Detikkasus.com | Artikel
Nama: Dwiki Mahardika Meidiantoro
Nim: 201910050311115
Kelas: Ilmu Pemerintahan B
Erick Thohir, Menteri BUMN baru, tanpa ragu-ragu mulai melakukan pembersihan BUMN. Padahal, doi belum ada sebulan diangkat jadi menteri di kabinet baru Jokowi, tapi udah berani mengusik skandal perusahaan plat merah.
Langkah Erick yang langsung menyuruh I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra alias Ari Ashkara cabut dari Garuda Indonesia memang patut diapresiasi.
Tindakan Ari yang selama ini menyelundupkan motor Harley Davidson klasik Shovel Head dan sepeda Brompton menggunakan armada baru Garuda nggak cuma sekadar melanggar hukum, tapi juga menyalah gunakan kekuasaan.
Tapi, langkah pembersihan BUMN Erick juga tak sepenuhnya diapresiasi netizen Indonesia. Malah, beberapa dari mereka menuduh Erick cuma cari muka. Netizen yang maha benar ini emang ada pro dan kontra. Kadang-kadang, mulut sama jarinya sama-sama bar-bar. Kalo nggak julid ya bully.
Sebagai warga Indonesia yang selalu berpikir positif, saya juga sangat mengapresiasi menteri BUMN. Dan nggak cuma saya, harusnya kita semua mengapresiasi beliau dan langkah pembersihan BUMN!
Biasanya, pemecatan akan dilakukan setelah tetek bengek penyelidikan sesuai dengan jalur hukum. Bahkan, pemberhentian pejabat kadang baru dilakukan setelah ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
Tapi, Erick mungkin sudah muak punya bawahan kayak Pak Ari ini. Makanya nggak pake lama, begitu bea cukai menunjukkan sejumlah bukti kongkrit, langsung aja Ari disuruh cabut dari Garuda.
Kalo diibaratkan Pak Kos, mungkin ngusirnya kayak gini: “Kon taek! Dikei tanggung jawab malah ngapusi! Minggat!”
Langkah Pak Erick ini memang jenius bin mantab. Tapi tolong, jangan berhenti dong setelah pengungkapan kasus pertama ini.
Pengungkapan selundupan ilegal milik Ari Ashkara ini harusnya jadi awal pembersihan kesemrawutan di dalam tubuh Garuda. Tentu saja selanjutnya rakyat +62 berharap Erick makin galak membersihkan begundal-begundal BUMN.
Apalagi, ehem, KPK kan mulai dilemahkan. Jadi, jujur saja saya banyak berharap sama Pak Erick.
Sebenarnya sudah banyak kasus di dalam BUMN yang menyeret para petingginya di masa lalu. Kelakuan para petinggi ini menunjukkan adanya permasalahan good coorporate governance yang serius di perusahaan pelat merah.
Khususnya Garuda, belakangan bahkan juga punya banyak lubang dalam masalah keuangan. Seperti sedang melucu sambil nantang, Garuda sempat berani-beraninya membuat skandal laporan keuangan yang kemudian diganjar sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI).
Skandal tersebut terkait pelaporan pendapatan US$28 juta yang ternyata masih piutang. Huwoooow!
Meskipun ketika skandal tersebut terungkap pada Juni 2018 lalu dan Ari belum menduduki jabatan Dirut Garuda, namun kasus Harley kali ini bisa jadi sinyal adanya budaya kotor secara turun temurun. Wes ngoyot berkerak dan sulit diobati..
Nah, kasus moge ini juga bukan kali pertama bagi Ari Ashkara. Sebelumnya, Ari pernah terlibat dalam skandal laporan keuangan 2018 dengan modus menggelembungkan pendapatan saat kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) yang setara Rp3,41 triliun!
Gendeng, gendeng!
Ngomong-ngomong tentang skandal penggede di BUMN, kasus Ari sebenarnya bukan hal baru. Belum lama ini, mantan Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro juga ditangkap KPK. Ia terjerat kasus suap pihak swasta dan sudah menerima vonis.
Tak cukup sampai di situ. Petinggi BUMN lain yang diduga nakal ialah Andra Y. Agussalam, mantan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II. Ia tertangkap tangan menerima suap untuk proyek baggage handling system.
Ada pula mantan pejabat BUMN lain yang juga masih ditahan, kayak Dolly Pulungan dan I Kadek Kertha Laksana yang merupakan mantan petingi di PTPN III. Keduanya tersangkut kasus dugaan suap distribusi gula.
Hmm. Padahal BUMN harusnya jadi salah satu ujung tombak negara secara mandiri dan bisa memberikan sumbangsih bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Juga bertanggung jawab atas penyediaan jasa dan barang yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bukan malah memberi peluang para penyalah gunaan kekuasaan.
Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani, menyatakan Ari Askhara adalah salah satu sosok yang mempersulit adanya kompetisi di dunia penerbangan dan menciptakan kartel.
“Selama ini ada upaya untuk membuat kompetitif, tapi dipersulit. Ini terus terang saya dengan adanya pergantian Dirut Garuda ini, saya sebagai Ketua PHRI dari Sektor pariwisata gembira banget. Kita yang komplain paling berat karena dia penyebabnya, dia menciptakan kartel,” ujar Hariyadi di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (6/12/2019).
Hariyadi secara gamblang mengatakan, Ari mendikte pasar dengan menekan sejumlah online travel agent seperti Traveloka. Akibatnya, bukan hanya harga tiket penumpang pesawat yang tetapi juga kargo.
Selama ini, yang berhak menentukan seluruh posisi direksi dan komisaris adalah Menteri BUMN sebagai pemegang saham. Dampaknya berujung ketidakkompakan antar direksi, sehingga perseroan sulit untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Sebetulnya usulan Erick ini pernah diimplementasikan oleh Menteri BUMN periode 2011-2014 Dahlan Iskan. Namun, kebijakan itu berubah di masa Rini Soemarno.
Dukungan kebijakan ini juga datang dari anggota Komisi VI dari Fraksi Demokrat Herman Khaeron. Dia menilai kebijakan tersebut akan membantu direktur utama membentuk tim yang solid.
Selain mampu membentuk solidaritas, kebijakan tersebut juga akan mempermudah perusahaan pelat merah untuk meningkatkan kinerja. “Sebaiknya dirut memang memiliki kewenangan menentukan direksinya,” kata Herman.
Sebelumnya, keinginan Erick agat direksi dipilih langsung oleh dirut disampaikan oleh Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga. Arya memastikan kebijakan tersebut tidak akan memicu adanya Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) antar direksi. “Ini kan tujuannya untuk kekompakan tim, jadi dia (dirut) yang harus mencari tim itu,” kata Arya, Kamis (21/11).
Selain mengevaluasi direksi, kementerian juga akan mengevaluasi kinerja komisaris. Sebab, Erick menginginkan komisaris BUMN betul-betul menjalankan fungsi pengawasan.
Ke depan, menurut Arya, orang yang dipilih sebagai komisaris harus memiliki pengalaman di bidang bisnis BUMN di mana dia ditempatkan. Dengan begitu, fungsi pengawasan bisa betul-betul berjalan.