Detikkasus.com | Kabupaten Pelalawan, Kalau secara hukum, Pak Ketua DPRD Pelalawan Nasarudin SH, MH, telah melawan hukum. Pasalnya seorang pejabat tidak boleh menerima pemberian apapun karena jabatannya.
Demikian ditegaskan oleh kepala Desa Pangkalan Tampoi Rogaya kepada media ini Selasa (6/11/18) di hotel Meranti Pangkalan Kerinci. Hal ia disampaikan atas persoalan lahan seluas 50 hektar yang diduga telah dikuasai oleh ketua DPRD Pelalawan. Sementara lahan itu untuk tanaman kehidupan bagi masyarakat Desa Pangkalan Tampoi, Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Palalawan, Propinsi Riau.
Diceritakan Rogaya, masyarakat memperjuangkan lahan tanaman kehidupan dari PT. Arara Abadi itu sejak tahun 2015. Alhasil perjuangan itu dibantu oleh ketua DPRD Pelalawan Nasarudin dan anggota DPRD Pelalawan Habibi Hapri.
Keberhasilan mendapatkan lahan pelepasan dari HTI perusahaan itu, kedua anggota Dewan tersebut tidak minta apa-apa dari masyarakat. Tapi keduanya meminta kontribusi langsung dari perusahaan PT. Arara Abadi.
Setelah lahan seluas 800 hektar diserahkan PT. Arara Abadi kepada masyarakat Pangkalan Tampoi, masyarakat membuat berita acara pelepasan seluas 150 hektar. Lahan seluas 150 hektar itu bagi tiga. Seluas 50 hektar untuk pak ketua DPRD Pelalawan, seluas 50 hektar untuk pak Habibi Hapri dan seluas 50 hektar lagi dibagikan untuk tim yang memperjuangkan lahan tanaman kehidupan itu, jelasnya.
Dikatakannya, masyarakat tidak mau menuntut lahan tersebut kepada kedua anggota Dewan itu, karena itu dianggap sebagai ucapan terima kasih atas bantuan mereka, imbuhnya lagi.
Persoalan itu berawal dari pembangunan masjid yang tidak direalisasikan di Desa Pangkalan Tampoi oleh aparat desa.
Menurut masyarakat Pangkalan Tampoi Anto, dari lahan pelepasan dari HTI PT. Arara Abadi untuk tanaman kehidupan, sebagian telah dijual. Kesepakatan masyarakat Pangkalan Tampoi, sebesar Rp 500 juta dari penjualan lahan itu untuk pembangunan masjid di desa itu. Lahan telah lama terjual dan dananya telah diserahkan oleh pembeli, tapi sampai hari ini masjid belum direalisasikan, sesal mantan Kades Pangkalan Tampoi itu.
Rogaya yang dikonfirmasi terkait masalah dana sebesar Rp 500 juta itu mengaku sudah klear. Pembangunan masjid masih ditunda karena persoalan jual beli lahan itu belum selesai.
Dijelaskannya, lahan yang mau dijual kepada pembeli seluas 50 hektar dengan harga Rp 15 juta perhektar. Sehingga masyarakat telah menerima uang sebesar Rp 750 juta dari pembeli, tapi lahan yang 50 hektar lagi kekurangan seluas 10 hektar. Sehingga pembangunan masjid itu terkendala dengan kekurangan lahan yang dijual kepada pembeli itu, sebutnya.
Persoalan kekurangan lahan ini telah dibicarakan kepada pembeli supaya mau menerima lokasi rawa. Pembeli lahan sudah menyetujui lahan rawa untuk menggenapkan kekurang yang 10 hektar lagi. Sehingga masjid tersebut tinggal mau dibangun dan tidak ada lagi masalah, tukasnya. (Sona)