Detikkasus.com | Propinsi Lampung – Kabupaten Lampung Tengah-, Program nasional sertifikat gratis yang digadang-gadang pemerintah pusat untuk memudahkan proses pemilik tanah yang belum berserifikat seharusnya menjadi kemudahan tersendiri, namun hal ini dimanfaatkan oleh seseorang atau oknum untuk menguasai tanah secara tidak sah/ melawan hukum.
Seperti yang terjadi di desa Liman Benawi, kec Trimurjo, kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Program sertifikat massal th 2015/2016 ini menjadi catatan tersendiri, Tri Puji Widodo salah satu keluarga/ ahli waris dari Alm. Sumarto bin Alm Abdul Kahar dibikin repot karena ketidak jelian dari oknum aparat desa yang tidak memakai aturan dan terkesan bermain mata dengan salah satu cucu dari istri Alm Sumarto. Beberapa peninggalan bidang tanah milik dari alm Sumarto yang seharusnya menjadi ahli waris keluarga Tri Puji Widodo ( Wiwid ) dengan diam-diam dibuatkan sertifikat An. Rumini dan Yulianto ( cucu dari alm Sakini ).
Menurut sesepuh dari ahli waris dari keluarga Wiwid dan beberapa kesaksian sesepuh, harta/ tanah yang dimiliki alm Sumarto itu peninggalan dari kakeknya/ bapaknya alm Sumarto yaitu alm Abdul Kahar dan harta dari alm Sumarto sendiri bukan harta gono gini, dan kalaupun ada harta gono gini itu sebidang tanah yang disertifikatkan an. Yulianto samping rumah alm Sumarto, yang lain mutlak peninggalan alm. Abdul Kahar dan alm. Sumarto. Sebab alm Sumarto sendiri menikah dengan alm Sakini sudah mempunyai harta/ tanah peninggalan dari alm bapaknya yaitu alm Abdul Kahar, dan pernikahanya dengan alm Sakini tidak memiliki anak/ keturunan. Sedangkan alm Sakini waktu dinikahiny dlm keadaan janda dan memiliki anak seorang yang bernama Dirun ( sudah meninggal ). Dan dari alm Dirun ini yang kemudian menikah dengan Tarmi memiliki anak yang bernama Rumini, Yulianto, Lina. Dua cucu ini Rumini dan Yulianto yang akhirnya berusaha menguasai harta peninggalan dari alm Sumarto dan berusaha membuat sertifikat beberapa bidang tanah yang di backing oleh oknum aparat desa ( bayan ) bernama Marsikin. Modusnya dengan membuat surat hibah yang diduga rekayasa, sebab dari pihak keluarga ahli waris sendiri tidak ada yang pernah dikasih tau sama sekali tentang adanya surat hibah, alm Sumarto sendiri bersama alm Sumadi sewaktu masih sehat memberikan pesan kepada ahli warisnya untuk mengurus semua harta peninggalanya. Namun begitu salah satu keluarga ahli waris yang diutus keluarga Wiwid untuk mengurus semuanya merasa kaget sebab lahan peninggalan yang dimaksud tersebut sudah bersertifikat atas nama Rumini dan Yulianto tanpa sepengetahuan ahli waris.
Rumini sendiri begitu ditanya oleh ahli waris kenapa sertifikat kok bisa diterbitkan atas namanya, dia menjawab itu berdasarkan hibah yang dikasih sejak kecil dia masih kelas 6 sd dia sendiri katanya belum maksud apa hibah itu. Begitu ditanya surat hibahnya mana dia menambahkan semua sama pak bayan, kalau sampean mau tau tanya aja sama pak bayan semuanya ada disana, imbuhnya.
Terpisah dr itu, Wiwid salah satu ahli waris didampingi media jejakkasus dan detikkasus, setelah menemui bayan Marsikin di mintai keterangan, dia hanya sedikit memberi keterangan, menurut pengakuanya hibah itu dibuat dari tahun 1990 an, jaman lurah sebelumnya. ditanya lagi pihak keluarga kok tidak ada yang tau kalau itu dihibahkan sebab ini berbeda keterangan, waktu alm Sumarto dengan alm Sumadi masih hidup mereka mengatakan tidak pernah memberikan hibah kepada siapapun termasuk Rumini, bahkan mereka semua berpesan untuk mengurus harta peninggalanya ketika mereka sudah tidak ada, serta ingin melihat bentuk surat hibahnya, Marsikin sendiri terdiam dan tidak mau memberi copian surat hibahnya dengan alasan sudah disetorkan ke BPN. Ditambahkan berapa biaya pembuatan sertifikat prona itu, dia menjawab “delapan ratus ribu per sertifikat”. Kok mahal amat pak harusnya kan gratis. ” iya itu buat beli materai 6 lembar sama patok”. Imbuh Marsikin.
Di kofirmasi kamis 09/08/2018, kelanjutan dari masalah ini, pihak dari keluarga Wiwid sendiri mengatakan masih mencoba menempuh jalur kekeluargaan untuk menyelesaikan masalah ini, karna baru ditempuh sekali pertemuan yang dimediasi oleh kepala desa untuk mencari jalan keluar mufakat namun belum ada sepakat antara keluarga ahli waris dan Rumini. Namun jika pertemuan selanjutnya tidak menghasilkan mufakat, pihak dari keluarga Wiwid sendiri berencana membawa masalah ini ke jalur hukum, biar semuanya jelas siapa yang bermain. Imbuhnya.*( Ridho)