SPBU Pace, Kabupaten Nganjuk, Sistem Barcode diduga tidak berfungsi Ada main dengan Management.

Nganjuk | detikkasus.com – 16 November 2024 – SPBU Pacekulon kecamatan pace kabupaten nganjuk dengan nomor lambung 54.644.16 diduga menjadi surga bagi para pelangsir bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite. Aktivitas pelangsiran di SPBU ini berlangsung tanpa hambatan, memicu kecurigaan adanya kongkalikong antara pelangsir dan pihak SPBU.

Beberapa mobil seperti Suzuki Carry, Daihatsu Zebra, Datsun Go putih yang dimana kaca mobil depan tertera sticker salah satu APH brimob, serta kendaraan lain terlihat bolak-balik mengantre di SPBU tersebut untuk melangsir BBM. Salah satu mobil bahkan diketahui mengantre hingga empat kali dengan sopir dan plat nomor yang sama. Padahal, sesuai aturan pemerintah yang mulai berlaku sejak 1 Oktober 2024, pembelian Pertalite untuk kendaraan roda empat wajib menggunakan barcode atau kode QR dari aplikasi MyPertamina.

Namun, di SPBU Pace, aturan ini tampaknya tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Seorang warga yang ikut antrean panjang di SPBU tersebut menyampaikan kekesalannya. “Antrian di sini memang sudah biasa panjang gara-gara pelangsir. Mereka tidak hanya beli sekali, tapi bisa sampai empat hingga enam kali bolak-balik. Mobil dan motor mereka itu-itu saja,” ujarnya sambil menunjukkan wajah lelah karena antrean panjang.

Pengamatan di lapangan menunjukkan para pelangsir juga menggunakan sepeda motor seperti Suzuki Thunder dan Honda Megapro untuk membawa BBM subsidi dalam jumlah besar.Dan ada pula yang menggunakan motor Honda bebek Repsol untuk melangsir BBM Solar Subsidi, Kondisi ini jelas menyulitkan warga biasa yang hanya ingin mengisi bahan bakar sesuai kebutuhan.

Baca Juga:  Hutan Gundul, Sungai Tercemar Lumpur

Muncul dugaan bahwa operator SPBU setempat tutup mata terhadap pelangsiran ini karena menerima keuntungan tertentu. “Kalau aturan barcode dijalankan dengan benar, seharusnya tidak mungkin ada satu kendaraan yang bisa mengisi sampai empat kali dalam sehari. Kenapa operator SPBU tetap melayani? Apa mereka dapat bagian dari pelangsiran ini?” ujar warga lain yang enggan disebutkan namanya.

Penerapan sistem barcode sebenarnya bertujuan untuk memastikan BBM subsidi tersalurkan tepat sasaran. Namun, praktik di lapangan seperti yang terjadi di SPBU Pace menunjukkan lemahnya pengawasan.

Sudah jelas terang-terangan telah melanggar aturan PT (Pertamina Persero) dengan melakukan pengisian (BBM) Bahan Bakar Minyak Jenis Pertalite. Padahal sudah jelas Hal itu mengacu pada UU RI No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi Juncto Pasal 55 masalah cipta kerja.Selain itu sesuai Peraturan Presiden No 191 tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian, harga jual eceran bahan bakar minyak.

keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
dalam surat edaran mentri ESDM No. 14. E/HK.03/DJM/2021, Mengenai ketentuan penyaluran bahan bakar minyak melalui penyalur, Padahal dalam undang undang sudah di sebutkan pendistribusian dan penyalahgunaan BBM Bersubsidi Baik Jenis Solar Maupun Pertalite adalah tindakan melanggar hukum yang sebagai mana di atur dalam undang undang no 22 tahun 2001, tentang minyak dan gas bumi pasal 53 sampe 58 dan dapat di ancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak senilai Rp 60.000.000.000.00 (enam puluh miliar rupiah).

Baca Juga:  Dir-Polairud Polda Aceh, Pimpin Apel Perdana Di Mapolda Aceh

Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);
Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah). sampe 58 dan dapat di ancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak senilai Rp 60.000.000.000.00 (enam puluh miliar rupiah).

Dugaan kongkalikong antara Pihak SPBU yaitu Operator vs Pengangsu otomatis bertentangan dengan UU No 22 tahun 2021Juncto Pasal 55 masalah cipta kerja, kios pengecer dilarang melakukan pembelian di SPBU. Jika SPBU kedapatan menjual BBM tersebut sehingga pembeli diduga melakukan penimbunan atau penyimpanan sampai pendistribusian tanpa izin dapat dipidana dengan Pasal 56 Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kejadian itu pada hari Sabtu, 16/11/2024 sekira pukul 15.16-Wib sore.

Hal ini terjadinya ada dugaan adanya main mata alias kongkalikong antara pembeli dengan oknum pihak operator SPBU 54.644.16 untuk maraup keuntungan pribadi maupun kelompok dengan cara merugikan pemerintah Juga bagi kalangan masyarakat, Dugaan kongkalikong antara Pihak SPBU yaitu Operator vs Pengangsu otomatis bertentangan dengan UU No 22 tahun 2021Juncto Pasal 55 masalah cipta kerja, kios pengecer dilarang melakukan pembelian di SPBU. Jika SPBU kedapatan menjual BBM tersebut sehingga pembeli diduga melakukan penimbunan atau penyimpanan sampai pendistribusian tanpa izin dapat dipidana dengan Pasal 56 Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Baca Juga:  Fachrori : Masukan Dewan Pertajam Efektivitas Pelaksanaan Anggaran

Untuk itu, bagi SPBU yang menjual BBM tersebut sehingga pembeli dapat melakukan penimbunan atau penyimpanan tanpa izin, dapat dipidana dengan mengingat Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Pasal tersebut selengkapnya berbunyi:

Dipidana sebagai pembantu kejahatan: 1) mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; 2) mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Berdasarkan uraian tersebut, jika unsur kesengajaan pada pasal di atas terpenuhi, maka pihak SPBU 54.644.16 dapat dimintai membuka CCTV SPBU juga pertanggungjawaban atas tindak pidana pembantuan. Mereka dapat dianggap membantu orang lain melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan BBM yang melanggar hukum.

Masyarakat berharap aparat penegak hukum segera bertindak tegas terhadap SPBU yang nakal dan melanggar aturan. Jika tidak, tujuan pemerintah untuk menyalurkan BBM subsidi kepada masyarakat yang berhak akan terus terhambat, sementara aktivitas pelangsiran semakin merugikan konsumen lainnya. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *