Sangsi Berat Untuk Debt Collector dapat di Jerat dengan Pasal 368 & pasal 365 KUHP

Oleh : Supriyanto alias Ilyas (Pria Sakti) Ketua Umum Generasi Muda Indonesia Cerdas Anti Korupsi ( GMICAK).

(GMICAK) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0009961.AH.01.07.Tahun 2019.

Detikkasus.com | Kerapnya tindak pidana perampasan yang dilakukan oleh Oknum Jasa Pengumpulan Utang ( Debt Collector /’Leasing) di jalan penarikan secara Paksa, Ketua Umum Gmicak memberikan pemaparan atau wawasan kepada Masyarakat luas di indonesia.

Penagihan utang adalah proses mengejar pembayaran utang yang terhutang oleh individu atau bisnis. Sebuah organisasi yang mengkhususkan diri dalam penagihan utang dikenal sebagai agen penagihan atau debt collector

Debt Collector kerap kali melanggar Hukum dikenakan sanksi Pidana. Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah jelas menegaskan bahwa: Karena tekankan bahwa ketika Anda memiliki Utang segeralah melunasinya. Supaya Anda terbebas dari segala kemungkinan yang merugikan Anda baik materiil maupun immateriil.

Terkait dengan utang tersebut, Anda memang harus bertanggung jawab yaitu dengan tetap mengusahakan pembayaran/pelunasannya. Anda telah melakukan langkah yang benar dengan membicarakannya dengan pihak bank sehingga dapat dilakukan re-scheduling (penjadwalan ulang) terhadap pembayaran utang pada bank.

Jika Debt Collector tetap melakukan penyitaan atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitor (dalam hal ini Anda) secara melawan hukum, maka Anda dapat melaporkan debt collector tersebut ke polisi. Perbuatan debt collector tersebut dapat dijerat dengan Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang pencurian atau jika dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan maka bisa dijerat dengan Pasal 365 ayat (1) KUHP.

Baca Juga:  Tanggamus Bersinergi untuk Wujudkan APBD Sehat dan Bermanfaat

Pasal 362 KUHP:

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Pasal 365 ayat (1) KUHP:

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

Untuk mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan Fidusia, POLRI menerbitkan Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2011 yang berlaku sejak 22 Juni 2011. Hal ini juga pernah dibahas pada hukumonline di link ini

Tujuan di terbitkannya Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2011 Untuk menyelenggarakan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan; melindungi keselamatan Penerima Jaminan Fidusia, Pemberi Jaminan Fidusia, dan/ atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan/ atau keselamatan jiwa.

Baca Juga:  Proyek Normalisasi, Sangat Menolong Warga, Sukses untuk CV Abadi Jaya

Meliputi apa sajakah objek pengamanan jaminan fidusia?
Meliputi benda bergerak yang berwujud, benda bergerak yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.

Persyaratan untuk dapat dilaksanakannya eksekusi terhadap objek jaminan fidusia?
Dalam Peraturan Kapolri tersebut, untuk melaksanakan eksekusi atas jaminan fidusia dimaksud harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu:
(1) ada permintaan dari pemohon;
(2) objek tersebut memiliki akta jaminan fidusia;
(3) objek jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia;
(4) objek jaminan fidusia memiliki setifikat jaminan fidusia;
(5) jaminan fidusia berada di wilayah negara Indonesia.

Untuk mengajukan permohonan pengamanan eksekusi?
Mengenai proses pengamanan eksekusi atas jaminan fidusia ini tercantum dalam pasal 7 Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2011, dimana permohonan pengamanan eksekusi tersebut harus diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atau kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi dilaksanakan. Pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia bila permohonan diajukan oleh kuasa hukum penerima jaminan fidusia.

Yang harus dilampirkan dalam mengajukan permohonan pengamanan eksekusi?
Untuk pengajuan permohonan eksekusi, pihak pemohon eksekusi harus melampirkan
(1) Salinan akta jaminan fidusia;
(2) Salinan sertifikat jaminan fidusia;
(3) Surat peringatan kepada Debitor untuk memenuhi kewajibannya, dalam hal ini telah diberikan pada Debitor sebanyak 2 kali dibuktikan dengan tanda terima;
(4) Identitas pelaksana eksekusi;
(5) Surat tugas pelaksanaan eksekusi.

Baca Juga:  Workshop dan Ground Breaking Science Techno Park Poltekkes Kemenkes RI

Dalam hal demikian, maka sebagai termohon memiliki mempunyai bukti pembayaran atau pelunasan yang sah maka petugas Polri yang ditunjuk bisa menunda atau menghentikan pelaksanaan eksekusi, lalu membawa dan menyerahkan petugas yang ditugaskan pemohon kepada penyidik Polri untuk penanganan lebih lanjut dan membawa pihak termohon dan pemohon eksekusi ke kantor kepolisian terdekat untuk penanganan lebih lanjut.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor 35 tahun 2018 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan.

Debt Collector / Deskripsi’Leasing : Secara
langsung / spontan mengambil alih kendaraandengan gagahnya di jalan tanpa sebelumnya menunjukan surat tugas dan surat kuasa dari kreditur yang bersangkutan, padahal dengan alasan apapun perbuatan tersebut tidak di benarkan karena hal ini masuk dalam kasus perdata.

Pasalnya tindakan menimbulkan cicilan kendaraan (mobil atau motor) adalah perkara hukum perdata. Tetapi, bukan berarti nasabah dapat bebas dari beban angsuran/ cicilan karena merupakan kasus perdata yg dapat diselesaikan lewat pengadilan perdata

Perampasan dan pengambilan unit dijalan dapat dikategorikan tindak pidana tentang pencurian dengan kekerasan atau perampasan dan dapat dijerat dengan pasal 368 & pasal 365 KUHP Ayat 2, 3 dan 4 junto pasal 335. (Pria Sakti)

Semoga Bermanfaat!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *