Detikkasus.com | Nias – Terkait 2 unit mobil dinas milik Pemkab Nisel, yaitu Toyota Fortuner bernomor polisi BB 1021 W dan mobil Aphard BB 1059 W yang masih belum dikembalikan oleh mantan Bupati Nias Selatan, ID, pengamat Hukum, Hasaziduhu Moho, SH,.MH menyebut, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 84 Tahun 2014 tentang penjualan barang milik negara, atau daerah berupa kendaraan dinas, filosofinya adalah, untuk memberikan penghargaan atas jasa dan pengabdian kepada pejabat negara atau mantan pejabat negara, ASN dan seterusnya.
Hal itu ia sampaikan kepada wartawan, Sabtu, (17/10/2020) di Teluk Dalam.
“Penjualan barang milik negara, atau daerah berupa kendaraan dinas, filosofinya adalah sebuah terobosan untuk memberikan penghargaan atas jasa dan pengabdian pejabat negara atau mantan pejabat negara, ASN dan seterusnya,” ujarnya.
Menurut dia, barang milik negara atau daerah berupa kendaraan dinas itu betul bahwa dapat dimiliki atau dibeli oleh pejabat negara atau mantan pejabat negara tanpa melalui proses pelelangan. Sebagaimana ketentuan Pasal 12 ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 84 tahun 2014, tentang penjualan barang milik negara atau daerah sebagaimana juga pada ayat 1, dimana dapat dilakukan dengan cara tanpa melalui pelelangan.
Lalu, sambung dia, proses penjualan yang tanpa melalui lelang harus tunduk pada ketentuan Pasal 12, karena itu cukup jelas. “Dalam Pasal 12 ayat 1 huruf (a), disitu dijelaskan usia kendaraan paling singkat 4 tahun, artinya, usia kendaraan yang sudah 4 tahun bisa dijual,” sebutnya.
Bahkan, terangnya, kata kunci dari Pasal 12 itu terletak pada kalimat, (kendaraan dinas itu dapat di jual). “Kata dapat itu bukan berarti mutlak, wajib atau harus. Namun, Itu adalah pilihan dan tidak boleh tiba-tiba tidak lagi melalui proses, dan yang bersangkutan langsung mengatakan ini milik saya. Teknik tata cara penjualan itu adalah sesuai ketentuan Pasal 16. Artinya, yang menguasai barang itu yakni, pejabat negara, dan harus mengajukan permohonan, atau mendapat persetujuan terlebih dahulu,” tandasnya.
Kata dia, yang tidak kalah penting, adalah pengajuan itu pada ayat 2 Pasal 12, tentang permohonan penjualan tanpa melalui pelelangan dilakukan paling lama 1 (satu) tahun, sejak berakhirnya masa jabatan.
“Artinya, setelah ia atau yang bersangkutan selesai sebagai pejabat, maka pengajuan permohonan itu, satu 1 tahun paling lama. Lalu, muatan di dalam Pasal 16 bahwa proses penjualan itu oleh pengguna barang. Penjualan barang milik negara berupa kendaraan dilaksanakan oleh pengguna barang. Siapkah yang disebut sebagai pengguna barang dalam ketentuan pasal 1 ayat (5), yakni pengguna barang milik daerah,” paparnya.
Sedangkan, ketentuan pada Pasal 5 poin 1 menyebut, Menteri Keuangan selaku pengelola barang, memiliki kewenangan memberikan persetujuan atas usul penjualan barang milik negara berupa kendaraan perorangan dinas sesuai batas kewenangannya. Kemudian, kalau di tingkat daerah, itu tertera pada Pasal 7, berbunyi, Gubernur, Bupati dan Walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, memiliki kewenangan memberikan persetujuan atas usul penjualan barang milik daerah berupa kendaraan perorangan dinas sesuai batas kewenangannya.
“Intinya adalah, pengertian dapat itu tidak harus, dan selanjutnya melalui proses permohonan kepada pengelola barang yang disetujui oleh Gubernur, Bupati atau walikota. Jika tidak disetujui, berarti tidak bisa dilakukan pengambilalihan begitu saja, atau tiba-tiba menjadi hak milik, apalagi kalau sudah melewati rentang waktu satu tahun,” tandasnya.
Ia kembali menjelaskan bahwa, kalau itu tidak dilakukan permohonan mau dibeli, berarti dianggap tidak ada niat ingin membeli. Sedangkan harga bila tidak melalui proses pelelangan ada batasannya yaitu, sebesar 40%, dan kalau sudah mencapai usia kendaraan dinas itu 7 tahun, bisa harganya sebesar 20%. “Itu sesuai dengan ketentuan Pasal 18,” imbuhnya.
“Akhir-akhir ini viral terkait dua unit mobil dinas yang belum dikembalikan itu. Saya juga mendengar bahwa ada sebuah statement dari salah satu Paslon mengatakan, itu pernah dilelang. Kalau benar, kapan proses pelelangan itu. Padahal, tidak harus melalui proses pelelangan, lalu mengapa pula harus ada surat penagihan pengembalian dari LHP BPK RI, dan kalau tidak salah ada 4 kali surat pemerintah daerah untuk segera mengembalikannya,” katanya menambahkan.
Ia pun merasa kaget mendengarnya, karena kenapa bisa sebuah aset negara atau daerah dikuasai oleh perseorangan. “Kalau kita melihat definisi barang milik negara adalah barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau APBD. Jadi, jelas tidak dapat digunakan semena-mena, karena bukan kendaraan milik pribadi,” tegas Moho.
Mantan Bupati Nisel Idealisman Dachi saat dikonfirmasi wartawan melalui WhatsApp, terkait mobil dinas itu, Sabtu (17/10/2020), hingga Senin (19/10/2020), pagi pukul 8.30 WIB, meski sudah dia baca pesan WhatsApp, namun tidak dibalas. (Supardi Bali)