Detikkasus.com | Sul-sel,
Arist Merdeka Sirait Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak kecewa dan marah besar atas vonis 5 tahun penjara dengan denda Rp. 100 juta, subsider 2 bulan kurungan yang diputuskan Pengadilan Negeri Watan Soppeng Sulawesi Selatan, terhadap seorang kepala sekolah SDN Soppeng inisial HMD (52) yang telah terbukti melakukan kejahatan seksual terhadap 14 siswinya secara terus-menerus merupakan satu keputusan yang sangat mengecewakan,16 november 2019.
Selain melecehkan harkat dan martabat para korban, putusan majelis hakim atas perkara kejahatan seksual tersebut merupakan gagal paham terhadap pelaksanaan dari ketentuan UU RI N omor : 17 tahun 2016 tentang penerapan Perpu Nomor : 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa perbuatan dan tindakan kejahatan seksual terhdap anak merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime)
“Oleh karenanya, patutlah jika saya mempertanyakan ada apa sesungguhnya yang terjadi dibalik keputusan itu.
Dengan demikian, untuk memastikan dan mengetahui pertimbangan dan dasar hukum majelis hakim memvonis 5 tahun penjara terhadap kepala sekolah SDN Soppeng, saya akan meminta Tim Investigasi dan Advokasi Hukum K0MNAS Perlindungan Anak untuk segera mempelajari dan mengkaji pertimbangan dan dasar hukum dari vonis ringan tersebut”.
“Vonis ringan majelis hakim atas perkara kejahatan seksual berulang dan terencana yang dilakukan HMD terhadap 12 siswinya adalah putusan hukum yang merendahkan martabat kemanusiaan dan melecehkan nilai-nilai hak asasi manusia”, tambah Arist.
Oleh majelis hakim terdakwa divonis hukuman 5 tahun pidana penjara untuk satu perkara. Sementara terdakwa sesungguhnya memiliki empat berkas perkara.
Berkas perkara nya sendiri ada 4, karena beda waktu kejadian.
Terdakwa sendiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dikenakan pasal 76 E UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor : 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak junto pasal 82 (1); (2), (4), (5) dan (6) UU Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) Nomor : 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Republik Indonesia perubahan atas Nomor : 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak kasus dengan ancaman pidana pokok minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun pidana penjara bahkan dapat diancam dengan hukuman seumur hidup serta dapat pula ditambahkan dengan hukuman “kastrasi” atau kebiri lewat suntik kimia karena dilakukan pelaku secara berulang dan terencana.
Kejahatan seksual berulang yang menjerat terdakwa sendiri dilakukan pada 14 orang siswa sekolah tempat pelaku bekerja.
Perbuatan pelaku diketahui dilakukan di tiga lokasi berbeda di ruang Kepala Sekolah, ruang komputer dan perpustakaanbsekolah dan Kejadian ini terjadi rentang waktu tahun 2014 hingga 2019.(Pajar Saragih).