Detikkasus.com | Artikel
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Allohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘Ala Aali Sayidina Muhammad
Humanisme adalah sikap hidup yang demokratis dan etika yang menegaskan bahwa manusia memiliki hak serta tanggung jawab untuk memberikan makna serta kedamaian bagi kehidupan.
Humanis adalah orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas perikemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia.
Humanis adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian dan kedamaian.
Bulan Romadhon merupakan bulan pendidikan bagi kita yang didalamya terdapat berbagai nilai-nilai spiritual bagi jasmani dan rohani kita.
Ketika kita berpuasa sedang merasakan haus dan lapar disiang hari, maka paling tidak kita pun ikut dilatih untuk merasakan penderitaan terhadap saudara-saudara kita yang kelaparan.
Mereka berpuasa tidak hanya dibulan romadhon, namun di bulan lain, bahkan setiap hari mereka berpuasa, bahkan mereka tak tahu, mereka mau makan apa ketika berbuka nanti.
Maka dari itu, dari kita berpuasa diharapkan bisa melahirkan dan melatih kepekaan sosial terhadap sesama manusia melalui perasaaan empatik yang dirangsang melalui ibadah puasa. Sehingga melalui ibadah puasa, diharapkan bagi kita yang memiliki kemampuan rezeki yang luas, mau membagi sebahagian rezekinya kepada fakir miskin ataupun mereka yang hidup serba kekurangan.
Itulah keutamaan puasa yang kita kerjakan memliki dimensi sosial yang tinggi.
Puasa menjadi jalan humanistik, karena berpuasa terkait hubungan dengan manusia.
Bagi orang yang berpuasa rasa kemanusiaannya diperbanyak dengan amalan-amalan kemanusiaan. Ia bisa menghargai dan menghormati, menjalankan perbuatan kebaikan dengan sesama.
Begitu juga saling berbagi dalam suka dan duka.
Pelajaran yang sangat berharga dalam berpuasa adalah melatih kita merasakan bagaimana posisi dan keadaan orang-orang yang sering kehausan dan kelaparan.
Dengan merasa seperti itu, diharapkan kita menjadi sensitif terhadap persoalan-persoalan yang sering dihadapi orang miskin dengan ringan tangan membantunya.
Sehingga, dengan puasa yang dilaluinya timbul cinta kasih kepada sesama manusia.
Kita merasakan tidak makan dan minum saja dari waktu yang telah ditentukan tersebut saja betapa terasa lapar dan dahaga, letih, lemas, dan kurang bertenaga.
Bagaimana dengan saudara kita yang memiliki keterbelakangan ekonomi tidak makan dan minum hampir setiap hari, boleh jadi ada yang lebih dari satu, dua, dan tiga hari atau bahkan ada yang berminggu-minggu lamanya?
Puasa adalah ritual keagamaan yang penuh makna yang bernuansa humanis/kemanusiaan.
Ibadah puasa kian bermakna jika dilaksanakan dengan disertai pemahaman akan hikmah di dalamnya bahkan dengan sukarela membantu terhadap sesama dengan berlomba-lomba dalam kebaikan dan bersedekah.
Pernah suatu ketika Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabat;
“ Ya Rosululloh perbuatan apa yang sangat mulia (dilakukan oleh manusia)? Rasul menjawab:
“Berbuat kebajikan atau bersedekah pada bulan Romadhan”.
(HR. Bukhori) S
ebab, pada bulan ini amal kebajikan termasuk sedekah akan dilipat gandakan oleh Allah sepuluh kali lipat
(QS. Al-An’am: 160)
Bahkan sampai lebih yaitu tujuh ratus kali lipat pahala yang diperolehnya
(QS. Al-Baqarah : 261).
Pada dasarnya saat kita melakukan amal sosial adalah untuk diri kita sendiri.
(QS. Al-Jatsiyah : 15).
Islam adalah agama yang Humanis, memperhatikan masalah sosial.
Hal ini dapat juga dicermati bagaimana saat kita beribadah sholat yang diakhiri dengan salam (tengok kanan dan ke kiri )
Inipun boleh jadi sebagai simbol disamping sebagai bentuk ibadah kepada Alloh, agar kita selalu mengingat, memperhatikan dan membantu meringankan beban kesulitan ekonomi saudara kita yang ada disamping kanan dan samping kiri kita.
Alloh Swt telah berjanji akan memasukkan mereka (yang meringankan beban saudaranya dengan bersedekah/berzakat) ke dalam syurga firdaus yang kekal di dalamnya
(QS. Al-mu’minun: 10-11).
اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْوَارِثُوْنَ ۙ
(ulā`ika humul-wāriṡụn)
“Mereka itulah orang yang akan mewarisi”
الَّذِيْنَ يَرِثُوْنَ الْفِرْدَوْسَۗ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
(Allażīna yariṡụnal-firdaụs, hum fīhā kholidụn)
“(yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya”
Hakikat Islam adalah sebagai agama Rohmatan lil’alamin bagi seluruh makhluk yang menghuni semesta ini, termasuk juga manusia adalah hubungan kausalitas yang tak terputus.
Bentuk Rohmat dan kesejahteraan yang dilimpahkan Alloh itu sangatlah beragam, dari yang konkrit hingga yang paling abstrak sekalipun.
Dan kesemuanya itu saling terhubung dan bersinergi satu sama lain.
Karena dalam rantai kehidupan, satu dan yang lain pastilah saling membutuhkan.
Sementara itu, konsep rahmatan lil’alamin yang bersifat abstrak diejawantahkan dalam wujud kemerdekaan dan kebebasan bagi manusia.
Menjadi makhluk yang seutuhnya, demi manusia dan kemanusiaannya, atau yang dalam bahasa kontemporer lebih populer dengan nama ‘humanisme’.
Lalu, apakah konsep kemerdekaan dan kebebasannya humanisme ini bisa diimplementasikan dalam konteks bulan Romadhon, yang bila dilihat secara harfiah justru tampak ‘mengekang’?
Spirit humanisme dalam perspektif barat jelas sangat kontradiktif dengan humanisme yang diusung dalam ibadah puasa Romadhon.
Esensi dari humanisme barat adalah memberikan kebebasan sebebas-bebasnya bagi manusia untuk mengatur hidupnya sendiri tanpa adanya campur tangan Tuhan.
Jadi, bisa dikatakan bahwa humanisme barat hendak ‘menuhankan’ manusia sendiri dan ‘membunuh’ Tuhan dengan kemanusiaannya.
Humanisme barat berpusat dan berorientasi pada manusia itu sendiri (antroposentris) dan menafikan eksistensi Tuhan.
Namun ironisnya, atas nama kebebasan pula, mereka mengabaikan Tuhan serta perintah dan larangan (aturan-aturan)-nya, tapi lebih memilih tunduk kepada regulasi-regulasi pemerintah tempat mereka berdomisili yang hakikatnya dipimpin oleh manusia.
Sementara spirit humanisme Ramadhan adalah sebuah kesatuan universalitas yang utuh dan menyeluruh.
Humanisme dalam perspektif Ramadhan berpusat dan berorientasi langsung kepada Tuhan sebagai Sang Pencipta (teosentris), yaitu Alloh.
Manusia diberikan kebebasan dan kemerdekaan atas nama manusia dan kemanusiaannya, namun ada batasan-batasan yang tak boleh dilanggar dalam kapasitas manusia sebagai Hamba Alloh.
Konsep humanisme ini memiliki kuota yang proporsional antara hubungan manusia dengan Alloh (Hablumminalloh) atau Teosentris dengan hubungan manusia dengan sesamanya (Hablumminannas) atau Antoposentris.
Dan puasa sebagai ibadah rahasia antara manusia dengan Robb-nya, juga menyisipkan pesat tersirat untuk berbuat amal dan kebajikan terhadap sesama manusia.
Konsep humanisme dalam Romadhon jauh lebih sakral dan lebih ‘humanis’ dari humanisme itu sendiri.
Jika humanisme dalam konteks barat hanya memandang kebebasan bersifat individualistik, humanisme Ramadhan melihat hal tersebut secara lebih kompleks, total dan menyeluruh.
Ia merupakan praktik “Pengejawantahan” nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat Kolektivistik, bukan hanya pada satu individu semata.
Inti dari ibadah berpuasa di bulan Romadhon adalah bagaimana kita memahami orang lain dengan turut merasakan apa yang dirasakan orang lain tersebut.
Orang lain yang dimaksud tersebut tak lain adalah umat manusia di seluruh dunia yang tak seberuntung kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Inilah bentuk empati yang sebenarnya, di mana kita diberikan kesempatan langsung untuk merasakan apa yang mereka rasakan.
Begitulah bentuk humanisme kolektivistik umat muslim dalam momentum Romadhon.
Di mana manusia dan kemanusiaannya itu tidak hanya dipandang dari level individualistik semata, namun merupakan kesatuan utuh yang saling melengkapi, yang merasakan setiap kesakitan yang dirasakan saudara-saudaranya; kesatuan umat Islam memberikan kedamaian dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Karena itulah, spirit ini disebut sebagai humanisme yang menyeluruh (Kaffah).
Dengan memahami Romadhon sebagai ladang amal Transedental dan Humanistik
Maka hal ini akan membuka perspektif baru bagi kita semua.
Romadhon bukan hanya sekadar ritus semata, namun lebih jauh lagi sebagai suatu wujud kesadaran, media transformasi, semangat pembebasan dan landasan kritis untuk menjauhi kekufuran, memerangi kemiskinan struktural dan mencarikan solusi atas kesenjangan sosial yang kian kentara dalam masyarakat.
Maka diperlukan kesadaran dan sikap kritis kita melalui momentum Romadhon ini, sebagaimana sinyalemen Alloh yang menyeru agar manusia mau berpikir
(QS. An Nahl: 12, QS. Al-Baqarah: 164, QS. Ar Ra’d: 4, QS. Al-Nahl: 64, QS. Ar Ruum: 24).
Artinya, kita harus bisa mengevaluasi makna humanisme Romadhon ini, baik sebagai ibadah yang dipersembahkan untuk Alloh maupun sebagai medium sosial untuk kemaslahatan bersama; kemaslahatan umat manusia secara keseluruhan.
Kemajuan teknologi dan pengetahuan adalah contoh dampak positif humanisme yang mengajarkan tentang kebebasan manusia dalam bertindak. Humanisme menekankan harkat, peran, dan tanggungjawab manusia.
Menurut humanisme, manusia mempunyai kedudukan yang istimewa dan berkemampuan lebih dari mahluk lainnya karena mempunyai rohani.
Namun, apakah semua penerapan ilmu manusia ini sudah baik?
Pada tahun 1942, Adolf hither telah membunuh jutaan orang yahudi pada peristiwa Holocaust.
Tidak berhenti sampai disitu, pada abad ke-20, manusia yang bergerak dengan nafsu mulai menghancurkan bumi dan mengabaikan hak orang lain untuk meraup keuntungan bagi dirinya sendiri.
Fanatisme, kekerasan, dan keserakahan menimbulakan perpecahan.
Lalu, adakah cara sederhana untuk menghentikan ini semua..?
Ya, berpuasalah selama 29 hari berturut-turut di Bulan Romadhon.
Orang-orang pasti memandang tidak masuk akal apabila bulan Romadhon dikaitkan dengan dengan humanisme.
Kebanyakan orang hanya berpuasa dari makan dan minum di siang hari tanpa mengetahui apa sebenarnya hikmah puasa Romadhon.
Sehingga setelah Romadhon berakhir, tidak ada perubahan perilaku dan gaya hidup mereka.
Bahkan fenomena yang sering terjadi saat ini adalah perilaku boros yang semakin menjadi-jadi ketika bulan Ramadhan, terutama menjelang Idul Fitri. Lalu, apakah hikmah puasa Romadhon yang sebenarnya..?
– Pertama, puasa merupakan ungkapan rasa syukur atas berbagai nikmat dan karunia yang diberikan oleh Alloh SWT. Dengan bersyukur, seorang dapat menahan nafsu dan sifat rakus dalam dirinya.
Seorang yang bersyukur akan selalu merasa bahagia terhadap apa yang dimilikinya, meskipun dalam jumlah sedikit.
Rasa cukup tersebutlah yang akan menahan hati untuk tidak bersifat sekarah dan apatis.
– Hikmah puasa selanjutnya adalah melatih diri dalam mengendalikan nafsu syahwat. Dalam keadaan lapar, berbagai nafsu bisa ditekan.
Pengendalian hawa nafsu yang dilakukan secara konsisten diharapkan dapat menjadikan setiap pribadi sadar bahwa bertindak sesuai nafsu adalah salah.
– Ketiga, puasa akan menyadarkan kita akan penderitaan orang-orang miskin. Saat berpuasa, seorang merasakan lapar dan dahaga, sebagaimana yang sering dirasakan oleh orang miskin.
Kembali ke humanisme yang mengatakan bahwa manusia pasti memiliki sifat empati.
Apakah masih tega, seorang pejabat untuk korupsi..?
Apakah pengusaha tambang akan semakin serakah, dengan pertambangannya yang merusak kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar pertambangan?
Tentu saja tidak, bila Ia merasakan hikmah puasa yang dijalaninya.
Kesimpulannya, puasa Romadhon bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus saja.
Puasa juga memiliki banyak manfaat bagi jasmani maupun rohani kita.
Selain menjadikan tubuh semakin sehat, Bulan Romadhon adalah waktu terbaik bagi kita untuk mulai membentuk diri menjadi manusia yang baik.
Perilaku baik yang konsisten dapat menjadi kebiasaan yang dapat membentuk karakter manusia yang sebenarnya, yaitu bertanggungjawab, peduli, empati, serta toleransi.
Dengan karakter yang baik, maka penyimpangan humanisme dapat hilang sedikit demi sedikit.
Pada hakikatnya, Romadhon adalah bulan perbaikan kualitas ruh dan hati manusia.
Karena itu, disamping membangun hubungan vertikal kepada Tuhan dengan memperbanyak baca al-Qur’an, dzikir, dan sholat tarawih, Rosululloh mengajarkan pentingnya meningkatkan hubungan horizontal kepada sesama manusia.
Karena itu, Rosululloh Saw mengajarkan selama puasa, lidah hendaknya menjauhi kata kotor, bohong dan sumpah palsu. Telinga berhenti mendengar gosip, fitnah, tapi dilatih peka mendengar tangis fakir miskin. Mata berhenti melihat yang munkar, tapi jeli melihat saat ada tetangga, saudara yang perlu bantuan.
Tangan dan kaki bergerak lebih tangkas melakukan amal kebajikan, membantu siapa saja yang membutuhkan tanpa melihat identitas suku, ras dan agamanya.
Puasa menawarkan humanisme dan kemanusiaan untuk menjaga, memperkuat kohesivitas sosial, persaudaraan sesama umat manusia.
Dengan puasa, seseorang dapat memahami kesulitan fakir miskin yang sehari-harinya diliputi rasa lapar dan haus. Setelah itu, diharapkan muncul semangat, usaha untuk meringankan beban dan membantu hidup mereka lebih baik.
Mengingat nasib kelaparan orang-orang yang kekurangan, kesusahan hidup adalah salah satu rahasia puasa.
Seseorang yang tumbuh dalam kenikmatan dan kemewahan mungkin tidak mengenal pedihnya menahan lapar dan haus. Karena itulah, Tuhan mensyariatkan puasa agar hati manusia jadi lunak, mau memberi dan mengulurkan tangan kepada orang yang membutuhkan.
Inilah mengapa, amal kebajikan yang direkomendasikan Rosululloh adalah memperbanyak sedekah.
Rosululloh menjadikan Romadhon sebagai bulan kedermawanan.
Beliau adalah seorang yang dermawan, dan semakin murah hati dan berbelas kasih kepada fakir-miskin saat Ramadhan.
Dengan menjadi pribadi dermawan, kita membantu menghilangkan penderitaan dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.
Semua agama mengajarkan pentingnya kemanusiaan, membantu orang lain dengan penuh cita kasih. Sebaliknya, agama mengecam orang yang tidak mau mengulurkan pertolongan kepada fakir miskin sebagai seorang pendusta agama.
Humanisme dan kedermawanan merupakan pintu datangnya rahmat dan kasih sayang Tuhan.
Tuhan akan mengasihi manusia yang cinta kasih terhadap sesamanya. Siapa yang menolong orang lain, Tuhan pun akan memberinya pertolongan di kesempatan lain.
Akhirul kalam, dengan Romadhon kita menahan hawa nafsu dan memenangkan, merayakan kemanusiaan.
Mudah-mudahan dengan berperilaku menebarkan kasih sayang dan kemanusiaan itu, kita mampu keluar dari Ramadhan dalam keadaan bersih, suci dan memperoleh ampunan Ilahi. Aamiin…
Forum Silaturrohmi Spiritual Nusantara
(??? ?.? )