Detikkasus.com | Riau, Untuk mengejar keuntungan yang besar tanpa menghiraukan kesehatan bagi konsumen, berbagai cara dilakukan oleh produsen.
Dugaan pemeliharaan ayam di atas kolam ikan jika para konsumen mengetahuinya, banyak terasa enggan membeli ikan tersebut.
Dugaan beternak ayam di atas kolam ikan biasanya disebut longyam. Kotoran ayam beserta sisa pakan ayam akan jatuh ke kolam ikan dan otomatis hal itu akan dimakan oleh ikan-ikan di bawahnya yakni yang berada di kolam itu.
Hal ini dikatakan salah seorang mantan pedagang ikan di kota Rengat ibukota Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau berinisial DM.
Pak DM mengungkapkan, bahwa ia terpaksa berhenti berdagang ikan nila, ikan patin, ikan gurami (kaloi) dan ikan lele.
Ia tidak mau menanggung dosa dan memberi makanan kotor kepada konsumen.
Selain itu katanya, ia selalu rugi bila tetap berdagang ikan. Pasalnya, ia kalah bersaing dengan pedagang ikan di kota Rengat.
Kekalahannya bila jujur hanya disegi harga disampingnya itu ia merasa berdosa bila ia ikut menjual ikan yang diduga berasal dari salahsatu provinsi tetangga.
Harga ikan dari salahsatu provinsi tetangga hanya selisih Rp1000 per kilogramnya sampai ke titik distribusi yakni pasar Rakyat Kota Rengat.
Himbauan kepada warga katanya, ciri-ciri ikan yang makan kotoran ayam diantaranya, misalnya bila dimakan daging ikan terasa lumpur, daging ikannya agak lembut.
Jika ikan nila sisiknya agak keputihan dan tidak hitam. Ikan gurami hanya bisa diketahui apabila kita makan maka dagingnya terasa lumpur.
Selama ini DM terpaksa membeli ikan di kota Teluk Kuantan dan kota Bangkinang provinsi Riau yang peternaknya tidak memakai longyam.
Namun ia tidak bisa bertahan lama, karna pedagang ikan di pasar Rakyat Kota Rengat diduga lebih memilih ikan dari salah satu provinsi tetangga yang longyam yang harganya selisih Rp1000 per kilogram.
Ikan yang sering disuplay dari peternak longyam salah satu provinsi tetangga diantaranya ikan nila, ikan gurami, ikan patin dan ikan lele.
Sementara salah seorang pedagang ikan pasar Rakyat Kota Rengat yang tidak mau disebut namanya, ia mengatakan bahwa konsumen juga berhati-hati dengan timbangan ikan. Pasalnya juga diduga timbangan tidak jujur oleh produsen atau pedagangnya.
Secara logika bebernya, bagaimana pedagang tersebut bisa untung jika ia membeli ikan dari distributor ikan dengan harga Rp25 ribu per kilogram. Kemudian pedangan tersebut menjualnya kepada konsumen dengan harga Rp25 ribu juga per kilogram.
“Nah untuk menarik pembeli, ia tetap jual murah dengan harga sama ia beli dari distributor. Untuk untung, maka ia diduga mengurangi timbangan ikan,” bebernya.
Menanggapi hal tersebut, salah seorang penggiat LSM meminta, maka pihak Dinas Industri dan Perdagangan (Disperindag) Inhu segera melakukan sidak, jika ditemukan maka hal ini bisa dilaporkan ke penegak hukum.
“Segera lakukan sidak dan penindakan, jika ditemukan adanya penyimpangan distribusi ikan dan timbangan maka hal itu segera tindaklanjuti ke penegak hukum agar hal serupa tidak terulang lagi,” tegasnya. (Harmaein)