Detikkasus.com – Ilmu Rajah Tulisan Jimat Kebal Rajah Jimat Rajah Pengasihan Tingkat Tinggi Hukum Rajah
Rajah biasanya merupakan sekumpulan huruf-huruf atau kalimat (yang terpenggal) membentuk suatu gambar tertentu yang dipercayai sebagai penyembuh, kesaktian, keselamatan atau pengasihan.
Bentuk dan jenis hurufnya bermacam-macam, sebagian bisa dibaca dan ada yang hanya berupa huruf saja.
Ada yang terkumpul seperti bulatan, kotak, segitiga dan semacamnya. Metodenya, ada yang dicampurkan air putih untuk minum atau mandi. Ada yang disuruh dimasukkan dompet, dikalungkan, ditaruh di bawah bantal atau kasur.
Di antara rajah-rajah yang ada biasa menggunakan tulisan Arab, bahkan menggunakan ayat Al Qur’an.
Tentang Tulisan Rajah:
RAJAH (wifiq) adalah benda mati yang dibuat sesorang yang mempunyai ilmu hikmah tingkat tinggi, agar didalam RAJAH itu mempunyai kekuatan gaib.
RAJAH yang ditulis oleh ahli ilmu hikmah biasanya berupa tulisan arab, angka2, gambar, huruf-huruf tertentu atau simbol-simbol yang diketahui hanya oleh yang membuatnya.
Di dalam RAJAH terdapat kode sandi yang sangat banyak sekali kurang lebih sekitar 10.333 kode sandi.
Didalam rajah yang dibuat itu biasanya, sudah mengandung kekuatan gaib dan sudah berkhodam.
Dalam menulis rajah pun mesti ada aturan. Tidak bisa asal-asalan.
Menulis RAJAH itu ada aturan, tata cara, waktu dan sarana yang harus ditaati, apabila ada salah satu tata cara menulis RAJAH tidak ditaati maka fungsi RAJAH yang ditulis pun tidak sempurna dan reaksinyapun sangat lama sekali, walaupun tetap bisa digunakan ala kadarnya.
Di dalam menulis RAJAH harus suci terlebih dahulu bagi yang muslim, bagi non muslim cukup wudhu sebisanya, dan menulis RAJAH itu juga ada ilmu khususnya.
Untuk menulis RAJAH bisa menggunakan pensil, pena, sepidol atau yang menurut anda bisa digunakan menulis. (indospiritual.com, perguruan sinar buana surabaya)
Dalam menulis rajah harus dengan aturan tertentu, seperti dalam keadaan suci, harus khusyu’ ketika menulis, nafas harus cepat keluar lewat lubang hidung sebelah kanan atau bisa dengan tahan nafas dan memakai wewangian ketika menulis. Sampai-sampai dianjurkan ketika membuat rajah dengan menghadap kiblat ).
Lihat saja ritual yang aneh yang mereka persyaratkan ketika membuat rajah. Dari mana mereka dapatkan bahwa hanya menulis harus dengan bersuci, lebih-lebih lagi tahan nafas dan nafas harus keluar cepat, ditambah lagi menulis saja kok harus pakai wewangian.
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy Syura: 21). Dari mana para dukunn tersebut mensyariatkan adanya ibadah tertentu dalam penulisan rajah?! Apakah itu wangsit dari jin atau setan atau khodam mereka? Subhanallah, Ini baru bantahan dari satu sisi dalam hal penulisan rajah.
Sebelum melakukan penulisan rajah diawali membaca doa ini 3 x: “Bismillahir rohmanir rohim. Qul uhiya ilay’ya anahustama’a nafarun minal jinni wa bihaqqi Kaf Haa Yaa Aiin Shood wa bihaqqi Haa Miim AiinSiin Qoof”
Kemudian dilanjutkan dengan melakukan meditasi sejenak (menjalin energi ghaib) setelah itu baru dilakukan penulisan rajah.
Rajah yang telah selesai ditulis kemudian dillipat dan dibungkus dengan kain lapis 7, agar tidak mudah rusak dan kotor apabila dibawa-bawa.
Saat akan melipat atau membungkus Rajah bacalah :
Surat Al fatihah (1x)
Innaa fatahnaa laka fat’ham mubiinaa (3x)
(Artinya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata)
Nasrun minallahi wa fat’hun qoribun, wa bas’syiril mu’miniin (3x)
(Artinya: Pertolongan dari Allah dan kemengan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman)
Allohuma sholi ala sayidina muhammadin (3x)
(Artinya: Ya Allah, limpahkanlah rahmatmu kepada junjungan kami Muhammad)
Astagfirullah hal ‘adhim (3x)
(Artinya: Aku memohan ampun kepada Allah Yang Maha Agung)
Laa illaaha illaallah (3x)
(Artinya: Tidak ada Tuhan selain Allah)
Inna taqorruban ilallohil aliyyil adhim (3x)
(Artinya: Bahwasanya ini merupakan taqorrub kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung).
Itulah wirid-wirid yang dibaca ketika membuat rajah. Mulai dari membaca beberapa ayat dari surat Al Jin, membaca huruf-huruf muqotho’ah, surat Al Fatihah, ayat dari surat Al Fath, bacaan shalawat, diiringi dengan meditasi. Bacaan-bacan ini jelas bacaan mulia dan dinilai sebagai suatu ibadah.
Namun menempatkannya sebagai wirid-wirid ketika membuat rajah (azimat) dari manakah dalilnya padahal rajah-rajah ini akan digunakan untuk pelet, penglaris, dsb. Padahal dalam menentukan semacam itu harus dengan dalil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Ada pula wirid yang lucu yang dibaca ketika membuat rajah,
Dilihat dari segi bahasa saja sudah sangat lucu dan sungguh mengada-ada bacaan yang satu ini, cuma asal memotong-motong ayat Qur’an. Na’udzu billah.
Aturan lainnya dalam menulis rajah yaitu rajah (azimat) hanya boleh ditulis oleh pewaris yang telah memiliki ijazah.
Jika tidak ditulis oleh mereka-mereka, maka azimatnya bisa jadi tidak ampuh karena belum mendapatkan izin. Penulis anggap, “Kenapa mesti dapat izin?” Perasaan kami, karena ini masalah duit saja. Karena untuk mendapatkan ijazah itu butuh duit, ada uang pendaftaran. Intinya ilmu-ilmu penglaris semacam ini ujung-ujungnya kembali pada fulus dan duit sehingga mereka tidak mau tinggalkan karena penghasilan mereka bisa musnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ
“Barangsiapa yang menggantungkan (hati) pada tamimah (jimat), maka Allah tidak akan menyelesaikan urusannya. Barangsiapa yang menggantungkan (hati) pada kerang (untuk mencegah dari ‘ain, yaitu mata hasad atau iri, pen), maka Allah tidak akan memberikan kepadanya jaminan” (HR. Ahmad 4: 154. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan –dilihat dari jalur lain-).
Dalam riwayat lain disebutkan,
مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad 4: 156.
(Demikian semoga kita tergolong orang yang kusnul khotimah. (Priya Arek Mojokerto Elek Sedunia).