PONTIANAK I Detikkasus.com -, Berdasarkan laporan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), angka stunting di Indonesia saat ini masih sekitar 24,4%, melebihi standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization—WHO) yaitu 20%.
Upaya penurunan stunting pada anak di bawah umur dua tahun menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan target penurunan menjadi 14% pada tahun 2024. Di sisi lain, program Percepatan Penurunan Stunting (PPS) yang dijalankan oleh Pemerintah saat ini belum sepenuhnya mengintegrasikan pengarusutamaan gender (PUG).
Sebagai salah satu upaya untuk mendorong PUG dalam PPS, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerjasama dengan PATTIRO menyelenggarakan bimbingan teknis penganggaran responsif gender dalam PPS bagi pemerintah daerah.
Kegiatan yang diselenggarakan secara hybrid ini diselenggarakan pada 13 Juni hingga 14 Juni 2023 dan diikuti oleh para peserta yang berasal dari Perangkat Daerah Provinsi Kalbar yang hadir secara luring serta Perangkat Daerah Provinsi Kalteng yang berpartisipasi secara daring yang langsung dipimpin oleh Wakil Gubernur Kalbar Drs. H. Ria Norsan M.M., M.H., yang juga merupakan Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Kalbar di Hotel Mercure Pontianak, Selasa (13/6/2023).
Penganggaran responsif gender sendiri merupakan bagian dari Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) sebagai strategi PUG dalam berbagai sektor pembangunan, di mana integrasi gender harus dilakukan mulai dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi seluruh kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan.
“Untuk angka Stunting di Kalbar berada di 27,9% turun menjadi dua persen dari angka Stunting sebelumnya. Namun di tahun 2024, kita mendapatkan arahan dari pemerintah pusat harus menurunkan angka Stunting di 17%, artinya kita harus turun dari angka yang sekarang, namun kita optimis bisa menurunkan angka Stunting itu,” ungkap Ria Norsan.
Lanjutnya, penurunan angka Stunting bisa dilakukan secara bersama-sama dengan berbagai para pihak lembaga, pemerintah dan masyarakat yang ada di kalbar, terbukti dari turunnya angka Stunting di Kalbar terbaik dengan daerah lainnya yang ada di Indonesia.
“Kita (Pemprov Kalbar-red) dalam kurun waktu satu tahun saja pada tahun kemarin kita angka Stunting turun 2 % ini penurunan yang cukup tinggi, karena tiga daerah di pulau jawa itu, jawa barat, jawa timur, jawa tengah hanya turun angka Stuntingnya nol koma sekian persen saja. Dalam menurunkan angka Stunting ini, kita harus kerja keroyokan (bersama-sama-red) dan melibatkan seluruh stakeholder baik di tingkat Kabupaten, hingga tingkat desa,”ujarnya.
Tak hanya itu, menurut Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Kalbar ini, ia bersama tim saat ini sedang menyusun program Desa Zero Angka Stunting dalam waktu dekat agar bisa memotivasi daerah lainnya untuk tidak ada lagi Stunting di daerah mereka.
“Saat ini ada 2031 desa yang ada di Kalbar dan kita sedang programkan Desa Zero Angka Stunting, benar-benar Zero Stunting di desa itu dan target kita di tahun 2023 bisa terwujudkan. Kalau Kabupaten atau Kota sudah ada satu yang sudah Zero Stunting yaitu Kota Singkawang, karena kemarin penurunannya drastis sekali,” terangnya.
Dengan bekerja sama antara Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa untuk bersama-sama melakukan penurunan angka Stunting, Wagub Kalbar menambahkan bahwa program ini sejalan dengan Permendes Nomor 19 Tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa disebutkan bahwa Dana Desa dapat digunakan untuk kegiatan penanganan Stunting sesuai Musyawarah Desa.
Pemanfaatan Dana Desa untuk penanganan stunting dapat dimulai dari pemetaan sasaran secara partisipatif terhadap warga desa yang terindikasi perlu mendapat perhatian dalam penanganan stunting oleh kader pemberdayaan di desa. Selanjutnya lewat Rembuk Stunting Desa, seluruh pemangku kepentingan di desa merumuskan langkah yang diperlukan dalam upaya penanganan stunting termasuk bekerja sama dengan dinas terkait.
“Dukungan Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi dalam upaya penurunan stunting antara lain melalui pengaktifan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan oleh unsur desa. Beberapa kegiatan tersebut seperti pembangunan/rehabilitasi poskesdes, polindes dan Posyandu, penyediaan makanan sehat untuk peningkatan gizi balita dan anak, perawatan kesehatan untuk ibu hamil dan menyusui,” ujarnya.
“Kemudian ada kegiatan pembangunan sanitasi dan air bersih, lantas melalui pengadaan insentif untuk kader kesehatan masyarakat, pembangunan rumah singgah, pengelolaan Balai Pengobatan Desa, pengadaan kebutuhan medis (makanan, obat-obatan, vitamin, dan lain-lain), sosialisasi dan edukasi gerakan hidup bersih dan sehat, serta melalui pengadaan ambulan desa yang bisa berupa mobil atau kapal motor di desa yang memiliki kawasan perairan,” tambahnya.
Melalui bimbingan teknis ini diharapkan Perangkat Daerah yang terkait dengan tugas dan fungsi penurunan stunting dapat menyusun Gender Budget Statement (GBS) pada kegiatan terkait kesehatan reproduksi dan penurunan stunting. GBS merupakan dokumen yang menunjukkan bahwa suatu program atau kegiatan telah diintegrasikan dengan perspektif gender.
(Hadysa Prana)
Sumber : Adpim Prov Kalbar