Selasa 07 November 2017 Menindaklanjuti berita sebelumnya:
Ini Jawaban “RIMA” Kepala Dusun Terong Malang Terkait Desa Simbaringin Mendapat Proyek Prona 2017 di Pungut Rp. 600 S/d Rp. 1 Juta.
Terkait berita perdana yang di angkat detikkasus.com Proyek Prona Tahun 2017 di Desa Sumbaringin Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Yakni Perpemohon masyarakat di pungut Biaya Sebesar Rp. 600.000, (Enam ratus rupiah), Sampai dengan Rp. 1.000.000, (Satu juta rupiah), Detik Kasus Konfirmasi melalui telpon seluler Kasusn Terong Malang pasalnya ada Kuwitansi dan tanda tangan Kasun RIMA.
Rima awalnya tidak menatakan tidak tau itu urusan Desa, namun setelah di tulis, Kasus tidak berkenan dan mengatakan anda punya no saya dari siapa, tanpa ijin Saya. terangnya Sabtu 14 Oktober 2017 pukul 10.08 Wib.
SUPRIYANTO ALS PRIYA Ketua Umum NGO HDIS, Menerangakan: Pemerintah Desa dituntut untuk mempraktikkan keterbukaan informasi, Sebab UU Desa mengkonstruksi desa sebagai komunitas yang berpemerintahan sendiri (self governing community) yang berpegang pada asas demokrasi, dimana warga desa juga diberikan hak untuk turut memegang kendali atas penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Keterbukaan informasi yang dipraktikkan oleh Pemerintah Desa dimaksudkan agar warga desa mengetahui berbagai informasi tentang kebijakan dan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan.
Melalui mekanisme ini maka akan terbangun akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
UU Desa pasal 24, yang menyatakan bahwa asas penyelenggaraan Pemerintahan Desa salah satunya adalah keterbukaan.
Membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian pada pasal 26 ayat (4) huruf (f) diatur bahwa dalam menjalankan tugasnya Kepala Desa berkewajiban untuk melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Masih pada pasal dan ayat yang sama, pada huruf (p) diatur bahwa Kepala Desa juga memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
Pasal 27 huruf (d) diatur bahwa dalam menjalankan hak, tugas, kewenangan, dan kewajiban Kepala Desa wajib memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.
Pasal 68 ayat (1) huruf (a) dinyatakan bahwa masyarakat desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Pasal 86 ayat (1) dan ayat (5) yang menyatakan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan sistem informasi tersebut dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepentingan.
Secara spesifik, kewajiban untuk menjalankan keterbukaan informasi bagi badan-badan publik selama ini telah diatur oleh UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Mengacu pada UU KIP, tak ayal lagi bahwa Pemerintah Desa tergolong sebagai badan publik, sebab Pemerintah Desa merupakan lembaga yang salah satu sumber pendanaannya berasal dari APBN dan APBD. Jika keterbukaan informasi yang diatur oleh UU Desa masih bersifat umum, UU KIP telah mengatur secara detil tentang mekanisme atau cara badan publik menyampaikan informasi, serta cara bagaimana masyarakat memperoleh informasi.
BERITA SEBELUMNYA:
Proyek Prona tahun 2017 Desa Simbaringin Dipungut Biaya Rp.600 Sampai dengan Rp. 1 Juta.
Mabes Polri – Polda Jatim – Polres Mojokerto, detikkasus.com – Sabtu 14 Oktober 2017 Simbaringin adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur.
Pada tahun 2017 Desa Sumbaringin mendapatkan Proyek Prona Guna membantu masyarakat yang lemah.
PRONA adalah singkatan dari Proyek Operasi Agraria. PRONA diatur dalam Kepmendagri No. 189 tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria.
Tujuan utama dari PRONA adalah proses penerjemahan yang bersifat perwujudan dari pada program Catur Tertib di bidang Pertanahan yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dan ditujukan untuk segenap lapisan masyarakat bagi kaum ekonomi lemah, dan penyelesaiannya terhadap sengketa-sengketa tanah yang strategis.
PRONA dibentuk dalam lingkungan Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri.
Kemudian, mengenai biaya yang dikenakan untuk sertipikat tanah PRONA, hal itu dalam keputusan Meneg Agraria / Kepala Badan pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Jalan Proyek Operasi Nasional Agraria (“Kepmeneg Agraria 4/1995”).
Namun fakta di lapangan: Detik Kasus dan NGO HDIS menemukan adanya dugaan Pungutan Liar yakni, Prona yang seharusnya Gratis, Perpemohon di Kenakan Biaya mulai Rp. 600.000, (Enam ratus rupiah), Sampai dengan Rp. 1.000.000, (Satu juta rupiah).
Beberapa warga yang sudah di konfirmasi mengatakan Proyek Prona di sini membayar
Rp. 600.000, (Enam ratus rupiah), Sampai dengan Rp. 1.000.000, (Satu juta rupiah). Ini buktinya Kwitansi, tanda tabganya Bu Kasusn Rima, dan di Ambil Gambarnya oleh Detik Kasus.
Kepala Dusun Terong Malang Bu Rima ketika di Konfirmasi Detikkasus.com melelui Handpone selelernya +62 852-6463-4XXX membenarkan adanya Proyek Prona itu ada tahun 2017, Namun soal biaya saya tidak tau, Ke Balai Desa Saja, Sabtu 14 Oktober 2017 pukul 09.20 Wib kepada Detikkasus.com terangnya. hingga berita Perdana di Angkat. bersambung. (PRIYA).