Detikkasus.com | Minggu 22 Juli 2018, Di temukan NGO HDIS Sebuah tambang Galian C Raksasa diduga tanpa mengantongi IUP-OP Khusus Pengangkutan dan Penjualan.
Tonton Dulu Videonya: Galian C Raksasa Jaringansari Belum Di Endus Polres Mojokerto Dan Polda Jatim.
https://youtu.be/VkBW7sicXfs
Sebuah Tambang Galian C Raksasa tersesbut terletak di Dusun Jaringansari, Desa Karangdiyeng, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, Propinsi Jawa Timur. Pukul 12.00 wib.
Diketahui Supriyanto als Priya Ketua Umum NGO HDIS : Selain lokasinya beberapa hektar, kedalamannya melebihi batas hampir 50 sampai dengan 70 Meter, Nampak dalam data Foto Dan Video NGO HDIS alat berat Bego dan Damtruk sedang beraktifitas.
Salah satu warga di lokasi YD saat di konfirmasi kalau jurusan Grogol mas itu manual, yang Jaringansari tembus Dukuhan Kecamatan Bangsal itu Menggunakan Alat Berat Bego dan Damtruknya sampean lihat sendiri itu, terangnya.
Salah satu Supir ketika di konfirmasi tidak tau pemiliknya hanya mengatakan penanggung jawabnya gonta ganti mas pokoknya abah panggilannya.
Adanya Sebuah Pertambangan Galian C di Atas NGO HDIS: Sangat di sayangkan Jika sebuah pertambangan Galian C Raksasa Kepolisian setempat tidak mengetahuinya.
NGO HDIS kembali menuturkan: Setiap Pertambangan Wajib Mematuhi aturan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, kawasan pertambangan rakyat disebut dengan wilayah pertambangan rakyat. Wilayah pertambangan rakyat (“WPR”) adalah salah atu bagian dari wilayah pertambangan tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
Kriteria untuk bisa ditetapkan sebagai WPR antara lain:
a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 meter;
c. merupakan endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas maksimal WPR sebesar 25 hektar;
e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
f. merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 tahun;
g. tidak tumpang tindih dengan WUP dan WPN; dan
h. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.
Pengaturan mengenai pertambangan batu bara diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (“UU 4/2009”), dan lebih rinci diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (“PP 22/2010”).
Definisi Wilayah Pertambangan Rakyat
Dalam UU 4/2009, kawasan pertambangan rakyat disebut dengan wilayah pertambangan rakyat.
Wilayah pertambangan rakyat (“WPR”) adalah salah atu bagian dari wilayah pertambangan tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
[1] Yang dimaksud dengan wilayah pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
[2] Kriteria Wilayah Pertambangan Rakyat
Kegiatan pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatu WPR.[3] Kegiatan pertambangan rakyat dikelompokkan sebagai berikut:[4]
a. pertambangan mineral logam;
b. pertambangan mineral bukan logam;
c. pertambangan batuan; dan/atau
d. pertambangan batubara.
Apa saja kriteria untuk bisa ditetapkan sebagai WPR? Kriterianya antara lain:[5]
a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau diantara tepi dan tepi sungai;
b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 meter;
c. merupakan endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas maksimal WPR sebesar 25 hektare;
e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
f. merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 tahun;
g. tidak tumpang tindih dengan WUP dan WPN; dan
h. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.
Perlu diketahui bahwa wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR.[6] Berdasarkan keterangan Anda, wilayah pertambangan yang Anda garap bisa dikatakan sebagai WPR apabila memenuhi kriteria tersebut di atas. Sesuai dengan pernyataan Anda bahwa wilayah tersebut sudah digarap selama 20 tahun artinya sudah memenuhi salah satu dari kriteria untuk ditetapkan sebagai WPR yaitu merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 tahun.
Jika telah memenuhi kriteria, maka wilayah tersebut ditetapkan menjadi WPR oleh bupati/walikota setempat setelah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) kabupaten/kota.
[7] Penetapan WPR disampaikan secara tertulis oleh bupati/walikota kepada Menteri.
[8] dan gubernur.
[9] Koordinasi dengan pemerintah provinsi, sebagaimana disebutkan di atas, dilakukan untuk mendapatkan pertimbangan berkaitan dengan data dan informasi yang dimiliki pemerintah provinsi.
[10] Sedangkan konsultasi dengan DPRD kabupaten/kota untuk memperoleh pertimbangan.
[11] Perolehan Izin Pertambangan Rakyat
Setelah penetapan WPR, tahap selanjutnya adalah Bupati/walikota memberikan Izin Pertambangan Rakyat (“IPR”), terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi.
[12] IPR adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
[13] Setiap usaha pertambangan rakyat pada WPR dapat dilaksanakan apabila telah mendapatkan IPR.
[14] IPR ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
[15] Untuk memperoleh IPR pemohon wajib menyampaikan surat permohonan kepada bupati/walikota.
[16] Menurut Pasal 48 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 23/2010”) untuk mendapatkan IPR, pemohon harus memenuhi:
a. persyaratan administratif;
b. persyaratan teknis; dan
c. persyaratan finansial.
Persyaratan administratif dimaksud terdiri dari:
a. orang perseorangan, paling sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. kartu tanda penduduk;
3. komoditas tambang yang dimohon; dan
4. surat keterangan dari kelurahan/desa setempat
b. kelompok masyarakat, paling sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. komoditas tambang yang dimohon; dan
3. surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.
c. koperasi setempat, paling sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. nomor pokok wajib pajak;
3. akta pendirian koperasi yang telah disahkan deh pejabat yang berwenang;
4. komoditas tambang yang dimohon; dan
5. surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.
Untuk persyaratan teknis berupa surat pernyataan yang memuat paling sedikit mengenai:
a. sumuran pada IPR paling dalam 25 meter;
b. menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 horse power untuk 1 (satu) IPR; dan
c. tidak menggunakan alat berat dan bahan peledak.
Sedangkan untuk persyaratan finansial sebagaimana dimaksud berupa laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir dan hanya dipersyaratkan bagi koperasi setempat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan;
3. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. (PRIYA).