Oleh : Ketua Umum LPK MITRA SEJAHTERA & LBH Parna Gogo.
Detikkasus.com | Bengkulu Kabupaten Kaur,_ Salah satu perubahan mendasar dalam Undang-Undang No 02 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi,sebagai pengganti Undang-Undang No 18 Tahun 1999 adalah perihal sanksi dalam hal terjadi kegagalan bangunan.
Dalam catatan konstruksi di Indonesia, salah satu kasus kegagalan bangunan yang cukup mendapat perhatian masyarakat antara lain mangkrak nya pembangunan jembatan Air Manulah Perbatasan Bengkulu – Lampung di Kecamatan Nasal Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu sejak bulan Maret 2012 yang diikuti dengan,pemberian sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) kuasa pengguna anggaran (KPA) dan manajer proyek.
Dalam UU Jasa Konstruksi 1999, pengertian kegagalan bangunan adalah sebagai berikut:
Sebagai keadaan bangunan,yang telah di serah terimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa,menjadi tidak berfungsi dengan baik secara keseluruhan maupun sebagian,dan atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa (PJ) dan atau Pengguna Jasa (PJ)
Adapun dalam UU Jasa Konstruksi 2017 kegagalan bangunan diberikan arti sebagai berikut:
Suatu keadaan mangkrak bangunan dan atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil jasa konstruksi.
Dengan demikian,kegagalan bangunan yang termasuk dalam lingkup kegagalan bangunan dalam UU jasa konstruksi adalah,kegagalan bangunan yang telah diserahkan kepada pengguna jasa,sehingga tidaklah termasuk pada mangkrak bangunan sebelum penyerahan akhir hasil tersebut
Untuk itu kapan penyerahan akhir hasil jasa konstruksi merupakan hal krusial yang mana dalam praktek nya di buktikan dengan suatu bukti yang tertulis sebagaimana diatur dalam kontrak kerja konstruksi ujar Waji Saputra
Adapun sangsi sbb
Sangsi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran UU Jasa Konstruksi adalah berupa
1. Peringatan tertulis
2. Penghentian sementara pekerjaan konstruksi
3. Pembatasan kegiatan usaha dan atau profesi
4. Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi (khusus bagi pengguna jasa)
5. Pembekuan izin usaha dan atau profesi
6. Pencabutan izin usaha dan atau profesi
Selain sanksi administratif tersebut, penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenakan denda paling banyak sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak atau pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun imbuh Waji Heri Andrianto Saputra,SH (Ketua Umum) LPK MITRA SEJAHTERA & LBH Parna Gogo Jakarta
(Reza)