Penulis : Reynaldi Afifta Pratama/201810050311143/Ilmu Pemerintahan C
Mata Kuliah :Teori Teori Politik
Dosen Pengampu :Achmad Apriyanto, S.IP, M.SI
Detikkasus.com | Pendahuluan
Isu gender merupakan suatu isu yang menuntut keadilan konstruksi sosial maupun kultural antara kaum laki-laki dengan perempuan. Dalam tuntutan kostruksi ini keseimbangan fungsi status dan hakekat antar jenis kelamin di harapkan dapat di relasisasikan. Karena pembanguna merupakan salah satu kontruksi suatu perubahan dalam masyarakat karena di anggap lebih bernilai yang tinggi. Selain itu dapat juga di artikan sebagai usaha pengentasan keterbelakangan. Munculnya isu ketidakadilan gender atau diskriminasi gender akibat adanya proses konstruksi sosial di dalam masyarakat. Oleh karena itu, peningkatan peranan perempuan dan laki-laki dalam pembangunan yang berwawasan gender sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, mempunyai arti penting dalam upaya untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang harmonis antara laki-laki dengan perempuan atau mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan, hasil penelitian ini berusaha menampakan gender dalam pembangunan.
Review
Pembangunan merupakan isu penting yang tidak pernah berhenti dibahas baik di negara terbelakang, negara berkembang, sampai dengan negara maju.Walaupun konteks yang dibicarakan dan cara yang digunakan mereka berbedabeda, akan tetapi pada dasarnya tujuan yang diharapkan semua sama, yakni membawa negaranya masing-masing dari keadaan sebenarnya saat ini menuju keadaan normatif yang dianggap lebih baik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa partisipasi masyarakat di dalam kegiatan pembangunan sangatlah penting dan bahkan menentukan. Menurut Ginanjar Kartasasmita (1955) “pembangunan memang dapat juga berjalan dengan mengandalkan kekuatan yang ada pada pemerintah. Di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Indonesia disebutkan bahwa partisipasi aktif segenap lapisan masyarakat dalam pembangunan harus makin meluas dan merata. Adapun pengertian partisipasi di sini diwujudkan dalam memikul beban, tanggungjawab dalam pelaksanaan dan menerima kembali hasil-hasil pembangunan. Adanya keiikutsertaan masyarakat di dalam setiap tahapan pembangunan, sering dikaitkan dengan upaya menumbuhkan rasa memiliki (“sense of ownership” atau “sense of belonging”) terhadap sarana atau prasarana yang dibangun. Pembangunan pada prinsipnya harus memberikan keadilan dan kemakmuran kepada semua masyarakat, kepada laki-laki maupun perempuan, kepada yang kaya maupun yang miskin (Teori Fungsionalisme, Talcot Parson). berhubungan dengan sebuah transformasi sosial yang direncanakan dari suatu negara yang miskin kepada satu dinamika pertumbuhan ekonomi-sosial yang menciptakan keadilan yang merata dan membentangkan individu yang seluas-luasnya). . Jadi, komunikasi pembangunan partisipatif adalah suatu aktifitas yang direncanakan yang didasarkan pada proses-proses partisipatif di satu sisi, dan pemanfaatan media komunikasi dan komunikasi tatap muka di sisi lain, dengan tujuan untuk memfasilitasi dialog diantara pemangku kepentingan yang berbeda, yang berkisar pada perumusan masalah atau sasaran pembangunan bersama, mengembangkan dan melaksanakan atau menjabarkan seperangkat aktivitas yang memberi kontribusi untuk mecari solusi yang didukung bersama. Teori Struktural-Fungsional. Teori ini muncul di tahun 1930-an sebagai kritik terhadap teori evolusi. Teori ini mengemukakan tentang bagaimana memandang masyarakat sebagai sebuah sistem yang saling berkaitan.
B. Selayang Pandang Gender
Isu gerakan gender berasal dari Barat pada sekitar ± tahun 1980 (diresmikan) sedangkan tahun 1960-an sudah ada tetapi belum diresmikan yang sering disebut dengan istilah feminisme. Sistem ini mensyaratkan aktor dalam jumlah memadai, sehingga fungsi dan struktur sesorang dalam sistem menentukan tercapainya stabilitas atau harmoni tersebut. Ini berlaku untuk sistem sosial: agama, pendidikan, struktur politik, sampai rumah tangga, dalam hal ini termasuk mengenai gender. Gerakan feminisme merupakan gerakan konflik sosial yang dimotori oleh para pelopor feminisme dengan tujuan mendobrak nilai-nilai lama (patriarki) yang selalu dilindungi oleh kokohnya tradisi struktural fungsional. Untuk memahami konsep feminisme berikut diuraikan berdasarkan sejarah berkembangnya gerakan feminisme yang mencakup dua gelombang: (1) Gerakan gelombang pertama, lebih pada gerakan filsafat. (2) Feminisme gelombang kedua, dimulai pada tahun 1960, dengan terjadinya liberalisme gaya baru dengan diikutsertakannya perempuan dalam hak suara di parlemen. Dalam implementasinya, terjadi kerancuan dalam memahami gender dan
seks. Pengertian gender itu berbeda dengan pengertian jenis kelamin (sex). Konstruksi sosial11 merupakan pembentukan dari sistem konseptual kebudayaan dan linguistik.
C. Gender dan Konstruksi Sosial
Konstruksi sosial juga bertujuan membuat dunia bermakna kepada yang lain. Gender juga merupakan alat analisis yang baik untuk memahami persoalan diskriminasi terhadap kaum perempuan secara umum. Ditegaskan bahwa gender adalah pembagian laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya. Perbedaan peran gender yang merupakan bentukan masyarakat tersebut disosialisasikan terus menerus melalui pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam: keluarga (orang tua), sekolah (guru), negara (pembuat kebijakan, penguasa), dan dimasyarakat (tokoh masyarakat, pemuka agama, media massa, dan lain-lain). Misalnya saja sejak kecil anak sudah dibiasakan dengan mainan yang berbeda, untuk anak laki-laki mobil-mobilan, senjata, robot, dan sebagainya, sedangkan perempuan diberikan boneka, peralatan rumah tangga, dan pelatan masak, bahwa lakilaki menjadi gagah, pemberani, dan kelak menjadi penanggung jawab keluarga, Sedangkan kepada perempuan diharapkan bisa mempunyai sifat keibuan yang pintar mengurus anak, masak dan mengurus rumah.
D. Kesetaraan Gender dalam Perspektif Islam
Islam adalah pembebasan manusia dari berbagai bentuk anarki dan ketidakadilan. Islam sangat menekankan pada keadilan di semua aspek kehidupan. Keadilan ini tidak akan tercapai tanpa membebaskan golongan masyarakat lemah dan marjinal dari penderitaan. Rasulullah juga mengajarkan kesetaraan dan keadilan gender. 14 Pada masa jahiliyyah perempuan sempat mendapatkan perlakukan bias gender seperti: diperkosa, simpanan laki-laki, beban ganda, kekerasan nafsu laki-laki, dan sebagainya. Dalam al-Qur’an sangat menjunjung kesetaraan dan keadilan gender meskipun hanya tersirat (tekstual) saja. Yang ada hanya ciri-ciri/ prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam al-Qur’an. Dalam kaitannya dengan persoalan relasi laki-laki dan perempuan, prinsip dasar Al-Qur’ân sesungguhnya memperlihatkan pandangan yang egaliter.
E. Gender dalam Pembangunan
Walaupun mencuatnya isu gender lebih disebabkan kerena gertakan dari kaum feminisme, namun pembangunan tetaplah hal yang universal. Apabila dibayangkan, hubungan antara gender dengan pembangunan terasa masih membingungkan. Padahal, bagaimanapun metode dan konsep pembangunan pasti akan diikuti atau berpengaruh pada kehidupan baik spesifik pada laki-laki, perempuan, atau keduanya. Kesejahteraan merupakan tujuan utama dari adanya pembangunan. Substansi dari kesejahteraan salah satunya dengan adanya keadilan. keadilan sendiri bukanlah hal yang dapat dengan mudah diperhitungkan secara matematis. Melihat fakta yang ada selama ini ada, memang dapat dirasakan bahwa pembangunan yang dilakukan hanyalah mekanisme yang dilakukan oleh pihak kapitalis. Kesejahteraan yang menjadi tujuan utama dari pembangunan dirubah menjadi unsur pembangunan. Pembangunan sampai dewasa ini lebih meningkatkan dari segi infrastruktur dan ekonomi.
.F. Perempuan dalam Pembangunan Politik
Perempuan dalam proses konstruksi sosial di masyarakat, peran perempuan bersifat domestik sehingga timbul adanya isu ketidakadilan gender atau diskriminasi gender.
Epilog
Persoalan dalam pembangunan yaitu komunikasi dan partisisipatif masyarakat. Menurut Ginanjar Kartasasmita (1955) “pembangunan memang dapat juga berjalan dengan mengandalkan kekuatan yang ada pada pemerintah. namun hasilnya tidak akan sama jika dibandingkan dengan pembangunan yang mendapat dukungan dan partisipasi rakyat”. Gender sebagai proses ‘konstruksi sosial’ di dalam masyarakat. Konstruksi sosial merupakan pembentukan dari sistem konseptual kebudayaan dan linguistik. Gender juga merupakan alat analisis yang baik untuk memahami persoalana diskriminasi terhadap kaum perempuan secara umum. Sedemikian panjang dan lamanya proses “genderisasi” secara sosial budaya tersebut sehingga lambat laun perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan sebagai konstruksi sosial budaya menjadi seolah-olah ketentuan dari Tuhan, atau bersifat kodrati dan biologis yang tidak dapat diubah lagi.
Sumber: journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/download/2080/1547