Detikkasus.com | Indonesia – Provinsi Jatim – Kabupaten Tuban, 2018.
BPJS Kesehatan Cabang Bojonegoro gelar Gathering bersama Pemkab Tuban dan para awak media terkait implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Senin (10/12/2018) di salah satu rumah makan.
Dalam sambutannya, Kepala Cabang BPJS Kesehatan Bojonegoro, Janoe Tegoeh Prasetijo menerangkan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tersebut memuat beberapa penyesuaian aturan pada sejumlah aspek. Pertama, berkaitan dengan status kepesertaan. Bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah menjadi peserta JKN-KIS dan tinggal di luar negeri selama 6 bulan berturut-turut, dapat menghentikan kepesertaannya sementara dan tidak mendapat manfaat jaminan BPJS Kesehatan. Jika sudah kembali ke Indonesia, peserta tersebut wajib melapor ke BPJS Kesehatan dan membayar iuran paling lambat 1 bulan sejak kembali ke Indonesia. Jika sudah lapor, ia pun berhak memperoleh kembali jaminan kesehatan. Aturan ini dikecualikan bagi peserta dari segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) yang masih mendapatkan gaji di Indonesia, “ujar Janoe.
Sementara itu, terkait aturan Suami Istri yang sama-sama bekerja, maka keduanya wajib didaftarkan sebagai peserta JKN-KIS segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) oleh masing-masing pemberi kerja, baik pemerintah ataupun swasta. Keduanya juga harus membayar iuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Suami dan istri tersebut berhak memilih kelas perawatan tertinggi. Selain itu, jika pasangan suami istri tersebut sudah mempunyai anak, maka untuk hak kelas rawat anaknya, dapat ditetapkan sejak awal pendaftaran dengan memilih kelas rawat yang paling tinggi.
Sedangkan, bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa juga ditetapkan masuk dalam kelompok peserta JKN-KIS segmen PPU yang ditanggung oleh pemerintah. Perhitungan iurannya sama dengan perhitungan iuran bagi PPU tanggungan pemerintah lainnya, yaitu 2% dipotong dari penghasilan peserta yang bersangkutan dan 3% dibayarkan oleh pemerintah, “tegasnya.
Lebih lanjut, Janoe juga menyampaikan berdasarkan Perpres menjelaskan bahwa bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Jika sudah didaftarkan dan iurannya sudah dibayarkan, maka bayi tersebut berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Khusus untuk bayi yang dilahirkan dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), maka secara otomatis status kepesertaannya mengikuti orang tuanya sebagai peserta PBI.
Sedangkan, untuk bayi yang dilahirkan bukan dari peserta JKN-KIS, maka diberlakukan ketentuan pendaftaran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) pada umumnya. Harus melakukan verifikasi pendaftarannya dalam kurun waktu 14 hari kalender. Oleh karenanya, kami mengimbau para orang tua untuk segera mendaftarkan diri dan keluarganya menjadi peserta JKN-KIS, agar proses pendaftaran dan penjaminan sang bayi lebih praktis, “terangnya.
Kedua, dalam Perpres tersebut memberi ketegasan mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak. Status kepesertaan JKN-KIS seseorang dinonaktifkan jika tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan. Status kepesertaan JKN-KIS peserta tersebut akan diaktifkan kembali jika ia sudah membayar iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk 24 bulan. Ketentuan ini berlaku mulai 18 Desember 2018 nanti.
Di samping itu, perihal Denda Layanan Sementara diberikan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran. Jika peserta tersebut menjalani rawat inap di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam waktu sampai dengan 45 hari sejak status kepesertaannya aktif kembali, maka ia akan dikenakan denda layanan sebesar 2,5% dari biaya diagnosa awal INA-CBGs. Adapun besaran denda pelayanan paling tinggi adalah Rp 30 juta.
Ketentuan denda layanan dikecualikan untuk peserta PBI, peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dan peserta yang tidak mampu. Ketentuan ini sebenarnya bukan untuk memberatkan peserta, tapi lebih untuk mengedukasi peserta agar lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya membayar iuran bulanan. Jangan lupa, di balik hak yang kita peroleh berupa manfaat jaminan kesehatan, ada kewajiban yang juga harus dipenuhi, “kata Janoe.
Janoe menyebutkan, Program JKN-KIS merupakan amanah negara yang harus dipikul bersama. BPJS Kesehatan tidak dapat berdiri sendiri mengelola program jaminan kesehatan. Masing-masing pihak memiliki peran penting untuk memberikan kontribusi sesuai dengan otoritas dan kemampuannya.
Perpres Nomor 82 Tahun 2018 juga mendorong kementerian, lembaga, dan para pemangku lainnya untuk melakukan perbaikan di berbagai aspek, mulai dari sisi pelayanan kesehatan, manajemen sistem rujukan, pengawasan terhadap pelayanan kesehatan, koordinasi manfaat, koordinasi penjaminan pelayanan, hingga mengoptimalkan upaya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Program JKN-KIS. Dengan adanya landasan hukum baru tersebut, semoga peran kementerian/lembaga terkait, Pemerintah Daerah, manajemen fasilitas kesehatan, dan stakeholder lainnya yang terlibat dalam mengelola JKN-KIS bisa kian optimal, harapnya.
(Mam/MCT)