Detikkasus.com | Wacana akan dipindahkanya Ibukota Indonesia mulai santer diperbincangkan kembali akhir-akhir ini. Sebenarnya, ini bukan kali pertama bagi Indonesia, pemerintah berencana untuk memindahkan Ibu Kota. Karena sejak pemerintahannya Soekarno pemindahan Ibu Kotapun sudah pernah terjadi. Jika kita tengok kembali pada sejarah, sejak masa colonial penjajahan dahulu wacana akan pemindahan Ibu Kota sudah terjadi. Pada tahun 1946 tepatnya 4 Januari, pusat pemerintahan secara resmi dipindahkan di Yogyakarta. Ini merupakan pemindahan Ibu Kota yang pertama, kemudian pada tahun 1948 Ibu Kota kembali dipindahkan ke Bukittinggi Sumatra Barat, tepatnya pada 19 Desember. Dan lagi-lagi Ibu Kota dipindahkan kembali, pemindahan yang ketiga ini, pusat pemerintahan ditempatkan di Bireuen Aceh. Namun dari semua pemindahan Ibu Kota yang telah dilakukan, Bireuenlah yang memiliki jangka waktu paling singkat, terhitung hanya berlangsung selama seminggu. Alasan dari semua pemindahan sama, yaitu karena daerah pemindahan berhasil ditaklukkan oleh Belanda kembali. Dan pada 1950an Presiden Soekarno juga pernah menyuarakan bahwa Palangka Raya Kalimantan Tengah menjadi Ibu Kota Indonesia yang baru, atau dengan kata lain menjadi Ibu Kota alternative, bagi Indonesia. Menurut Soekarno Palangka Raya lebih tepat menjadi pusat pemerintahan dibandingkan dengan Jakarta yang dianggap sesak dan penuh dengan simbol-simbol colonial penjajahan.
Kembali lagi pada saat sekarang ini, wacana akan dipindahkannya pusat pemerintahan di luar Jakarta mulai ramai diberbincangkan kembali. Melihat pada 2017 Presiden Jokowi Dodo juga telah menyuarkan hal yang serupa. Dan sampai detik ini wacana pemindahan pusat pemerintahan tersebut terus bergulir. Benar tidaknya rencana pemindahan tersebut diperkuat dengan adanya keputusan Presiden Jokowi, yang memutuskan Ibu Kota negara akan dipindah ke luar Jawa. Setelah sebelumnya terdapat tiga opsi dimana Ibu Kota akan dipindahkan, opsi yang pertama tetap membiarkan Ibu Kota berada di Jakarta dengan pengkhususan Monas dan Istana sebagai kantor pemerintahan dan kementrian. Kemudian opsi yang kedua yaitu dengan memindahkan pusat pemerintahan dengan radius 50-70 km. Dan opsi yang terakhir adalah dengan memindahkan Ibu Kota ke luar Pulau Jawa.
Terkait dengan adanya wacana pemindahan Ibu Kota tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat ataupun para ahli ekonom dan politik. Seperti halnya ahli Ekonomi UGM Tony Prasentiantono yang kurang setuju apabila Ibukota negara dipindahkan. Karena menurutnya proses pemindahan tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit. Setidaknya negara butuh dana sebesar 500 Triliun rupiah. Dengan alokasi anggaran yang cukup besar, di khawatirkan akan memyebabkan masalah baru seperti membengkaknya hutang Indonesia. Sehingga menurutnya daripada anggaran dana tersebut digunakan untuk mendanai proyek pemindahan Ibu Kota, akan jauh lebih baik anggaran tersebut digunakan untuk melakukan pembangunan yang lain dengan tujuan tetap untuk pemerataan pembangunan. Sedangkan menurut Kepala Bapennas Bambang Brodjonegoro dana yang dibutuhkan negara untuk merealisasikan proyek tersebut adalah sekitar 466 Triliun dengan memakan waktu pemindahan kurang lebih 20 tahun. Sumber: Metrotvnews
Nirwono Joga, seorang Pakar Perkotaan, berpendapat bahwa tidak tepat jika rencana pemindahan Ibu Kota ini dengan beralasan oleh adanya masalah macet dan urbanisasi yang ada di Jakarta. Menurutnya pemerintah harus menyiapkan alasan yang lebih kuat lagi. Melihat proses pemindahan Ibu Kota memerlukan waktu yang lama. Dengan masa periode pemerintahan yang hanya sampai 5 tahun saja. Oleh karena itu perlu adanya kesepakatan parpol supaya proyek ini tidak berhenti ditengah jalan, ketika terjadi perpindahan kepemimpinan negara.
Kemudian untuk tata ruangnya sendiri dipelukan luas lahan sekitar 30-40.000 hektar. Sumber: https://www.mongabay.co.id
Lalu bagaimanakah dengan pendapat Masyarakat dan Mahasiswa terkait rencana pemindahan Ibu Kota Indonesia tersebut? Dari hasil tanya jawab yang sudah dilakukan, ternyata banyak pro dan kontra atas adanya kebijakan tersebut. Seperti halnya Sinta Nur (19th) salah satu Mahasiswa Bina Nusantara Malang atau yang familiar dengan BINUS, Jurusan Ilmu Komunikasi. Menurutnya terkait rencana pemindahan Ibu Kota tersebut memang perlu di realisasikan, melihat kondisi Jakarta saat ini yang semakin carut-marut. Ia mengatakan bahwa “ Kalau ditanya setuju atau tidak terkait pemindahan Ibu Kota Indonesia, maka jawaban saya setuju, mengapa? Ya menurut saya Jakarta itu sudah terlalu dipenuhi dengan banyak masalah, seperti kemacetetan, kemiskinan, banjir, dan tingginya pertumbuhan penduduk. Sehingga menurut saya kebijakan tersebut sudah tepat. Setidaknya Indonesia harus berani mengambil resiko, sekalipun resiko terburuknya adalah terjadinya pembengkakan utang negara”. Ketua Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia, Mahawan Karuniasa juga mengatakan hal yang serupa, menurutnya Jakarta sudah melampaui daya dukung sebagai pusat Ibu Kota negara. Sumber: https://www.mongabay.co.id
Sedangkan menurut Mohamad Faisal (20th) Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Jurusan Perternakan, tidak setuju dengan adanya wacana pemindahan Ibu Kota Indonesia. Ia mengatakan “ Menurut saya Ibu Kota tidak perlu dipindahkan, karena saya pikir kebijakan tersebut hanya akan menimbulkan masalah baru seperti pembengkakan utang negara. Jika memang pemerintah menginginkan pemerataan pembangunan, mengapa dana tersebut tidak digunakan untuk mengembangkan sektor-sektor yang lain, dengan tujuan tetap untuk pemerataan pembangunan”. Begitupun pendapat Puji Irawan seorang pegawai KSP (28th ) Ia juga tidak setuju dengan adanya kebijakan tersebut,dengan alasan yang serupa. Kebijakan pemindahan Ibu Kota tersebut memang dipenuhi pro dan kontra. Namun apa yang ada dipikiran pemerintah adalah berusaha memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang ada. Begitupun dengan kebijakan pemidahan Ibu Kota ini. Pemerintah menilai Jakarta sudah tidak layak dijadikan Ibu Kota, melihat berbagai permasalahan yang terjadi saat ini. Seperti permasalahan kemacatan saja, selain menghambat waktu juga menimbulkan kerugian yang cukup besar. Menurut data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), kerugian yang dialami setiap tahunnya sekira 67,5 Triliun di Jakarta, sedangkan untuk wilayah jabodetabek mencapai 100 Triliun. Jadi dengan demikian bisa diliat bahwa kemacetan juga menimbulkan banyak kerugian. Selain itu kebijakan ini diambil juga karena adanya prediksi Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi dunia ke-4 di 2030. Medrilzam, Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, juga mengatakan bahwa terkait adanya rencana pemindahan Ibu Kota tersebut selain harus melihat isu lingkungan, juga harus melihat dari segi ekonomi lingkungan, dan juga pertahanan keamanan. Sumber: https://www.mongabay.co.id
Apapun yang menjadi kebijakan pemerintah sudah tentu memiliki alasan yang komplek. Jika itu baik adanya mengapa tidak kita dukung dan awasi bersama. apalagi isu adanya pemindahan Ibu Kota ini sudah ada sejak zaman Belanda, era Soekarano, Soeharto, SBY dan sampai saat ini Jokowi. Sehingga sebenarnya ini bukan permasalahan baru lagi. Lalu akankah dipemerintahan Jokowi Dodo proyek tersebut benar-benar dapat terealisasikan? Atau berulang kembali hanya menjadi isu yang tidak terlaksanakan? Apapun yang menjadi kebijakan dan keputusan pemerintah juga semata-semata demi kebaikan dan kemajuan negara ini, jadi kita sebagai masyarakat sipil hanya perlu mendukung dan mengawasinya.
Nama : Puji Susilo Asih
Jurusan : Ilmu Pemerintahan (FISIP), UMM
Angkatan : 2018