Banda Aceh, detikkasus.com – Berkembangnya wacana Referendum Jilid II terus digulirkan para Elit Politik Aceh dalam beberapa waktu yang lalu. Namum pro dan kontra dengan wacana Referendum juga mendapat kritikan dari beberapa kalangan elemen sipil dan para pengamat. Wacana Referendum Jilid II tidak terlepas dalam upaya penyelesaian beberapa point penting yang telah disepakati oleh pihak pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dangan Pemerintah Indonesia atas konflik selama 30 tahun. Namum poit-poit penting dalam perjanjian damai tersebut belum sepenuhnya terealisasi secara utuh.
Beberapa point penting sampai saat ini masih menjadi perdepatan sengit antara Pusat dengan Aceh, salah satunya menyangkut keberadaan bendera Aceh. Dalam hal ini Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan Aceh-LEMKASPA juga memberikan pandangan mengenai polemik penyelesai masalah Aceh yang tak kunjung selesai hampir 10 tahun berlalu. Hal tersebut di ungkap oleh Direktur LEMKASPA Samsul Bahri M,Si melalui pesan singkat yang diterima redaksi sabtu (04/11/2017)
Dalam rilisnya Samsul menegaskan bahwa penyelesaian hasil perundingan damai antara pihak Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah Indonesia sudah saat ditentukan oleh rakyat Aceh sendiri, melalui jalur Referendum. Dengan referendum kesemuanya akan terlihat jelas, apakah rayat aceh membutuhkan bendera atau tidak. atau rakyat menginginkan bendera Alam peudeng, atau bendera bulan bintang.
Lebih lanjut Samsul juga menambahkan persoalan yang terjadi saat ini Aceh bukan hanya menyangkut dengan bendera saja. Namum banyak hal-hal lain yang tertuang dalam perjanjian damai belum selesai secara permanen. Kesemuanya merupakan tanggung jawab Aceh dan Pusat atas perjanjian yang pernah ditanda tangani secara bersama.
Samsul juga menambahkan, sebagai mana kita ketahui pembahasan mengenai bendera aceh sudah pernah dilakukan konsultasi dengan pihak Pemerintah Indonesia, Namum sampai saat ini belum ada kejelasan, sampai ditetapkan Colling Down, Saya pikir inilah yang harus ditegaskan kepada DPRA supaya mencabut segera status Colling Down, dan memutuskan langkah-langkah kongkrit, agar masalah bendera jangan berlarut-larut terlalu lama.
Colling Down ini kan tidak ada batas waktu sampai kapan, Jadi sekali lagi saya tegaskan segera cabut status Colling Down dan segera laksanakan Referendum atau jalur diplomasi, cetusnya.
Pada kesempatanya pimpinan LEMKASPA juga meminta pihak Pemerintah Indonesia untuk konsisten dalam mengimplementasikan perjanjian damai dengan pihak GAM. Saya melihat pihak Indonesia ini tidak konsisten sedikitpun terhadap kesepatan dengan Gerakkan Aceh Merdeka.
Dan dia juga menanggapi peryataan dari beberapa kalangan mengenai adanya pernyataan dari masyarakat yang bahwa saat ini kesejahtera masyarakat yang harus diutamakan, dibandingkan dengan bendera. Saya sangat setuju pintanya. Namum hal ini harus kita lihat secara holistik, bukan saja mengenai kesejahteraan yang harus dipikirkan oleh pemerintah Aceh. Namun semua hal harus dipikirkan untuk menjadi satu kesatuan dimana kesemuanya adalah demi kepentingan masyarakat Aceh kedepan.
Sekarang coba kita berpikir secara logika, Apakah dengan tidak ada bendera masyarakat Aceh sejahtera, dan sebaliknya, Apakah dengan adanya bendera Aceh masyarakat dapat sejahtera, siapa yang bisa menjamin. Saya kira tidak ada satu orang pun yang berani katakan bahwa dengan tidak adanya bendera masyarakat bisa sejahtera.
Nah disinilah letak subtansi yang harus menjadi prioritas utama dalam membangun Aceh kedepan.
Bicara bendera adalah menyangkut ranahnya identitas keacehan, kemudian bicara kesejahteraan adalah bicara kehidupan yang lebih layak dan punya marwah atas dasar identitas rakyat Aceh sebagai bangsa yang memiliki hak atas hidup yang lebih layak. Disinilah tolak ukur kedepan dalam menyelasaikan sengketa perjanjian yang pernah lahir sejarah Aceh. (MI/Rilis)