Detikkasus.com | Hikmah Islami
﷽
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
IMRON bin Hushain al Khuzai
Ia seorang sahabat dari Bani Khuza’ah yang telah memeluk Islam pada saat Nabi SAW masih berdakwah di Makkah.
Ayahnya, Hushain bin Ubaid al Khuzai adalah seorang pemuka dan juga ilmuwan di antara kaumnya, yang juga sangat dihargai oleh kaum Quraisy Makkah.
Suatu ketika ia sedang bersama Nabi SAW dan sahabat-sahabat lainnya
Ketika ayahnya itu datang menemui Nabi SAW, atas permintaan kaum Quraisy.
Imron segera memalingkan muka dan bersikap sinis melihat ayahnya tersebut.
Ia sangat tahu kepandaian dan keahlian ayahnya dalam berdebat, dan ia sangat tidak rela jika Rosululloh SAW dibantah oleh ayahnya itu.
Tetapi setelah beberapa lamanya berbincang
Akhirnya ayahnya tersebut menyerah dengan logika ketuhanan yang disampaikan Nabi SAW
Dan Hushain bin Ubaid mengucap Syahadat menyatakan dirinya memeluk Islam.
Imron kaget bercampur gembira
Ia segera memeluk dan mencium kepala, tangan dan kaki ayahnya dengan penuh haru.
Rosululloh SAW sendiri sampai ikut menangis melihat sikap Imron tersebut.
Salah seorang sahabat bertanya, “Mengapa engkau menangis, ya Rosululloh..??”
Beliau bersabda :
“Aku menangis melihat sikap Imron…
Ketika ayahnya memeluk Islam, ia segera menunaikan kewajibannya sebagai anak, hal itu yang membuatku menangis terharu..!!”
Imron bin Hushain sangat rajin menghadiri majelis pengajaran Rosululloh SAW
Baik ketika berada di Makkah, terlebih lagi ketika telah hijrah ke Madinah.
Karena itu ia termasuk salah satu sahabat yang cukup banyak meriwayatkan hadits Nabi SAW.
Ia berusia lanjut hingga sempat mengalami jaman kejayaan Islam, di mana harta melimpah ruah di seluruh penjuru negeri.
Namun demikian ia memilih tetap hidup sederhana dan zuhud seperti yang dicontohkan Rosululloh SAW.
Pada masa kholifah Umar bin Khoththob, Imron ditugaskan untuk menjadi pengajar bagi penduduk Bashroh.
Salah satu yang menjadi muridnya adalah seorang ulama tabi’in yang terkenal, Hasan al Bahsri.
Hasan al Bashri pernah berkata ;
“Tidak ada sahabat Nabi SAW yang datang ke Bashroh, yang keutamaannya melebihi Imron bin Hushain.
Ia selalu menolak siapapun yang membuatnya lalai beribadah kepada Alloh, ia layaknya malaikat yang berjalan di muka bumi..!!”
Ketika terjadi pertentangan antara Kholifah Ali dan Muawiyah
Imron bin Hushain memilih tidak berpihak kepada siapapun dari keduanya dan Ia berkata :
“Menggembala sekelompok kambing yang sedang menyusui anak-anaknya di puncak gunung yang terpencil sampai aku mati
Dan itu lebih aku sukai daripada harus melepaskan anak panah ke salah satu kelompok kaum muslimin, baik mereka itu salah, apalagi mereka itu benar..!!”
Pada masa akhir hidupnya, Imron bin Hushain menderita penyakit buang air selama tigapuluh tahun dan ia tidak bisa bergerak dari tempat tidurnya.
Akibatnya harus dibuatkan lubang di bawah tempat tidurnya untuk kencing dan buang air besarnya.
Namun demikian selama tiga puluh tahun tersebut ia tidak pernah mengeluh dan tetap bersabar dengan ujian Alloh yang dialaminya.
Ia juga tetap melaksanakan kewajiban-kewajiban syariat sesuai kemampuannya.
Suatu ketika salah satu saudaranya yang bernama Al Alaa’ atau Muthorrif bin Asy Syikhkhir menjenguknya dan ia menangis melihat keadaan Imron yang begitu memprihatinkan.
Ia tersenyum melihat reaksi saudaranya tersebut dan berkata :
“Janganlah engkau menangis..
Sesungguhnya aku suka dengan apa yang disukai Alloh.
Aku akan menceritakan kepadamu sesuatu hal, yang semoga saja bermanfaat bagimu
Tetapi jangan engkau ceritakan kepada orang lain sampainya aku meninggal dunia ”.
Kemudian Imron menceritakan, bahwa karena sakitnya itu, para malaikat berziarah atau mengunjungi dirinya setiap harinya, dan memberi salam kepadanya
Sehingga ia merasa senang dan selalu berdoa untuk tidak sembuh dari penyakitnya tersebut hingga ajal menjemputnya.
Jika ada orang yang menyarankan agar ia berobat atau akan mengobatinya, ia akan berkata :
“Sesuatu yang paling aku cintai adalah sesuatu yang dicintai Alloh
(yakni, ketentuan/takdir Alloh kepada dirinya)
Ketika waktu ajalnya makin dekat, ia berpesan kepada orang-orang sekitarnya :
“Jika kalian pulang setelah menguburkanku, hendaklah kalian sembelih beberapa ekor ternak untuk menjamu mereka, layaknya jamuan dalam pesta perkawinan..!
{A.R}