Detikkasus.com | Hikmah Islami
Islam sudah mengatur segala aspek kehidupan manusia secara umum dalam Al-Quran dan hadits.
Salah satunya mengenai hukum hutang dan piutang Ada yang berupa Barang dahulu maupun berupa Uang
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا… سورة الإسراء 34
“Dan penuhilah janji karena janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban ..”
(QS Al-Isroo’: 34)
Barangsiapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal:
[1] sombong
[2] ghulul (khianat)
[3] hutang
Maka dia akan masuk surga”.
(HR. Ibnu Majah no. 2412. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Dari Ibnu ‘Umar, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham
Maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti)
Karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi Dinar dan Dirham.”
(HR. Ibnu Majah no. 2414
Dari Abu Huroirah, Nabi shollallohu ‘Alaihi wa sallam bersabda :
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.”
(HR. Tirmidzi no. 1078
Dari Shuhaib Al Khoir, Rosululloh Shallallohu ‘Alaihi wa sallam bersabda :
أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya
Maka dia akan bertemu Allaoh (pada hari kiamat) dalam status sebagai Pencuri.”
(HR. Ibnu Majah no. 2410
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa sallam bersabda :
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali Hutang.”
(HR. Muslim no. 1886)
Hadits dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rosululloh Shaollallohu ‘Alaihi wa sallam bersabda :
كَانَ يَدْعُو فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ » . فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْمَغْرَمِ قَالَ
« إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ » .
“Nabi Shollallaohu ‘Alaihi wa sallam biasa berdo’a di akhir sholat (sebelum salam):
ALLOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM
(Ya Alloh, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).”
Lalu ada yang berkata kepada beliau Shollallohu ‘Alaihi wa sallam :
Ya Rosululloh, kenapa engkau sering meminta perlindungan adalah dalam masalah hutang..?”
Lalu Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa sallam bersabda :
“Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta.
Jika dia berjanji, dia akan mengingkari ”.
(HR. Bukhori no. 2397)
Dari Abu Huroirah, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
“Sesungguhnya di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.”
(HR. Bukhori no. 2393)
Dari Jabir Rodhiallohu ‘Anhu, ia berkata, “Adalah Rosululloh SAW tidak mensholatkan laki-laki yang memiliki hutang.
Lalu didatangkan mayit ke hadapannya.
Beliau bersabda :
“Apakah dia punya hutang..?”
Lalu mereka menjawab:
“Ya, dua dinar.
Kemudian beliau bersabda :
” Sholatlah untuk sahabat kalian.”
(HR Abu Daud)
Maksudnya adalah Rosulullah SAW ingin menjelaskan kepada para sahabatnya bahwa, hutang sangat tidak layak ditunda dibayar sampai meninggal, padahal ia sudah mampu membayarnya.
Rosulullih SAW bersabda:
“Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezoliman.”
(HR Bukhari).
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ “ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ ”. رواه البخاري 2287 ، مسلم 1564 ، النسائي 4688 ، ابو داود 3345 ، الترمذي 1308
“Menunda-nunda (bayar utang) bagi orang yang mampu (bayar) adalah Kezoliman.”
(HR Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi)
Umar bin Abdul Aziz berkata :
“Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berhutang
Meskipun kalian merasakan kesulitan
Karena sesungguhnya hutang adalah kehinaan di siang hari kesengsaraan di malam hari
Maka tinggalkanlah ia, niscaya martabat dan harga diri kalian akan selamat, dan masih tersisa kemuliaan bagi kalian di tengah- tengah manusia selama kalian hidup ”.
(Umar bin Abdul Aziz Ma’alim Al Ishlah wa At Tajdid, 2/71)
(A.R)