Bangka-Belitung | Detikkasus.com – Fenomena orang dalam telah menjadi topik yang kerap diperbincangkan di kalangan pencari kerja di Indonesia. Istilah ini merujuk pada praktik penggunaan koneksi atau relasi untuk mendapatkan pekerjaan, yang sering kali mengesampingkan kualifikasi objektif. Hal ini menciptakan dinamika yang semakin mempersulit persaingan kerja bagi mereka yang tidak memiliki jaringan atau akses serupa.
Di tengah pertumbuhan jumlah pencari kerja yang terus meningkat setiap tahun, disertai dengan tingkat persaingan yang ketat akibat jumlah lapangan kerja yang terbatas, kehadiran orang dalam memunculkan beberapa persoalan serius misalnya Ketidakadilan dalam Rekrutmen ,
Proses seleksi kerja seharusnya didasarkan pada kemampuan, pengalaman, dan kompetensi pelamar. Namun, keberadaan orang dalam sering kali membuat proses tersebut kehilangan transparansi. Kandidat yang lebih memenuhi syarat bisa saja tersingkir hanya karena posisi telah “diamankan” oleh individu yang memiliki relasi dengan pihak internal perusahaan. dan Meningkatkan Frustrasi Generasi Muda
Generasi muda Indonesia, khususnya fresh graduate, adalah kelompok yang paling terdampak oleh fenomena ini.
Tanpa jaringan atau akses ke orang dalam, mereka harus bersaing lebih keras di tengah pasar kerja yang semakin kompleks. Hal ini menimbulkan rasa frustrasi dan kehilangan kepercayaan terhadap sistem rekrutmen yang dianggap tidak adil.
Namun, perlu diakui bahwa tidak semua bentuk koneksi adalah buruk. Dalam dunia profesional, memiliki jaringan yang luas memang penting untuk membuka peluang. Yang menjadi masalah adalah ketika relasi tersebut disalahgunakan untuk melewati proses yang seharusnya adil bagi semua pihak. hal seperti ini bisa di atasi dengan cara Transparansi dalam Rekrutmen Perusahaan perlu meningkatkan transparansi dalam proses rekrutmen, misalnya dengan menerapkan sistem seleksi berbasis teknologi yang meminimalkan bias. dan bisa juga dengan Penegakan Etika di Dunia Kerja. Pemerintah dan sektor swasta harus bekerja sama untuk menciptakan regulasi atau pedoman etika rekrutmen yang melarang praktik nepotisme yang merugikan.
Fenomena orang dalam memang sulit dihilangkan sepenuhnya karena akar budaya dan sifat manusia yang cenderung membantu orang terdekatnya. Namun, melalui reformasi sistem rekrutmen dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya meritokrasi, lapangan kerja yang lebih adil dan inklusif di Indonesia tetap dapat diwujudkan. – ungkap ribi , mahasiswa universitas bangka belitung
Boy/tiem