Detikkasus.com l Labuhanbatu – Sumut
Kamis (09/01/2020) Penerapan hukum yang berbeda dalam sebuah kasus tindak pidana kejahatan yang serupa, atau yang lebih spesifik dikenal dengan sebutan standar ganda penerapan hukum, yang terjadi di Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara. Akhirnya LSM TIPAN-RI Labuhanbatu menyurati Kapolri, Kepala Kejaksaan Agung dan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dengan No: PD.TIN-RI/LB/54/X/2019 Tanggal 14 Oktober 2019 yang lalu”. Ujar Bernat Panjaitan.SH.MHum
Diskriminasi penegakan hukum terhadap Setia Wantri Manik Terduga Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Pencurian Produksi Perkebunan Milik PT Socfindo Aek Pamiengke. Polsek Aek Natas menerapkan pasal 107 huruf (d) UU No. 39 Thn 2014 Tentang Perkebunan “Secara tidak sah memungut hasil perkebunan”. Selama menjalani proses hukum di kantor Polisi Setia Wantri Manik ditahan. Penahanan terhadap Setia Wantri Manik, kemudian berlanjut berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No:831/Pid.B/20/19/PN-Rap Tanggal 10 Desember 2019, yang memvonisnya terbukti secara sah bersalah, menghukum Setia Wantri Manik dengan hukuman penjara selama 7 Bulan.
Muhammad Rifai terduga pelaku pencurian produksi milik PT Perkebunan Nusantara-III Kebun Rantauprapat, kepadanya diterapkan pasal 364 KUHP Jo Perma 02/2012 menjadikan klasifikasi kejahatannya Tindak Pidana Ringan (TIPIRING), saat menjalani proses hukum di Polres Labuhanbatu, dirinya tidak ditahan, dan atas Putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.9/Pend-Div/2019/ PN-Rap, dirinya ditetapkan secara sah bersalah melakukan Pencurian Ringan, tetapi tidak ditahan.
Yanto Alias Doyok pelaku pencurian produksi milik PT PTPN III Kebun Aek Nabara Selatan, Kanit Reserse Kriminal Polsek Bilah Hulu menerapkan kepadanya pasal 364 KUHPidana Jo Perma 02/2012, selama menjalani proses hukum di Polsek Bilah Hulu dirinya tidak ditahan, kemudian sesuai Putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat No.176/Pid.C-div/2019/PN-RAP, dirinya ditetapkan secara sah bersalah melakukan pencurian ringan namun tidak ditahan, ujar Bernat
Bernat Panjaitan.SH.MHum lebih lanjut mengatakan ”Penerapan hukum yang berbeda dalam sebuah kasus tindak pidana kejahatan serupa di wilayah hukum yang sama atau yang lebih spesifik dikenal dengan sebutan standar ganda penerapan hukum”
“Kejahatan dalam menerapkan hukum kemungkinan besar karena adanya upeti yang diterima oleh Aparat Penegak Hukum (APH) Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan adalah sebuah perbuatan yang melanggar konstitusi negara”
“UUD-1945 pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia Negara Hukum, negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan pengabaian Asas Equality Before The Law yang sangat bertentangan dengan pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 3 ayat (2) UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia”
Perbuatan standar ganda dalam penerapan hukum yang disebut dari Lex Generalis menjadi Lex Spesialis sebaiknya dihentikan secepatnya, karena dampaknya sangat merugikan kepada masyarakat, menjadikan masyarakat tidak lagi memiliki kepastian hukum“ ujar Bernat. ( J. Sianipar )