Detikkasus.om | Propinsi Sulsel – Kota Makassar Jumat, (08/06/2018).
Globalisasi dan modernisasi telah menunjukan hasilnya di ruang kehidupan masyakarakat, telah dirasakan efek yang sangat luas akibat perkembangan globalisasi dan modernisasi di segala sudut ruang struktur sosial masyarakat yang berkakibat sangat kompleks (bermacam) dari yang positif sampai yang tidak di inginkan (negatif). Tapi yang menjadi perbincangan adalah ketika modernisasi dan globalisasi telah menimbulkan efek negatif bagi struktur sosial masyarakat dan telah merubah banyak sendi-sendi struktur atau bangunan-bangunan masyarakat seperti ruang interakasi masyarakat, bahkan sampai merubah kesadaran masyarakat.
Kita tidak bisa menolak segala perkembangan yang di timbulkan oleh globalisasi dan modernisasi, karena tidak bisa di pungkiri bahwa segala perkembangan itu ada yang membantu dalam jalannya bermasyarakat. Akan tetapi ada hal yang paling fundamental yang harus kita elaborasi dari perkembangan zaman seperti alat teknolgi yaitu ponsel pintar (smartphone). Mengapa smartphone?. Menjadi tanda tanya besar dan harus telisik lebih mendalam.
SMARTPHONE DAN HIPERREALLITY
Hiperealitas menciptakan satu kondisi yang di dalamnya kepalsuan berbaur dengan keaslian, masa lalu berbaur masa kini, fakta bersimpang siur dengan rekayasa, tanda melebur dengan realitas, dusta bersenyawa dengan kebenaran. Kategori-kategori kebenaran, kepalsuan, keaslian, isu, realitas seakan-akan tidak berlaku lagi di dalam dunia seperti itu.
Baudrillard menerima konsekuensi radikal tentang yang dilihatnya sebagai sangat merasuknya kode dalam masa modern akhir. Kode ini jelas terkait dengan komputerisasi dan digitalisasi, juga cukup mendasar dalam fisika, biologi, dan ilmu-ilmu alam lainnya di mana ia memberi kesempatan berlangsungnya reproduksi sempurna dari suatu objek atau situasi. Inilah sebabnya kode bisa mem-bypass sesuatu yang real dan membuka kesempatan bagi munculnya realitas yang disebut Baudrillard sebagai hyperreality.
Pokok atau yang paling fundamental dari pemikiran Baudrillard adalah bagaimana digitalisasi khususnya Smartphone menciptakan kesadaran Hiperrealitas.
Keadaan dari hiperrealitas ini membuat masyarakat modern menjadi berlebihan dalam pola mengkonsumsi sesuatu yang tidak jelas esensinya. Kebanyakan dari masyarakat ini mengkonsumsi bukan karena kebutuhan ekonominya melainkan karena pengaruh model-model dari simulasi yang menyebabkan gaya hidup masyarakat menjadi berbeda.
PHUBBING DAN ANTI SOSIAL
Seperti sudah di bahas sebelumnya bahwa, Smartphone menciptakan keadaan Hiperrealitas yang menyebabkan gaya hidup masyarakat menjadi berbeda. Yang berbeda disini adalah bukan tentang perubahan konsumsi seperti ekonomi, akan tetapi ruang interaksi sosial masyarakat di pengaruhi gaya hidup.
Mari kita elaborasi ini secara komprehensif, Smartphone sudah di miliki oleh banyak kalangan, dari kalangan menengah hingga atas. Dalam banyak kasus kita menemukan pengguna smartphone sibuk dengan dengan smartphone milikinya. Padahal dalam kondiai berkumpul dengan sahabat dalam suatu kelompok sosialnya
Enam tahun silam, tepatnya pada bulan Mei 2012 para ahli bahasa, sosiolog, dan budayawan berkumpul di Sidney University. Hasil pertemuan tersebut melahirkan satu kata baru dalam tata bahasa Inggris. Kata tersebut adalah “PHUBBING”. Yaitu sebuah tindakan seseorang yang sibuk sendiri dengan
Smartphonen di tangannya, sehingga ia tidak perhatian lagi kepada orang yang berada di dekatnya.
Kalau melihat fenomena ini, saya (penulis) berkesimpulan bahwa fenomena ini adalah bagian dari anti sosial. Mengapa? Karena kesadaran kita di ajak untuk terus berfokus di layar kecil yang di namakan smartphone tersebut. Imbasnya adalah ketika ruang kominikasi nyata sudah tergantikan oleh ruang dunia maya sifatnya tidak nyata padahal sudah di jelaskan bahwa ini hanya realitas palsu.
Jadi, sepatutnya kita mengilhami penggunaan smartphone ini ke hal-hal yang positif dan penggunaannya tidak mengurangi intensitas ruang komunikasi atau interaksi kita dengan individu atau kelompok lainnya. Jangan sampai handphone yang kita beli dengan keringat hasil usaha sendiri ini, justru memisahkan kita dengan orang-orang yang kita sayangi. Bahkan memisahkan kita dengan Tuhan saat beribadah.
Jauh lebih radikal, Phubbing bisa berakibat anti sosial, dimana kita tidak lagi bersosialisasi langsung akan tetapi kita nyaman dengan konten yang di sediakan oleh smartphone seperti media sosial facebook, twitter yang belum pasti kebenaran informasi yang disediakan. Kita lebih senang berinteraksi di dunia realitas palsu ketimbang berinteraksi di dunia nyata dan ini yang di sebut anti sosial dalam kajian Patologi sosial ini bagian dari penyakit sosial.
Oleh Arman Sine (kader PMII Gowa)