Tambang timah inkonvensional (TI) di DAS Belo Laut, Kec. Muntok merusak lingkungan dan ekosistem laut

Tambang timah inkonvensional (TI) Merusak
DAS Belo Laut, Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Bangka Barat | detikkasus.com – Pada dasarnya Pada dasarnya Tambang timah inkonvensional (TI) adalah eksploitasi sumber daya alam timah oleh masyarakat lokal. Tambang TI di Kepulauan Bangka Belitung diatur dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sanksi pidana untuk tambang timah inkonvensional (TI) adalah pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000. Sanksi ini diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Tambang timah inkonvensional adalah kegiatan penambangan timah yang dilakukan tanpa izin dari pemerintah atau otoritas yang berwenang.

Selain pidana, pelaku tambang timah inkonvensional juga dapat dikenakan tanggung jawab pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana, jika menyuruh melakukan penambangan.
Pertambangan timah inkonvensional dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti: Kerusakan hutan, Pencemaran udara dan air, Ketidakstabilan struktur tanah, Kerusakan ekosistem laut.

Tambang timah inkonvensional (TI) dapat merusak lingkungan, termasuk hutan, air, dan ekosistem laut.
Kerusakan hutan.

Penambangan timah inkonvensional dapat membuka hutan asli atau hutan hasil reklamasi
Penambangan timah inkonvensional dapat merusak habitat mangrove.

Baca Juga:  Proyek Latasir di Pekon Adiluwih Masyarakat Ucapkan Terimakasih

Kerusakan ekosistem laut dapat merusak keindahan pantai, Dampak sosial
Penambangan timah inkonvensional dapat berdampak negatif pada mata pencaharian masyarakat setempat, khususnya nelayan

Tim Khusus Media menjumpai aktivitas Tambang timah inkonvensional (TI) dugaan ilegal di kawasan hutan lindung di daerah aliran sungai (DAS) bakau/mangrove di Desa Belo Laut, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, kembali menjadi sasaran para penambang timah ilegal. Wilayah yang seharusnya di lindungi, kini di rusak akibat aktivitas tambang yang tidak bertanggung jawab pada kamis 20/2/2025.

Masyarakat setempat, juga terheran dan mempertanyakan. “Siapa yang berada di balik kerusakan ini”, dugaan keterlibatan aktor-aktor tertentu. Dalam mendukung kegiatan ilegal ini, semakin kuat.

Puluhan ponton yang beroperasi di kawasan terlarang, berdasarkan rekaman video dari jejaring media KBO babel. Terlihat puluhan ponton isap produksi (PIP), atau tI-apung rajuk beroperasi di luar izin usaha pertambangan (IUP).

Ponton-ponton ini, beroperasi di kawasan hutan lindung dan daerah aliran sungai mangrove. Meski pun sudah ada tanda larangan, namun. Keberadaan papan larangan tersebut, tampaknya di abaikan oleh para penambang. Mau pun, pihak yang mengkoordinasi aktivitas ini.

Lokasi penambangan tidak jauh dari permukiman warga, yang semakin memperburuk dampak ekologis dan sosial. Menurut dari beberapa pihak nara sumber yang dapat di terpercaya, yang juga enggan namanya mau disebutkan, aktivitas ini di kelola oleh seseorang berinisial “SY” dan disebut-sebut terkait dengan nama lain, berinisial “IWN Bcl”.

Baca Juga:  Apresiasi Bank Kalbar Layani Masyarakat Hingga Kepelosok Daerah

Dugaan oknum dari pihak aparat, terkesan telah melindungi penambang Ilegal liar itu. Terdapat dugaan, bahwa berinisial “SY” dan berinisial “IWN Bcl” disinyalir merasa kebal hukum, karena diduga mendapat perlindungan dari oknum aparat penegak hukum (APH).

Diduga pula, adanya terjadi menjadi mal praktik suap. Dalam bentuk dana koordinasi, atau setoran kepada oknum APH. Sehingga aktivitas ilegal ini, masih saja tetap berjalan tanpa hambatan.

Dugaan ini, semakin di perkuat dengan tidak adanya tindakan tegas dari aparat terkait. Bukan hanya saja, dari sejumlah warga menilai. Bahwa sikap diam, dari pihak berwenang menjadi indikasi adanya perlindungan terhadap pelaku tambang ilegal.

Permasalahan tersebut, juga telah melanggar undang-undang. APH juga, harus bertindak tegas!. Bila tidak ada tindakan tegas dari APH itu, aktivitas pertambangan ilegal di DAS belo laut tersebut. Jelas, telah melanggar berbagai regulasi. Antara lain : 1, undang-undang nomor 32 tahun 2009. Tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang mengatur sanksi tegas bagi perusak lingkungan. 2, undang-undang nomor 41 tahun 1999. Tentang kehutanan, yang melarang aktivitas tambang di kawasan hutan lindung.

Baca Juga:  Universitas Wiralodra Mengadakan Unwir Bersholawat di Acara Dies Natalis ke 42

3. Undang-undang nomor 3 tahun 2020, tentang pertambangan mineral dan batu bara. Yang mengharuskan setiap kegiatan pertambangan memiliki izin resmi..4, pasal 170 KUHP. Yang menjerat siapa saja, yang merusak fasilitas atau lingkungan dengan ancaman pidana.

Polres bangka barat, terkesan membungkam, kapolri diminta turun tangan. Untuk menindak lanjuti permasalahan penambang liar itu.

Ketika awak media itu, yang tergabung dalam grop GWI whatsapp tersebut. Telah mencoba menghubungi kapolres bangka barat, untuk meminta klarifikasi. Terkait penambangan ilegal ini, namun hingga berita ini dipublikasikan belum ada respons.

Yang bersikap diam ini, semakin memperkuat. Dugaan bahwa aparat setempat, diduga telah menerima jatah setoran dari aktivitas tambang ilegal tersebut.

Pada hal, kapolri sebelumnya telah menginstruksikan jajarannya untuk bertindak tegas sebelum masalah yang terjadi di masyarakat viral di media. Namun, kasus di belo laut menunjukkan bahwa perintah ini belum dijalankan secara serius.

Masyarakat bangka belitung, kini menuntut tindakan konkret dari aparat penegak hukum. Jika tidak segera ditindak, aktivitas ilegal ini. Tidak hanya akan terus merusak lingkungan, tetapi juga mencoreng kredibilitas institusi hukum di indonesia.

Tim 9 – Sembilan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *