Penulis: Emma Fadhilla Ramhayani
Ilmu Pemerintahan, UMM
Detikkasus.com | Sebagai warga negara Indonesia, tentunya pernah berinteraksi langsung dengan alur birokrasi pemerintah dalam mengurus administrasi surat atau apapun. Mulai dari hal yang sifatnya individu misalkan pengurusan KTP, Akta Kelahiran, Kartu Keluarga, SIM, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), sertifikat tanah dan lain-lainnya.
Banyak dari beberapa komentar dan tanggapan warga dalam pengurusan administrasi bermunculan. Ada yang merasa puas karena pelayanannya baik, ada juga yang merasa kecewa dan kesal karena pelayanan lambat dan berbelit-belit, ada yang marah dan makan hati karena harus melalui beberapa meja petugas apalagi petugas yang ditunjuk tidak ada atau sedang keluar bahkan ada petugas yang minta uang pelican agar urusan bisa lancar dan cepat.
Sebagai warga negara yang baik, tentunya mengikuti segala aturan dan sistem yang telah diberlakukan dalam pengurusan apapun mulai dari berkas-berkas yang diperlukan sebagai syarat akan tetapi karena kebutuhan akan surat resmi tersebut serta keinginan pengurusan agar lebih cepat tak jarang ada warga negara yang menyuap petugas. Padahal pada setiap instansi pemerintah ada SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam melayani masyarakat.
Akan tetapi SOP ini ditabrak karena ada kepentingan buruk menyeleweng dan bisa mendapat penghasilan tambahan di luar gaji dan tunjangan yang diberikan oleh negara.
Menurut Ryass Rasyid dalam Budi Setiyono (2012,34) institusi pemerintahan memiliki tujuh fungsi atau tugas pokok, yakni menjamin keamanan, memlihara ketertiban, menjamin keadilan, melakukan pekerjaan umum, meningkatkan kesejahteraan dan pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Kalau kita membandingkan dengan negara-negara yang mana birokrasi pemerintahanya telah berjalan denga baik disertai adanya indikasi rasa kepuasan dari masyarakatnya dalam menerima pelayanan dari pemerintahanya,
Ada beberapa hal yang bisa menjadi olak ukur kita dalam mencapai good governance tersebut. Diantaranya dengan the light man on the right place, adanya analisis jabatan dalam penempatan seseorang dalam suatu jabatan.
Kesesuaian jabatan dengan kemampuan aparatur tersebut akan memudahkannya dalam menerjemahkan isi kebijakan yang telah dibuat dan telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan serta kebijakan atasanya demi mewujudkan pelayanan publik yang prima dan jangan sampai terjadi pemerintah hanya bisa membuat peraturan saja namun tidak bisa melaksanakanya dengan baik.
Akan tetapi, dalam menjalankan roda pemerintahan, ada suatu hal yang sangat dijaga oleh para birokrat Indonesia dan sudah menjadi rahasia umum juga yaitu menutup aib sesama antar birokrat, budaya kerja seperti ini akan menimbulkan dampak negative yang luar biasa dalam mewujudkan good governance bahkan menjadi hambatan utama dalam reformasi birokrasi yang dicadangkan oleh pemerintah.
Rendahnya kualitas pelayanan publik merupakan salah satu sorotan yang diarahkan kepada birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepda masyarakat. perbaikan pelayanan public di era reformasi merupakan harapan seluruh masyarakat, namun dalam perjalanannya ternyata tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Berbagai tanggapan masyarakat justru cenderung menunjukkan bahwa berbagai jenis pelayanan publik mengalami kemunduran yang sebagaian di tandai dengan banyaknya penyimpangan dalam layanan public tersebut. Sistem dan prosedur pelayanan yang berbelit-belit dan sumber daya manusia yang lamban dalam memberikan pelayanan juga merupakan aspek layanan publik yang banyak disoroti.
Dalam bidang pelanayan publik, upaya-upaya telah dilakukan dengan menetapkan standar pelayanan publik untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat, murah, dan transparan. Namun upaya tersebut belum banyak dinikmati masyarakat. hal tersebut terkait dengan pelaksanaan sistem dan prosedur pelayanan yang kurang efektif, berbelit -belit, lamban, tidak merespon kepentingan pelanggan, dan lai-lain adalah sederetan atribut negative yang ditimpakan kepada birokrasi.
Dengan adanya kebijakan reformasi birokrasi serta telah disahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menegaskan dalam pasal 5 UU ini bahwa aparatur negara bebas dari intervensi partai politik . dengan dicanangkan program reformasi birokrasi diharapkan ada peruabahan mind set dalam pola piker serta budaya kerja untuk melayani publik, dan reformasi birokrasi telah masuk dlam nomenklatur kementrian yaitu kementrian pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, sehingga birokrasi yang terkesan bemasalah di sitem pemerintahan Indonesia bisa berubah kearah yang lebih baik.
Sesungguhnya birokrasi Indonesia saat ini harus direformulasi, yakni Kembali pada paradigm pengelolaan pelayanan kepada publik. Reorientasi kepada daerah sebagai ujung tombak pelayanan publik dimaksudkan untuk menghadapi tuntutan pelayanan secara menyeluruh yang tidak lagi dilakukan secara terpusat, tetapi telah dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Kecepatan teknologi informasi telah mengantarkan perubahan-perubahan yang sangat cepat. Teknologi informasi juga telah mengubah perkembangan global yang jauh berbeda disbanding sebelum era informatika lahir.
Kejadian apapun mengenai suatu pemerintahan di belahan bumi manapun dapat disaksikan pada saat yang sama di belahan bumi lainnya. Era teknologi informasi yang semakin cepat telah memberikan suatu implikasi bahwa informasi menjadi sesuatu yang sangat penting.
Kondisi mengutanya teknologi informasi telah memberikan ruang hidup tersendiri bagi birokrasi yang belum pernah terayangkan sebelumnya. Teknologi informasi telah menghantarkan kehidupan yang semakin tidak ada batasnya.
Birokrasi sebagai mesin dari pemerintah, pada dasarnya memproduksi barang baik dalam bentuk benda maupun jasa untuk kepentingan seluruh warga tanpa kecuali. Namun, birokrasi yang monopoli memproduksi barang untuk kebutuhan dan kepentingan publik, kecenderungan mengalami kesulitan pada proses produk dan layanan sampai kepada masyarakat.
Apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus, maka pelayanan yang berpihak pada golongan tertentu saja akan memunculkan potensi kecemburuan, mempertajam jurang yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan dan disintegritas dalam kehidapan berbangsa.