KETAPANG I Detikkasus.com -, Persoalan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan saat ini sangat komplek, dimulai dari permasalahan plasma, sengketa lahan dan pencurian, dan permasalahan ini tidak berujung, karena kurang nya kontrol dari pemerintah.
Perizinan perusahaan yang tidak prosedural, dan acap tumpang tindih dalam alur penerbitan izin, serta kelalaian pemerintah dalam pengawasan makin memperparah permasalahan di dunia perkebunan kelapa sawit.
PT. Mitra Karya Sentosa Ketapang (mksk), memiliki IUP nomor: 551.31/0632/disbun C, tanggal 1 April 2005, luas 25.665 hektar. Sedangkan izin lokasi terbit 26 hari setelah IUP, yaitu tanggal 27 April 2005, dengan nomor 112 tahun 2005, seluas 15.665 hektar.
Didalam Permentan 98 tahun 2013, tentang Izin usaha Perkebunan, syarat penerbitan IUP antara lain ; 1. Pertimbangan teknis dari dinas perkebunan kabupaten, 2. Pertimbangan makro dari gubernur, 3. Izin lokasi, 4. Dokumen AMDAL, 5. Serta pernyataan komitmen lainnya.
Anton, direktur Gopemba Belantara, meminta Kajari Ketapang, mengusut tuntas proses penerbitan izin PT. Mksk.
“Bagaimana mungkin izin IUP terbit lebih dahulu, baru izin lokasi terbit” Ungkapnya
Selain itu menurut anton, kemudian terbit lagi nomor 36 tahun 2008, 25 Januari 2008, dengan luas 14.950 hektar, dan di tahun 2009, terbit izin lokasi nomor 54 tahun 2009, 19 February 2009, dengan luas 20.000 hektar. Dan aneh bin ajaib, sampai tahun 2010 tidak ada satu bidang tanahpun yang telah dilakukan oleh PT. Mksk, padahal menurut permen BPN/ATR nomor 2 tahun 1999, sebagaimana telah di rubah di permen BPN ATR nomor 17 tahun 2019 tentang izin lokasi, bahwa izin lokasi diberikan 3 tahun, dapat diperpanjang 1 tahun, jika dalam waktu 3 pemilik izin lokasi telah melakukan pembebasan lahan 50%.
“Keanehan lain lagi, PT. Mksk Ketapang, pada tahun 2011, melakukan pembebasan lahan, sementara izin lokasi terbit tanggal 6 February 2013, nomor 66/PEM/2013, seluas 13.700 hektar” Bebernya
Bagaimana perusahaan bisa membebaskan lahan sementara izin lokasi nya terbit dua tahun kemudian.
“Apa dasar hukum perusahaan melakukan pembebasan lahan, mohon pemerintah, jangan biarkan hak masyarakat Adat sebagaimana di atur dalam perda Ketapang nomor 8 tahun 2020, tentang pengakuan hak masyarakat Adat, khususnya pasal 10. Perda tersebut jangan di jadi kan pajangan atau hanya gincu bagi masyarakat Adat di Ketapang” Pungkasnya Mengakhiri
Script Analisa Lembaga TINDAK.
Yayat Darmawi,SE,SH,MH Koordinator Lembaga Tim Investigasi Dan Analisis Korupsi Indonesia [ TINDAK ] saat dimintai statmentnya terkait Kisruh Perizinan di PT MKS yang berdampak merugikan Masyarakat mengatakan bahwa Permasalahan Troublenya izin yang terbit di PT MKS dan mengakibatkan sengketanya antara Perusahaan dengan Masyarakat tanpa berkesudahan, izin yang bersengketa seperti begni mesti dikaji Ulang secara Yuridis pasalnya sudah dipastikan Adahal yang menjadi pemicu masalahnya, sebut yayat.
Berangkat dari Kasuistis Surya Darmadi yang mesti dapat dijadikan tolok ukur oleh Aparat Penegak Hukum yaitu dengan Melakukan Pendalaman Yuridis sejak dini dengan Maksud agar supaya Masalah Sengketa tidak menjadi meluas dan juga Pihak Aparat Penegak Hukum Mestinya sesegera mungkin Untuk melakukan Investigasi Khusus terkait Apa yang menjadi Pemicu Masalah Sengketanya, jadi janganlah dibiarkan masalah tersebut menjadi semakin tidak dapat dikendalikan, harap yayat.
Mekanisme yang mengatur tentang IUP mesti lahirnya HGU terlebih dahulu juga perlu di jadikan Acuan sebagai Barometer dalam Hal penyelesaian Sengketa Lahan Antara Masyarakat dengan Perusahaan Sawit, sebut yayat.
(Hadysa Prana)