Sidoarjo l Detikkasus.com – Dalam rangka Harlah Lesbumi ke 88 dan Harlah NU ke 99, PW Lesbumi NU Jatim menyelenggarakan Festival Seni Santri yang diselenggarakan di Alun-Alun Sidoarjo. Acara yang digelar selama 10 hari itu (18-28 Maret 2022) juga dimeriahkan Bazar UMKM dari para pelaku usaha mikro warga nahdliyin. Acara yang bertajuk Seni Santri yang digelar PW Lesbumi Jawa Timur itu menghadirkan para Seniman dan juga Budayawan dari berbagai kabupaten/Kota dari seluruh Jatim. Acara yang didesain merakyat itu juga memberikan kesempatan bagi para seniman untuk menampilkan pertunjukkan.
Dalam acara tersebut Komunitas Ginyo Lamongan juga mendapatkan kesempatan menampilkan Musikalisasi Puisi dengan tajuk “Ritus Hujan”. Sebagai kelompok yang peduli terhadap kesenian dan kebudayaan di kabupaten Lamongan, Komunitas Ginyo menampilkan pembacaan beberapa puisi dengan tema ekologi yang mengajak kepada masyarakat agar peka terhadap perubahan dan dinamika sosial yang terjadi. Terutama Banjir yang tiap tahun melanda wilayah Lamongan. Lewat pertunjukkan tersebut, selain lantunan musik yang mengkombinasikan berbagai genre musik etnik juga, puisi-puisi yang dibacakan juga mampu membuat penonton tak beranjak dari tempat duduknya. Terutama saat Mahrus Ali Budayawan muda Lamongan membacakan puisinya yang berjudul “Pertemuan anak sungai” dengan sangat apik membuai penonton ikut menitikkan air mata. Puisi curhatan kondisi banjir di Lamongan ini menjadi andalan pertunjukan dalam ritus hujan kali ini. Sambil meneteskan air matanya saat di wawancarai cak mahrus (panggilan akrabnya) mengatakan “Ya !! kami curhat tentang kondisi kampung kami yang sudah empat bulan tergenang air dan belum mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah kami.”
Komunitas Ginyo menjadi penampil utama pada malam itu mampu memukau penonton. Komunitas yang digawangi Seniman dan Budayawan Muda dari kabupaten Lamongan tersebut menyuguhkan 5 puisi dan beberapa komposisi musik sebagai pertunjukkan alternatif di tengah gempuran hiburan berbasis digital.
“Seni Panggung tak boleh kalah dari maraknya tayangan digital, sebab ada interaksi langsung antara seniman dan penonton yang ini bisa dijadikan proses internalisasi pesan dalam pertunjukkan,” kata Luqman selaku Pimpro dari Komunitas Ginyo Lamongan.
“Seni panggung harus terus hidup di tengah gempuran seni visual-digital,” Pungkasnya.
Acara semakin semarak ketika salah satu pengurus Lesbumi Jatim membacakan puisi yang berjudul “Rebana”. Puisi Habib Nasar al batati tersebut dibacakan di akhir penampilan dari Komunitas Ginyo Lamongan. (Redaksi)
Sumber: KJL