Indonesia – Provinsi Jawa Tengah – Kabupaten Demak, Detikkasus.com, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Demak sangat mendukung langkah Pemkab Demak menjemput warga Demak yang ikut disandera di Mimika, Papua. Kami sangat prihatin akan terjadinya hal tersebut, semoga warga kita sehat dan selamat sampai dapat bertemu dengan keluarga kembali. Ujar Fahruddin Slamet Wakil Ketua DPRD Kabupaten Demak.
Penyanderaan yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua membuat puluhan warga di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, khawatir. Setidaknya ada 34 warga asli Demak ikut disandera di sana.
Kapolres Demak, AKBP Sonny Irawan, memaparkan 34 warga Demak tersebut tepatnya berasal dari Desa Kedondong, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak. Laporan diwakilkan oleh Kades Kedondong, Sistianto, ke Unit Intel Polres Demak.
“34 warga Kedondong lapor ke kepala desa. Kepala desa kemudian ke unit intel. Mereka mulai khawatir karena keluarga di Tembagapura tidak bisa dikontak dan ramai pemberitaan soal penyanderaan,” kata Sonny kepada wartawan. “Laporannya sekitar tanggal 9 atau 10 November kemarin,” imbuhnya
Tindak lanjut pun dilakukan dan ternyata memang benar 34 nama warga Kedondong tersebut masuk dalam catatan warga yang disandera KKB.
“Ternyata memang masuk yang disandera, nama-namanya lengkap,” pungkas Sonny.
Pihak Polres Demak kemudain berkoordinasi dengan Polda Jawa Tengah. Karena hal ini merupakan kasus nasional, maka dikoordinasikan juga ke Mabes Polri.
“Kami tampung laporan. Tindak lanjut ke Polda Jateng. Karena ini nasional, Polda koordinasi dengan tingkat Mabes. Pemerintah sedang mengupayakan negosiasi,” kata Sonny.
Dari keterangan warga, lanjut Sonny, warga Demak yang disandera merupakan perantauan di Banti, Tembagapura. Kontak dengan keluarga selalu terjalin dan beberapa bulan sekali pulang ke Demak. Sehingga pihak keluarga sangat khawatir ketika tidak ada kabar.
“Mereka itu perantauan, ada yang sudah 10 tahun di sana. Setiap beberapa bulan pulang,” tandasnya.
Untuk diketahui, KKB menyandera 1.300 orang di Desa Kimbely dan Desa Banti. Saat ini hanya perempuan yang diperbolehkan meninggalkan wilayah kampung untuk mencari kebutuhan pangan. TNI dan Polri berusaha mengedepankan cara persuasif untuk menangani kasus tersebut. (Buulolo)