Detikkasus.com | TULUNGAGUNG – menempati posisi tertinggi kasus DBD di Jawa Timur dengan 249 pasien, tiga di antaranya meninggal dunia.
Menurut Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung, Didik Eka, ledakan angka DBD dipicu anomali cuaca setiap lima tahun.
Selain itu faktor angka bebas jentik di Tulungagung yang hanya 88 persen.
Padahal standar yang ditetapkan Kemenkes, angka bebas jentik minimal 95 persen.
Artinya, dari total permukiman di Tulungagung, 12 persen di antaranya masih ada jentik nyamuk.
Lokasi-lokasi temuan jentik ini sama persis dengan titik kasus DBD yang saat ini mencuat.
Bahkan menurut Didik, setiap tahun titik yang terserang selalu sama.
“Kalau kita perhatikan, misalnya tahun lalu desa A RT, RW sekian kita fogging.
Tahun ini di lokasi yang sama juga difogging lagi karena ada kasus DBD,” ungkap Didik,
Selain itu kebiasaan budidaya ikan juga turut memicu perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti, vektor DBD.
Kebiasaan dimaksud adalah, para pembudidaya biasa menyiapkan air dalam kolam dalam beberapa hari.
Mereka baru memasukkan benih ikan jika di dalam kolam sudah ada jentik nyamuk.
Alasannya jika sudah ada jentik, maka PH air memungkinkan ikan hidup dengan resiko kematian kecil.
Selain itu jentik nyamuk juga menjadi makanan benih ikan yang baru dimasukkan.
“Kebiasaan ini yang berbahaya, karena nyamuk bisa berkembang biak,” sambung Didik.
Saat ikan selesai dipanen, kolam yang berada di dalam tanah juga tidak bisa dikuras sempurna, kecuali dengan mesin pompa air.
Saat hujan kolam ini menampung air dan menjadi sarang nyamuk.
“Kebiasaan ini juga linier dengan kasus DBD yang terjadi,” ujar Didik. (Wd)