Detikkasus.com | Propinsi Jatim – Kabupaten Nganjuk -, Heboh, Oknum Sekretaris Desa sekaligus bersama Panitia PTSL Desa Nglinggo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, dilaporkan warga ke Kejaksaan Negeri (Kejari), Nganjuk Pasalnya Oknum sekdes tersebut Diduga sudah menyalahgunakan wewenangnya Jabatan dalam urusan pembuatan sertifikat hak guna bangunan.
Menurut Warga, Modus Sekdes dan Jaringannya terkait Kepengurusan sertifikat, Ia sudah memasukkan ke dalam program PTSL, padahal warga Nglinggo membayar pengurusan sertifikat secara reguler dengan biaya Rp. 6.000.000 (Enam juta rupiah) dan panitia PTSL sudah menarik biaya lebih dari Rp 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah).
Dalam pantauan Media Katimin warga Desa Nglinggo Kecamatan Gondang Nganjuk, yang mewakili 14 warga lainnya Nampak Geram terkait Ulah Sekdes dan Panitia, Saat Katimin mendatangi Kejaksaan Negeri Nganjuk yang tujuannya untuk melaporkan panitia PTSL, Beserta Siswanto, oknum sekretaris desa Ngelunggo.
Menurut Katimin, Ada sebanyak 15 warga termasuk dirinya sendiri telah di pungut uang oleh panitia PTSL desanya sebesar Rp 1 juta lebih untuk membayar pengurusan pembuatan sertifikat program PTSL. Padahal sesuai ketentuan hanya membayar Rp 150 ribu saja.
Sementara oknum sekdes yang diduga telah menyalahgunakan wewenangnya karena sebanyak 15 warga mengurus sertifikat secara reguler melalui sekdes.
Korban meminta tidak dimasukkan pada program PTSL yang disubsidi oleh pemerintah dengan harapan cepat selesai.
Namun setelah membayar sebesar Rp 6 juta hingga Rp 8 juta ke pelaku. Oleh pelaku, ternyata dimasukkan ke program PTSL. Uang tidak dikembalikan oleh pelaku. Akibatnya, sertifikat belum juga selesai.
Karena merasa ditipu dan sertifikat juga tak kunjung selesai hingga 3 tahun lamanya, hingga para korban melapor ke Kejaksaan.
Warga meminta kepada Kejaksaan Negeri Nganjuk untuk bisa memproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Menurut Supriyanto Als Pria Ketua Umum NGO PMBDS : Tindakan Oknum Sekdes dan Panitia dapat di anggap melanggar tindak pidana penyalahgunaan wewenang jabatan ini, dimuat dalam pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001,
“Bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.”
Pengertian mengenai penyalahgunaan kewenangan dalam hukum administrasi dapat diartikan dalam 3 (tiga) wujud, yaitu:
Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan;
Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya;
Penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana.
Pada dasarnya, penyalahgunaan kewenangan mempunyai karakter atau ciri sebagai berikut:
Menyimpang dari tujuan atau maksud dari suatu pemberian kewenangan.
Setiap pemberian kewenangan kepada suatu badan atau kepada pejabat administrasi negara selalu disertai dengan “tujuan dan maksud” atas diberikannya kewenangan tersebut, sehingga penerapan kewenangan tersebut harus sesuai dengan “tujuan dan maksud” diberikannya kewenangan tersebut. Dalam hal penggunaan kewenangan oleh suatu badan atau pejabat administrasi negara tersebut tidak sesuai dengan “tujuan dan maksud” dari pemberian kewenangan, maka pejabat administrasi Negara tersebut telah melakukan penyalahgunaan kewenangan.
Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas legalitas.
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam sisitem hukum kontinental. Pada negara demokrasi tindakan pemerintah harus mendapatkan legitimasi dari rakyat yang secara formal tertuang dalam undang-undang.
Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Asas-Asas Umum penyelenggaraan negara dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme meliputi, a. Asas kepastian hukum; b. Asas tertib penyelenggaraan Negara; c. Asas kepentingan umum; d. Asas keterbukaan; e. Asas proposionalitas; f. Asas profesionalitas; dan g. Asas akuntabilitas. (Pria sakti/Ketut).