Detikkasus.com | Artikel
Tepat 20 Desember 2019 Susi Pudjiastuti baru saja dinobatkan sebagai tokoh paling dikagumi publik. Di sisi lain, keputusan Jokowi tak memasukkan Susi dalam kabinetnya masih terus dipertanyakan. Bagaimana tidak, sebelum Presiden Joko Widodo mengumumkan daftar menteri Kabinet Indonesia Maju 2019-2024, banyak pengamat memprediksi ‘tiga srikandi’ dari kabinet sebelumnya bakal dipertahankan. Satu di antara ketiga sosok tersebut adalah Susi Pudjiastuti, selaku Menteri Kelautan dan Perikanan. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN), Yasin Mohammad, saat itu menilai Susi punya kans besar dipertahankan lantaran dalam lima tahun ke belakang berhasil mencuat sebagai salah satu menteri yang “kinerjanya paling nampak”. Meski beberapa keputusan Susi dianggap kontroversial, menurut Yasin, pada akhirnya Susi lebih sering membuktikan langkah-langkahnya tepat. Selain itu, kebijakan penenggelaman, Susi paling tinggi dibanding menteri sebelumnya. Prestasinya dalam perang melawan illegal fishing patut diapresiasi,” tutur Yasin.
Seiring berjalannya waktu, prediksi Yasin rupanya meleset. Pada 22 Oktober 2019, sosok Susi tak muncul dalam daftar menteri yang diperkenalkan Jokowi di Istana. Nama Susi digantikan oleh sosok Menteri Kelautan dan Perikanan baru yaitu Edhy Prabowo. Keputusan pengangkatan mantan tentara tersebut lantas membuat masyarakat gaduh. Banyak yang menilai Edhy tak punya cukup kompetensi menggantikan Susi. Tagar #WeWantSusi bahkan sempat memuncaki trending topic Twitter Indonesia pada petang hari usai Jokowi mengumumkan daftar menterinya. Wajar karena Susi Jadi Idola Hingga Sekarang Banjir protes karena Susi tak masuk dalam kabinet , bahkan suka atau tidak, sejak kemunculannya di lingkaran pemerintahan, Susi adalah sosok yang banyak dipandang sebagai idola. Bahkan kini, ketika sudah tak menyandang status mentereng sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi masih disukai publik.
Selasa (17/12/2019) kemarin Susi diganjar penghargaan sebagai tokoh publik paling dikagumi alias most admired public figure dalam Line Indonesia Awards 2019. Managing Director Line Indonesia, Dale Kim berkata penghargaan tersebut adalah bagian dari apresiasi terhadap kontribusi Susi sebagai sosok inspiratif di bidang yang digelutiya. Susi danggap telah memberi dampak positif bagi para pengguna Line, khususnya kaum muda. Kim lantas menambahkan, penghargaan ini bukan semata diberikan oleh perusahaannya, tapi seluruh pengguna Line. Sebab, “Line Indonesia Awards 2019 melibatkan pengguna Line untuk secara langsung memilih favorit mereka masing-masing untuk kategori pilihan pengguna,” ujarnya lewat keterangan tertulis.
“Terima kasih kepada Line Indonesia untuk kasih penghargaan Most Admired Public Figure kepada utiku. Mohon maaf tak bisa hadir hari ini karena lagi istirahat, sudah kerja keras 5 tahun. Sekarang kerja menteri sudah selesai, jadi utiku bebas dan bisa istirahat,” ujar cucu Susi, Armand Hilman yang mewakilinya menerima penghargaan tersebut.
Penghargaan ini menambah daftar panjang torehan Susi sepanjang 2019. Pada awal 2019, dia juga berada dalam daftar bergengsi Global Thinkers 2019 versi majalah Foreign Policy. Ia masuk ke dalam kategori 10 besar tokoh yang dianggap punya pengaruh di bidang pertahanan dan keamanan. Medio Juli 2019, Susi Pudjiastuti juga jadi perempuan paling dikagumi di Indonesia menurut survei yang dilakukan YouGov.
Nama Edhy Malah Tenggelam Sebaliknya, sosok Edhy Prabowo–menteri perikanan yang menggantikan Susi—justru terus menerus mendapat cecaran. Edhy sejak awal memang datang dengan sentimen negatif. Menurut Survei Indonesia Political Opinion pada November lalu, namanya menjadi menteri dengan tingkat kepercayaan publik paling rendah, yakni 0,7 persen. Tak cuma itu, belakangan pandangan negatif terhadap Edhy kian santer menyusul munculnya kebijakan-kebijakan kontroversial di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Misalnya, Edhy sempat mengangkat Gellwynn Yusuf, mantan Dirjen Perikanan Tangkap yang pernah dicopot di era Susi Pudjiastuti. Padahal, menurut salah satu arsip wawancara Susi dengan South China Morning Post, Gellwynn merupakan pejabat yang meneken Memorandum of Understanding (MoU) dengan pemerintah Cina sebelum Susi berkantor di KKP pada Oktober 2014. MoU itu pada dasarnya mengizinkan sekitar 1.000 kapal bertonase besar asal Cina untuk mengambil ikan di Indonesia dan menggunakan cantrang.
Dampak MoU antara KKP dengan pemerintah Cina itu terlihat dari anjloknya hasil tangkapan nelayan. Atau yang terbaru, Edhy banyak dikritik lantaran mencabut larangan ekspor benih lobster. Padahal, kebijakan larangan ini merupakan salah satu gebrakan era Susi yang diteken pada 2016 dengan tujuan menekan poteni eksploitasi lobster. Abdul Halim menganggap wacana Edhy kurang tepat, tak strategis dan berpotensi merugikan kepentingan nasional. Menurut Abdul, ekspor benih lobster ke Vietnam dan negara lainnya hanya menguntungkan RI dalam jangka pendek. Sementara dalam jangka panjang, benih lobster bisa habis dan pembudidaya lokal akan terkena getahnya. “Saya juga khawatir Indonesia berubah dari pengekspor benih menjadi importir benih bahkan lobster ukuran besar karena budidaya lobster besar tinggal kenangan,” kata Abdul. Di sisi lain, Edhy tidak kehabisan argumen dan menyebut alasan lain pencabutan larangan itu adalah infrastruktur dalam negeri yang tak memadai. “Kalau tanya saya, saya maunya dibudidayakan di Indonesia.
Tapi infrastrukturnya sesiap apa? Kalau diekspor itu dengan catatan kami tidak bisa besarkan sendiri,” kata Edhy. Namun tentu saja, alih-alih kesepahaman, pembenaran seperti ini memancing kian banyak pihak yang mempertanyakan cara berpikir Edhy. “Pola pikir Pak Menteri keliru. Nikel dengan lobster itu beda. Lobster harus dijaga betul keberlanjutannya,” ujar Periset Mandiri Ekonomi Kelautan Indonesia, Suhana. “Benih lobster, sebaiknya tetap dijaga di alam.”
Nama : Milca Yogasari
Nim : 201910050311079
Prodi : Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Malang