Jombang – Detikkasus.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang, memeriksa tiga orang perangkat desa Tinggar Kecamatan Bandarkedungmulyo, Kabupaten Jombang, Jawa timur. Jum’at (27/4). Mereka diperiksa terkait kasus dugaan praktek Pungutan liar (Pungli) pada pelaksanaan program sertifikat tanah Proyek operasi nasional agraria (Prona) tahun 2017 yang dilakukan Pemerintah desa Tinggar, Kecamatan Bandarkedungmulyo, Kabupaten Jombang, terhadap ratusan warganya sendiri.
Tiga orang perangkat desa tersebut yakni Huda (Kepala dusun Rejosari), Sucipto (Kepala Dusun Banjaranyar), dan Nasib (Kepala dusun Tinggar).
Kepala dusun Rejosari Nasib, mendatangi pangilan penyidik Kejari Jombang. Jum’at (27/4)
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Jombang, Nurngali, SH, MH, ia membenarkan bahwa pihaknya telah memanggil ketiga orang tersebut.
“Yang bersangkutan, kami panggil untuk dimintai keterangan terkait adanya dugaan praktek Pungli program Prona tahun 2017 didesa Tinggar.” Terang Nurngali. Kepada NusantaraPosOnline.Com. Jumat (27/4)
Nurngali juga menambahkan, bahwa pihaknya serius dalam menangani setiap laporan masyarakat yang masuk ke Kejari Jombang, termasuk Prona di Desa Tinggar.
“Masyarakat tidak perlu khawatir, karena kasus tersebut pasti akan kami tangani, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Ucap Nurngali.
Selain memanggil tiga orang perangkat desa tersebut, Kejari Jombang, juga memeriksa 3 orang warga desa Tinggar yang mengaku ikut menjadi korban Pungli program Prona tahun 2017 yang dilakukan Pemerintah desa Tinggar.
Menurut BH (44), warga desa Tinggar, saya ikut mengajukan sertifikat Prona 2017 saya dipungut biaya Rp 4,5 juta. Saya sempat menanyakan kepada Kepala desa, itu biaya apa saja. Kok mahal ?
Kepala Dusun Banjarayar Sucipto, saat mendatangi pangilan penyidik Kejari Jombang. Jum’at (27/4)
“Kepala desa bilang kesaya itu untuk sangu (uang saku) Polisi, Jaksa, dan BPN. Sudah membayar uang Rp 4,5 juta, saya masih harus membeli patok tanah, dan materai sendiri.” Ucap BH kepada NusantaraPosOnline.Com, menirukan ucapan Kepala desa Tinggar.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah desa Tinggar, dilaporkan oleh Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak) ke Kejaksaan Negeri Jombang pada hari Rabu 11 April 2018, surat laporan No : 216/B-LSM ARAK/ IV/2018.
Adapun materi laporan tersebut adalah, Pemerintah desa Tinggar, diduga telah melakukan praktek Pungli, pada program Prona tahun 2017. Besarnya pungutan tersebut bervariasi mulai dari Rp 600 ribu, hingga Rp 3,8 juta, bahkan lebih. Pungutan tersebut tanpa dasar hukum.
Di Desa Tinggar, terdapat sedikitnya 570 petak tanah, warga yang mendaftar pada program Prona 2017. Jika dihitung satu sertifikat dikenakan Pungli rata-rata Rp 1 juta. Jadi jika Rp 1 juta x 570 = Maka uang pungli terkumpul kisaran Rp 570 juta, bahkan bisa lebih. Uang hasil pungutan tersebut, diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Kepala desa dan perangkat desa Tinggar.
Meski sudah dipalak atau membayar sejumlah uang, kepada Pemerintah desa, warga masih diminta membeli patok tanah, dan materai sendiri.
Mengutip pernyataan Kepala BPN Jombang, Ribut Hari Cahyono, dikantornya BPN Jl. KH. Wahid Hasyim No.112, Kepatihan, Kec. Jombang, Kabupaten Jombang, kepada NusantaraPosOnline.Com. Bahwa program percepatan pendaftaran tanah sistematis, atau yang dikenal oleh masyarakat program Prona, itu digratiskan kepada masyarakat. BPN tidak memungut biaya apa-apa dari masyarakat.
Biaya yang boleh dibebakan kepada masyarakat hanya biaya untuk pembelian patok, meterai, biaya foto kopi berkas dalam proses pembuatan sertifikat.
Dalam pengajuan sertifikat Prona, masyarakat diberi kemudahan, yakni masyarakat tidak perlu dibuatkan Akta yang dibuat oleh Pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Masyarakat cukup dengan surat pernyataan diatas materai.
Oleh karena itulah masyarakat pemohon sertifikat Prona, tidak dikenakan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Tanggal 22 Mei 2017 besarnya pungutan tersebut sudah ditentukan dalam Surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri.
Kepala dusun Rejosari Huda, saat mendatangi pangilan penyidik Kejari Jombang. Jum’at (27/4)
SKB tiga menteri, yakni Menteri Agraria dan tata ruang, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan Transmigrasi. Nomor : 25/SKB/V/2017, Nomor : 590-31674 tahun 2017, dan Nomor : 34 Tahun 2017, Tertanggal 22 Mei 2017. Tentang pembiayaan persiapan tanah sistematis, atau sertifikat Prona. Pemerintah desa/kelurahan di pulau Jawa hanya diperbolehkan memungut biaya kepada masyarakat sebesar Rp 150 ribu / sertifikat.
Intinya masyarakat hanya boleh dipungut biaya Rp 150/sertifikat. Dan tidak ada pungutan apa-apa lagi.
Sebagai informasi, Pemerintah desa Di Jombang, tidak punya kewenangan menarik pungutan pajak peralihan hak atau pajak BPHTB, kepada Masyarakat. Karena yang punya kewenangan adalah Pemkab Jombang.
Jadi kalau ada Kepala desa yang memungut biaya peralihan hak atas tanah kepada warganya, dengan dalih biaya kertas segel, atau biaya pengurusan surat-surat tanah didesa itu, dan uangnya digunakan untuk kepentingan pribadi Kepala desa dan perangkat desa, itu sama dengan Pungli. kalau terbukti bisa dipidana. (rin/yan)