Oleh : Aditya Putra Pramana, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP, Universitas Muhammadiyah Malang
Detikkasus.com | Pemilihan Umum atau pemilu merupakan konsekuensi logis dari negara demokrasi, dan demokrasi adalah cara aman untuk mempertahankan kontrol atas negara hukum. Pada Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang demokratis. Demokratis berarti kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Demokrasi, negara hukum, dan negara kesejahteraan menjadi dasar filosofis dari penyelenggaraan pemilu. Menurut Satjipto Rahardjo, Pemilu yang demokratis ialah lembaga yang mereproduksi kontrak sosial baru antara rakyat dengan pemimpin pemerintahan. Sedangkan menurut Jimly Asshiddiqie, pemilu selain sebagai perwujudan demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM), juga bertujuan untuk mengisi dan melaksanakan suksesi kepemimpinan secara tertib. Dalam melaksanakan pemilihan umum yang demokratis, dapat dijalankan secara langsung maupun tidak langsung.
Di tahun 2020 Indonesia telah melaksanakan pesta demokrasi yaitu dengan pemilihan umum kepala daerah secara serentak. Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak artinya Pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administrative setempat yang memenuhi syarat, yang dilakukan secara bersamaan di daerah-daerah yang ada di Indonesia. Pemilihan kepala daerah dilakukan sekaligus bersama wakil kepala daerahnya, yang mana mencakup Gubernur dan Wakil Gubernur untuk provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk kabupaten, dan Wali Kota dan Wakil Wali Kota untuk kota. Di tengah-tengah pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini dan dengan tetap diselenggarakannya Pilkada serentak tahun 2020 yang awalnya dilaksanakan pada tanggal 23 September 2020 dan ditunda menjadi bulan Desember 2020 memang sudah seharusnya negara mampu merespon keadaan yang dimanifestasikan dalam wujud peraturan perundangan-undangan sebagai jaminan konstitutisonalitas penundaan Pilkada 2020. Peraturan tersebut harus mampu bertindak guna melindungi rakyat dan menjamin kesejahteraan sesuai dengan tujuan negara yang tercantum pada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Pandemi COVID-19 telah membuat pertimbangan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi persoalan yang cukup sulit lantaran faktor risiko kesehatan yang mungkin terjadi. Pada 9 Desember 2020 lalu, pilkada serentak akhirnya dilaksanakan setelah pertimbangan yang cukup panjang. Komisi Pemilihan Umum (KPU) setidaknya menghadapi sejumlah tantangan-tantangan baru terkait konteks pandemi. Dalam aspek regulasi, menurut Arief Budiman, Ketua KPU RI, dikeluarkannya Perpu No. 2 tahun 2020 tentang Pilkada Serentak 2020 tergolong terlalu mepet sehingga KPU harus membuat peraturan-peraturan turunan dengan waktu yang singkat. Dalam aspek partisipasi pemilih, KPU memiliki tugas lebih agar tagret partisipasi pemilih tercapai. Pemilihan tanggal penyelenggaran pilkada juga menjadi tantangan bagi KPU. Pasalnya, pemilihan umum yang biasanya diadakan di pertengahan tahun kini dilaksanakan di akhir tahun dengan faktor cuaca yang berbeda. Di beberapa lokasi, situasi banjir menjadi halangan penyelenggaran pemilu dan pengantaran logistik tidak terjadi tepat waktu lantaran adanya halangan cuaca. Di sisi lain, Bawaslu juga mengalami hal yang serupa dengan KPU. Berkaitan dengan protokol kesehatan, Bawaslu RI telah melakukan tindakan pengawasan dan penindakan terhadap tindakan-tindakan para pasangan calon yang menlanggar protokol kesehatan seperti pendaftaran pasangan calon yang berkerumun dan kampanye yang melebihi jumlah batas maksimal partisipasi.
Dalam proses penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2020 ini sangatlah berbeda dengan proses yang biasa dilakukan pada saat pilkada sebelumnya. Terlebih saat masa menjelang dilaksanakannya pemilihan kepala daerah tahun 2020 ini negara sedang dilanda pandemic COVID-19. Bukan hana negara Indonesia saja, melainkan sebagian besar hamper seluruh negara di dunia terdampak pandemic COVID-19 ini yang benar-benar sangat merugikan. Dengan adanya pandemic ini, KPU dalam menyiapkan pemilihan kepala daerah juga harus bekerja keras bagaimana cara agar pemilihan kepala daerah tetap terlaksana, namun masyarakat tetap dapat merasa aman. Sehingga dikeluarkanlah berbagai aturan baru yang mengatur terselenggaranya pemilihan kepala daerah 2020.
Terlepas dari semua hal itu, berbagai masalah muncul pada saat proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Terutama yang berkaitan dengan pandemic COVID-19. Salah satu masalah yang sangat banyak ditemui pada saat pemilihan kepala daerah adalah terkait protocol kesehatan. Dimana masih banyak sekali masyarakat yang datang ke tempat pemungutan suara atau TPS, masih belum menerapkan protocol kesehatan dengan baik dan benar. Sehingga hal tersebut membuat sebagian orang lain yang datang juga resah karena hal ini tidaklah bisa dianggap sepele. Selain tidak dapat melindungi dirinya sendiri, hal tersebut bahkan juga dapat membahayakan kesehatan orang lain. Hal tersebut menjadi suatu permasalahan yang cukup serius karena hal tersebut juga telah diatur untuk meminimalisir dampak pandemic COVID-19 di Indonesia. Permasalahan yang kedua adalah kurangnya fasilitas yang memadai pada tempat pemungutan suara. Hal ini berkaitan dengan penyelenggara yang kurang detail atau kurang jeli dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga hal ini kurang memenuhi persyaratan dalam peraturan yang telah ditetapkan untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah pada masa pandemic COVID-19. Kelalaian ini menjadi masalah yang dapat dibilang tidak boleh disepelekan, karena sebagai penyelenggara haruslah benar-benar memperhatikan kenyamanan dan keamanan masyarakat pada saat datang ke tempat pemungutan suara.
Dengan berbagai masalah yang muncul, haruslah dapat dijadikan acuan untuk kedepannya agar beberapa masalah yang ada tidak diulangi lagi. Perlunya ada pengawasan yang lebih jeli terhadap penyelengaraan yang dilaksanakan harus benar-benar diterapkan, sehingga dengan hal tersebut dapat meminimalisir kesalahan yang tidak diinginkan. Terutama adalah menyangkut keamanan masyarakat, dikarenakan kegiatan ini melibatkan¾ secara langsung banyak kalangan masyarakat yang hadir dan ikut serta. Sehingga masyarakatpun tidak enggan untuk mengikuti kegiatan tersebut. (Aditya Putra Pramana, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan,FISIP Universitas Muhammadiyah Malang)