Detikkasus.com | Kabupaten Pelalawab, Pengembalian temuan BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan), bukan langsung ke PTUN sebagaimana yang telah diberitakan satu hari lalu, ucap Pranseda Simanjuntak SH melalui sambungan seluler pada Jumat (11/1/19) di Pangkalan Kerinci.
Tapi kalau yang benar sesuai dengan aturannya, kepada yang bersangkutan diberi waktu selama 60 hari oleh Inspektorat untuk mengembalikan temuan BPK itu. Bila mana yang bersangkutan tidak mengembalikan kerugian negara hasil temuan BPK itu, maka Inspektorat menyerahkannya kepada MTGR (majelis tuntutan ganti rugi) untuk memanggil langsung yang bersangkutan. Dan jika tidak ada juga penyelesaian setelah sampai ditangan MTGR, maka temuan BPK itu diserahkan kepada pihak Kejaksaan, sebutnya.
Pernyataan ini disampaikannya setelah meralat berita pertama judul “pengembalian kerugian negara temuan BPK di Pelalawan disorot” hingga memuat berita ralat judul “LSM KPKN Pertanyakan Dana Hibah Temuan BPK 2014,”. Disampaikannya, pada tahun 2014, pondok pesantren Modern MM (Manbaul Ma’arif) yang terletak di Desa Tambak, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau, menerima belanja dana hibah sebesar Rp 1.000.000.000, (satu miliar rupiah), terangnya.
Dana itu dipergunakan untuk kegiatan pembangunan pada pondok pesantren tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan dari dana itu, ada indikasi mark up. Sehingga terdapat kerugian negara yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh pihak pondok pesantren Modern MM sebagaimana yang telah jadi temuan BPK sebesar Rp. 342.860.755, jelasnya.
Dana yang tidak bisa dipertanggung jawabkan oleh pihak pondok pesantren Modern MM sebesar Rp 300 juta lebih. LSM KPK Nusantara Kabupaten Pelalawan akan menyelidiki temuan BPK itu, apakah telah dikembalikan ke kas negara atau belum. Jika belum ada pengembalian, harusnya diproses secara hukum, tegas Juntak.
Dalam temuan BPK itu disebutkan kalau pondok pesantren tersebut berada dibawah naungan yayasan H.M.H. Namun dalam keterangan BPK itu ijelaskan bahwa, pada tahun 2009 H.M.H sudah mengundurkan diri dari kepengurusan yayasan pendidikan itu, tapi ternyata dalam pengajuan belanja dana hibah tersebut, tertera, H.M.H sebagai pembina 1 yayasan itu, tukasnya.
Dan atas kesilafan penulisan nama narasumber serta keterangannya, wartawan ini meminta maaf. Sebab pada berita sebelumnya salah menulis nama narasumber dengan “Franden Simajuntah SH” yang sebenarnya Pranseda Simanjuntak SH. (Sona)