Detikkasus.com | Pelalawan, Banyak kerugian negara hasil audit BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) di Kabupaten Pelalawan mandeg. Bahkan pengembalian temuan BPK oleh sebagian pejabat di Pelalawan diduga menyalahi.
Prosedur pengembalian temuan BPK, semestinya melalui putusan sidang perdata di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Pengembalian itu juga harus diketahui oleh pihak Kejaksaan selaku eksekutor putusan pengadilan, ucap aktifis LSM Fraden Simajuntak SH kepada media ini di kantornya Selasa (8/1/19) di Pangkalan Kerinci.
Bayangkan kerugian negara temuan BPK sejak tahun 2014 sampai tahun 2017 di Kabupaten Pelalawan, mencapai puluhan miliar rupiah. Temuan BPK yang sebesar itu sampai detik ini banyak belum dikembalikan.
Tidak adanya MoU antara Inspektorat Kabupaten Pelalawan dengan Kejaksaan perihal temuan BPK, juga tanda tanya besar. Maka pengembalian kerugian negara ke kas negara, atas temuan BPK oleh sejumlah oknum pejabat Kabupaten Pelalawan, tidak sesuai prosedur karena tidak pernah melalui proses sidang perdata di Pengadilan, juga tidak pernah melalui kejaksaan, tandasnya.
Sijuntak mencontohkan salah satunya kerugian negara yang telah jadi temuan hasil audit BPK pada tahun 2014 di Kabupaten Pelalawan. Yaitu dana Bansos (bantuan sosial) APBD Kabupaten Pelalawan anggaran tahun 2013 lalu.
Pemda Pelalawan telah mengalokasikan dana Bansos untuk kegiatan pembangunan pada yayasan pendidikan milik Bupati Pelalawan H.M. Harris di daerah Kecamatan Langgam senilai puluhan miliaran rupiah dari APBD Pelalawan anggaran tahun 2013. Pada kegiatan pembangunan yayasan itu, terdapat temuan BPK dengan kerugian negara mencapai Rp 3 miliar lebih. Sampai detik ini, kerugian negara hasil audit BPK tersebut juga belum ada dikembalikan, sebutnya.
Anehnya, ketua yayasan pendidikan milik Bupati Pelalawan itu adalah kepala dinas Pendidikan Pelalawan yang dijabat oleh MDR saat itu. Sehingga pencairan Bansos itu begitu mudahnya. Sementara sebagaimana yang telah diatur dalam UU No 8 tahun 2004 pada pasal 38, pegawai negeri tidak dibenarkan menjadi ketua yayasan seperti itu, terangnya.
Lebih ironisnya lagi, legalitas yayasan tersebut belum terlengkapi saat dana Bansos itu dicairkan. Seharusnya pemerintah tidak boleh mencairkan dana Bansos itu untuk pembangunan yayasan itu karena syaratnya tidak lengkap. Bahkan dalam temuan BPK tersebut diterangkan bahwa hingga BPK melakukan pemeriksaan, Pemda Pelalawan belum bisa menunjukkan nomor akta yayasan itu, terangnya. (Sona)