hanya membutuhkan waktu 15 menit.
Pinjaman (Marhun Bih) berkisar dari Rp.50.000,00 hingga Rp. 500.000.000,00 atau bahkan bisa lebih.
Pinjaman dengan jangka waktu 4 bulan dan bisa diperpanjang sampai berkali-kali.
Pelunasan bisa dilakukan setiap saat dengan menggunakan perhitungan Mu’nah selama masa pinjaman.
Proses peminjaman bisa dilakukan tanpa harus membuka rekening.
Marhun bih diterima dalam bentuk tunai maupun melalui transfer kepada rekening nasabah.
Apa saja persyaratan yang perlu dibawa ketika melakukan gadai syariah (Rahn)?
Persyaratan yang harus anda bawa ketika ingin mengajukan gadai syariah adalah sebagai berikut : Fotokopi KTP atau bisa menggunakan kartu identitas resmi lainnya.
Mempunyai barang jaminan
Jika benda yang digadaikan berupa kendaraan beromotor membawa BPKB dan STNK asli.
Melakukan penandatanganan Surat Bukti Rahn (SBR).
Bagaimana penerapan PSAK 107 terhadap pelaksanaan gadai syariah (Rahn)?
Dalam gadai emas, akad yang digunakan adalah akad ijarah. Akad ijarah diterapkan pada rahn dalam penentuan biaya dan pendapatan sewa (ijarah).
Hal ini diatur dalam PSAK 107. PSAK 107 merupakan standar yang diberlakukan dalam proses melaporkan keuangan di Indonesia.
Di dalam PSAK 107 terdapat tujuan, ruang lingkup dan pengertian ijarah, pengakuan dan pengukuran, penyajian, pengungkpan, dan penarikan.
Adapun pengakuan dan pengukuran, penungkapan, dan penyajiannya (IAI,2009) berdasarkan PSAK 107 adalah sebagai berikut : Adapun ketentuan pengakuan dan pengukuran adalah sebagai berikut :
Pinjaman/kas dinilai sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya
pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset (sewa tempat) telah diserahkan kepada penyewa (rahin)
Pengakuan dan biaya penyimpanan diakui pada terjadinya.
Penyajian dan pengungkapan
Adapun ketentuan pengajian dan pengungkapan berdasarkan PSAK 107, yaitu, Penyajian : dalam melakukan penyajian pendapatan ijarah dilakukan secara neto yan telah dikurangi dengan biaya-biaya yang terkait, seperti : biaya pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.
Pengungkapan : pengungkapan murtahin dalam laporan berkaitan dengan transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bit tamlik.
Uraian umum isi akad secara signifikan tidak dibatasi oleh : Keberadaan wa’ad pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang dipakai. Hal ini berlaku jika terdapat wa’ad pengalihan kepemilikan.
Pembatasan-pembatasan
Agunan yang dipakai Eksistensi transaksi jual dan ijarah.
Hal ini berlaku jika terdapat transaksi jual dan ijarah.
Pegadaian syariah di Indonesia dalam transaksi rahn masih banyak yang belum menerapkan secara penuh PSAK 107.
Hal ini dikarenakan beberapa Pegadaian Syariah tidak menerapkan pelaporan keuangan.
Selain itu, adanya kemungkinan keadaan Pegadaian Syariah tidak memungkinkan untuk menerapkan semuanya, dan hanya beberapa yang cocok dengan keadaan pegadaian Syariah tersebut.
Bagaimana perkembangan rahn pada Pegadaian Syariah selama pandemi covid-19?.
Keadaan PT Pegadaian pada saat masa pandemi covid-19 tidak terlalu signifikan bahkan cenderung memberatkan. Hal ini dikarenakan beberapa produk yang ditawarkan terdampak oleh pandemi covid-19.
Salah satunya produk dengan basis haji dan umroh diberhentikan sementara dikarenakan Mekah tidak terbuka untuk luar negeri termasuk Indonesia selama pandemi.
Meskipun demikian, produk gadai syariah (rahn) mengalami kenaikan. Hal ini sejalan dengan dinyatakan oleh Harianto Widodo sebagai Direktur Produk Pegadaian yaitu sampai Februari 2021 pertumbuhan untuk rahn sebesar 2% sedangkan untuk produk non gadai terjadi kontraksi sampai grossnya bernilai -3%. Kenaikan 2% pada gadai diterima dari penyaluran baru.
Untuk angsuran dan pelunasan masih berlangsung karena terjadi perpanjangan restrukturisasi kredit sampai tahun ini. Hal ini mengakibatkan pihak yang diberikan keleluasaan dalam pelunasan dan mencicil masih melunasi kredit yang diterimanya. Selain itu, pencairan baru ditaksir lebih sedikit sehingga mengalami penurunan lebih banyak.
Sedangkan untuk produk non gadai terjadi penurunan kontrkasi karena belum terjadi pemulihan pembiayaan mikro yang mengakibatkan restrukturisasi tahun kemarin terdapat banyak pihak yang masih mengangsur dan dalam ekspansi non gadai masih melambat bahkan bernilai minus.
Pada tahun lalu pertumbuhan produk gadai syariah (rahn) sebesar 18%, sedangkan untuk produk non gadai mengalami konstruksi sebesar 20%.
Untuk itu pegadaian syariah memiliki target pertumbuhan sebesar 10% meskipun didorong dari gadai syariah (rahn).
Agar tercapainya target tersebut , pihak pegadaian melakukan strategi yang sudah direncanakan, seperti : tetap melakukan pengenduran kredit,melakukan pengembangan fitur-fitur produk ditawarkan oleh pihak pegadaian syariah, dan mengusahakan pembiayaan dengan perusahaan-perusahaan yang bekerja dengan bendahara.
Layyinah Izzatis Zaka, Mahasiswa Muhammadiyah Malang, semester 6