Detikkasus.com | Suasana dalam ruangan isolasi di gedung Tenis Indoor Jombang,
Seperti yang sudah di beritakan oleh Jejak Kasus dan KabarJombang.com sebelumnya, Hasil rapid test-nya mengahilkan non-reaktif namun diminta menjalani isolasi atau karantina.
Kejadian hari berikutnya Jumat, Hasil rapid tes non-reaktif lalu berubah reaktif, membuat Luluk Khamro’ah (51) warga Desa/ Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, mengaku terpukul. Apalagi, pengajuan agar dirinya menjalani isolasi mandiri tidak diluluskan tim medis.
Hingga, ia pun bersama 1 orang sesama pedagang daging di Pasar Peterongan, masuk ruang isolasi yang disediakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Jombang, yakni gedung Tenis Indoor.
Luluk menemukan keanehan, dalam proses isolasi. Pasalnya, dari 6 pedagang daging Pasar Peterongan, hanya 2 orang termasuk dirinya yang diisolasi massal. Sementara sisanya, menjalani isolasi mandiri. Keanehan itu, menurut Luluk, orang lain yang bareng rapid test dengan dirinya diperbolehkan isolasi mandiri, sedangkan dirinya tidak diperbolehkan.
“Ya aneh kan. Apalagi, saya hasil rapid test-nya non reaktif. Nggak tahu juga kok bisa berubah menjadi reaktif,” katanya, Jumat (26/6/2020) malam.
Meski masih pikirannya berkecamuk, Luluk mengaku menuruti saja isolasi massal yang berlaku padanya. Diceritakannya, hari pertama masuk ruang isolasi, dia mendapatkan fasilitas konsumsi cukup enak. “Dalam sehari, makan tiga kali. Porsinya banyak dan ada pisangnya. Kalau malamnya, ada susu,” ceritanya.
Hari kedua, lanjutnya, penghuni ruang isolasi di gedung Tenis Indoor, bertambah. Penambahan penghuni ruang isolasi ini, kata Luluk, berimbas pada porsi makanan yang mulai berkurang. Jatah makan siang yang sedianya pukul 13.00 WIB, molor menjadi pukul 14.00 WIB. Lebih lagi, lauknya kurang matang.
“Lauk ayamnya masih putih. Menu makanan yang dikirim, banyak yang nggak dimakan,” katanya.
Menurutnya, penghuni Tenis Indoor ini sekitar 50 orang. Namun, tidak hanya pasien saja yang berada di situ. Menurut Luluk, banyak juga balita ada di dalam ruangan isolasi. “Selama isolasi, nggak ada perawatan khusus. Hanya sesekali saja dikontrol sama petugas berpakaian APD lengkap, dan hanya diberi vitamin saja,” katanya.
Lima hari berada di Tenis Indoor, Luluk makin tak kerasan. Dia mengaku makin stres berada di ruang isolasi. Apalagi, dia mendapat kabar dari rumahnya, jika anaknya tiap malam terus menangis karena sang ibu dikarantina.
“Kami harap bisa segera pulang hasil Swab bisa segera keluar. Agar kami tahu dengan jelas. Kami di sini sehat, dan tidak punya riwayat sakit apa-apa” ujar Luluk.
Hal senada juga diungkap Ernawati, warga Dusun Pajaran Desa/Kecamatan Peterongan. Dia mengaku ditolak petugas medis saat mengajukan untuk menjalani isolasi mandiri. Alasannya, lanjutnya, karena sudah aturan.
Bedanya dengan Luluk Khamro’ah, hasil rapid test Ernawati reaktif.
Ia juga mengelukan fasilitas selama masa isolasi massal. Bahkan, Ernawati mengaku tidak menyentuh makanan yang dikirim, lantaran bosan. “Gimana nggak bosa, menunya itu-itu saja,” katanya.
Pun demikian urusan MCK. Dikatakannya, di Tenis Indoor, hanya satu untuk mandi, dan dua kamar khusus buang air besar (BAB) saja. “Kalau mau mandi harus antre, karena orangnya banyak. Kalau untuk peralatan mandi seperti sabun, harus bawa sendiri. Di sini, hanya disiapkan gayung sama timba saja,” ceritanya .
Terpisah, Koordinator Penanganan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19
Jombang, dr Puji Umbaran, saat konfirmasi terkait keluhan pasien isolasi tersebut mengatakan, jika persiapan kamar mandi sudah cukup dan tidak ada persoalan. Menurutnya, tim sudah menyediakan 3 kamar mandi putri dan 3 untuk putra.
“Untuk jumlah pasien isolasi putri, kami kurang tahu persis. Tapi jumlah semuanya putra dan putri sekitar 50 sampai 60 orang,” katanya melalui sambungan telepon.
Soal makanan, pihaknya mengatakan sama persis seperti menu makanan pasien di RSUD Jombang. Malahan, lanjutnya, ada ekstra menu makanan di gedung Tenis Indoor, seperti snack.
“Karena makanan itu jadi satu dengan RSUD Jombang. Kalau ada keluhan seperti itu tidak mungkinlah. Sementara peralatan kamar, memang kami tidak menyiapkan itu,” jawabnya.
Supriyanto alias ilyas (Pria Sakti) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Generasi muda indonesia Cerdas anti Korupsi (Gmicak): Fakta ini orang susah semakin susah.
Jika kenyataan ini menimpah keluarga Gugus” bagaimana?
Tahun 2020 masyarakat indonesia di miskinkan Penerapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Di dalamnya juga termasuk berisi tentang upaya penanganan melalui pembatasan aktivitas yang terbagi dalam beberapa kebijakan sesuai kebutuhan dan temuan kasus di lapangan.
Di pasal 49 ayat 1 tertera bahwa dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilakukan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan.
Masih kata DPP Gmicak: Pengertian sejumlah istilah menurut UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan:
Karantina Rumah
Karantina Rumah adalah pembatasan penghuni dalam suatu rumah beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Karantina Rumah Sakit
Karantina Rumah Sakit adalah pembatasan seseorang dalam rumah sakit yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Karantina Wilayah
Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. ( Pria Sakti ).