Detikkasus.com | Indonesia merupakan negara yang besar akan sumber daya alam, sumber daya manusianya dan negara terbesar ke 4 (empat) Demokrasi. Begitu hebatnya bangsa Indonesia. Akan tetapi kebesarannya seolah tidak hidup dan mati di-era kontemporer saat ini. Abad 21 sebenarnya eksistensi negara indonesia harus bisa membawa pada satu titik yang lebih baik. Tapi fakta berbalik arah tentang hal itu.
Era digitalisasi sekarang pemerintah atau masyarakat lebih mengedepankan politik praktis demi kemewahan sesaat. Di era digitalisasi kita yang Berkemajua ini harus bisa mempelajari hal yang bersifat positif, bukan memanfaatkan hal untuk menyebarkan isu HOAX yang sengaja memecahbelahkan persatuan. Apa yang mau dibanggakan oleh kita, jika kita tidak bisa memanfaatkan teknologi yang sangat Berkemajua dengan sesuatu yang positif.
Media dibayar untuk menyebarkan kebaikan para pemerintah, supaya masyarakat percaya dengannya. Sudah 73 tahun indonesia merdeka tapi itu hanyalah ilusi. “Rakyat butuh janji bukan ingkar janji” lihat dan buka mata hatimu wahai para penguasa yang bertopengkan kesucian didepan publik.
Ada banyak rakyat sengsara di hadapanmu, memanggil satu keadilan. Kalau kita kembali melihat historis islam pada saat itu bahwa. Salah satu faktor yang menjadikan peradaban Islam pernah berada di puncak peradaban dunia adalah semangat tauhid umatnya. Dalam hal ini, tauhid sebagai sistem keyakinan individu (perorangan) dan sisi kemasyarakatan (sosial). Karenanya, tauhid harus dimengerti betul jika kita menginginkan pengetahuann yang mendalam akan agama tersebut. Artinya, pemahaman itu harus benar-benar didasarkan pada pengertian yang mendalam. Kalau hal ini telah dilaksanakan, maka akan kita lihat beberapa kemungkinan pengembangan lebih jauh. Tentu tidak sedikit yang menyanggah hal tersebut, dengan dalih bahwa Islam telah sempurna maka tidak membutuhkan pengembangan. Dalam konteks ini, pendapat tersebut perlu diuji kebenarannya agar kita memperoleh gambaran lengkap tentang apa yang seharusnya kita lakukan dan tinggalkan. Dengan kata lain, pada prinsipnya saat ini kita memerlukan skala prioritas yang lebih jelas dalam menata masa depan.
Menurut hemat penulis bahwa kita harus menguji kemampuan yang kita miliki di negara kita. Umat Islam di Indonesia dengan spirit tauhid revolusionernya harus mampu mencegah dan memerangi kelompok-kelompok radikal agama yang selalu mengeksploitasi wacana, ajaran, dan simbol-simbol keagamaan (keIslaman) yang kemudian dijadikan sebagai “legitimasi teologis” guna menggerus dan melibas individu dan kelompok agama lain yang mereka anggap sesat. Setidak-tidaknya dalam mewujudkan kebhinekaan Indonesia, kita berkaca kepada Jerman. Di Berlin Ibukota Negara Jerman, upaya penyatuan antar umat dibangun dengan cara-cara yang luar biasa. Pembangunan rumah ibadah “The House of One” yang di inisiasi oleh tiga tokoh agamawan untuk tiga agama Ibrahim (Islam, Kristen, Yahudi) adalah simbol dari perdamaian dan upaya mewujudkan keragaman yang nyata. Upaya ini menunjukkan bahwa hidup berdampingan dalam perbedaan bukan hanya diimpikan namun mampu diwujudkan. Amien***