Tugas Debt Collector Hanya Menagih Hutang, bukan Sebagai Eksekusi, Ini Undang-Undangnya.

 

Detikkasus.com | BERIKUT INI PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

Meskipun Fidusia memiliki kekuatan Eksekutorial, namun tetap harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Fidusia merupakan hukum perdata, dalam Eksekusi Objek Fidusia harus berdasarkan putusan pengadilan yang dilaksanakan oleh juru sita yang dipimpin oleh ketua Pengadilan sebagaimana dijelaskan dalam “Het Herziene Indonesisch Reglement” (HIR) pasal 195 ayat 1 yang berbunyi :
“Keputusan hakim dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh pengadilan negeri, Dilaksanakan atas perintah dan dibawah pimpinan ketua pengadilan negeri yang memeriksa perkara itu, menurut cara yang diatur dalam pasal”pasal berikut (Rv 350, 360 IR 194)”.
Dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 54 ayat 1 yang berbunyi : sebagai berikut :
“Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita yang dipimpin oleh ketua pengadilan”.

Baca Juga:  M Rodhi Irfanto : Terkait OTT Oknum Wartawan Mengaku Anggota Media Policewatch Yang Terlibat Bukan Tanggung Jawab Redaksi

Maka Eksekusi Objek Jaminan Fidusia harus tetap dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Sementara Tugas Debt Collector hanya menagih hutang, bukan sebagai Eksekusi, sesuai arti dari namanya :
“DEBT = HUTANG” & “COLLECTOR = PENAGIH”

Jika anda mengalami sebuah hal di atas yakni mendapatkan paksaan dari Debt Collector Laporkan ke pihak penegak hukum kepolisian terdekat;

Perbuatan Debt Collector merupakan ancaman atau pelanggaran Hukum, Merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Ketentuan pidana mengenai pengancaman diatur dalam Bab XXIII tentang Pemerasan dan Pengancaman KUHP. Mengenai ancaman kekerasan diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP:

Baca Juga:  Rutin Antisipasi Gangguan Kamtibmas Personil Polsek Sawan Lakukan Pengawasan di Obyek Wisata Pantai Kerobokan

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Baca : https://detikkasus.com/bank-indonesia-dalam-surat-edaran-bi-nomor-15-40-dkmp/

Penjelasan Pasal 368 Ayat (1) KUHP sebagai pemerasan dengan kekerasan:

1. Memaksa orang lain;

2. Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang;

3. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;

Baca Juga:  Plt. Gubernur Harap Lapas Beri Layanan Terbaik.

4. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.

Dasar hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

3. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2016 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

RANGKUMAN : PRIYA: ILYAS PIMRED.
a. Detikkasus.com
b. Beritapolisi.id
c. Radarbangsa.co.id
d. www.jejakkasus.info
e. Jejakkasusjabar.com

f. Beritacybercrime.com
g. Mediasaberpungli.com
h. Sidakkasus.com
i. Jejak-kasus.com

Email Pengaduan: harianjejakkasushebat@yahoo.com

Telp / Wa; 082243319999.
Sekretariat; Dlanggu – Mojokerto – Jawa Timur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *