Detikkasus.com | Riau – Sabtu 19/1/2019 -, Lain tempat lain pula adatnya, Keanekaragaman adat disetiap daerah menandakan Indonesia kaya dengan adat istiadat, terutama pesta pernikahan masarakat panipahan.
Sebuah Pesta Pernikahan Di Panipahan Masih Memakai Tradisi Melayu.
https://youtu.be/Xd1s29g9YDo
Di Panipahan atau di sebut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir Riau, memiliki adat unik karena pesta pernikahan hanya dilakukan saat air pasang kecil. Tentunya mereka punya alasan tersendiri, yuk simak tradisi ini.
Kecamatan Pasir Limau Kapas yang dahulunya lebih di kenal daerah Panipahan, sebuah daerah di pesisir Pulau Sumatera yang kaya dengan hasil lautnya. Daerah ini saat ini dihuni oleh berbagai suku, yang mayoritas adalah penduduk asli suku Melayu, Tionghoa, Batak, Jawa dan suku lain.
Juga panipahan di kenal dengan bahasa kota terapung yang berdiri di atas air langsung berbatasan sengan tanah seberang malaysia dan singapura.
Sampai saat ini daerah Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas masih menjunjung tinggi adat, terutama suku Melayu yang telah lama mendiami daerah ini,Salah satu adat yang unik dan di Indonesia hanya ditemukan di Pasir Limau Kapas, Pesta pernikahan disini, hanya digelar pada musim saat air laut kecil (pasang kecil).
Menurut warga , Mustar manurung salah satu kabiro rokan hilir detikkasus.com disini hanya menggelar pesta pernikahan pada saat musim air pasang laut kecil. “Jika air pasang besar, semua penduduk pergi melaut. Kalau pun pesta tak banyak yang datang. Kalau menghadiri pesta, pasta tak melaut dan mereka tak belaok (tak ada ikan),” kata.
Tradisi pesta pernikahan saat air pasang kecil ini sudah menjadi tradisi, karena sebagian besar penduduk daerah ini bermata pencarian dari hasil laut. “Dah tradis disini, pesta pernikahan saat air pasang kecil,” ujarnya.
Selain itu, adat Melayu daerah ini masih sangat kental terutama saat pesta pernikahan. Tradisi gotong royong terlihat saat menyambut pesta pernikahan salah seorang keluarga.
Mulai mencari kayu sampai menyiapkan keperluan pesta seperti membuat tratak untuk masak sampai membuat tenda untuk para tamu, Mereka menyiapkan dengan gotong royong dan bahan-bahanya dari kayu, demikian juga untuk para undangan.
Daerah ini belum mengenal tenda modern seperti kita dijumpai di kota-kota. Sebagian perlengkapan ada juga yang mereka sewa, namun lebih banyak mereka kerjakan secara bergotong royong dengan warga dan tentangga terdekat
Saat menggelar pesta pernikahan, masyarakat desa di kecamatan Palika, saat malam harinya sebelum pesta biasa digelar adat tari Piring Dua Belas, pada malam pertama pesta pernikahan dan pada malam keduanya tuan rumah biasanya melaksanakan dzikir di ujung teratak pelaminan. Ritual ini dilaksanakan sampai subuh,setelah selesai acara makan malam bersama tamu undangan.
Pada siang harinya, saat puncak pesta, keluarga pengantin lelaki diiring menuju ke rumah memperlai wanita yang disambut dengan pencak silat sebelum disandingkan di pelaminan.
“Saat pengantin di pelaminan ada acara upah-upah yang dilaksanakan oleh sanak famili dan setelah itu acara berebut bunga yang ada disetiap acara pernikahan,” katanya lebih lanjut.
Setelah selesai acara pesta biasanya para tetangga dan masyarakat setempat akan kembali bergotong royong membongkar teratak secara bersama-sama dan mengembalikan barang-barang yang dipinjam dari para tetangga saat pesta berlangsung. “Alat pecah belah dan peralatan untuk memasak saat pesta semuanya pinjam”.
Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dilakukan oleh masyarakat Melayu Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir Riau. Kekompakan dan gotong royong masih sangat kental dan selalu menjadi ajang silaturahmi masyarakat***[M.manurung]