Oleh : Okta Windya Ningrum / Ilmu Pemerintahan FISIP 2018 / Universitas Muhammadiyah Malang.
Detikkasus.com | Gerakan perempuan di Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang dalam dunia politik, ketika perempuan Indonesia berperan menyuarakan isu-isu penting yang terjadi di dalam masyarakat. Salah satu tonggak perjuangan perempuan Indonesia adalah dengan adanya Konggres Perempuan Indonesia yang diselenggarakan pada Desember 1928. Kemudian, terbentuk juga organisasi masa yang beranggotakan perempuan dengan nama Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Namun, organisasi masa perempuan ini tidak berjalan secara mulus, rezim yang berkuasa saat itu menghancurkan organisasi tersebut dengan alasan adanya kedekatan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dengan, bubarnya Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), perempuan sangat jauh dari keterlibatan di dunia politik. Perempuan hanya dijadikan suatu formalitas dan sebagai pendukung politik kepala rumah tangga. Saat, itu perempuan tidak memiliki kontrol dan wewenang atas suara politiknya sendiri sebagai individu perempuan.
Namun, dunia politik kini memiliki suara perempuan yang bisa memajukan isu-isu penting kerakyatan, yang sanggup menerjang suara-suara minoritas yang sering kali tidak didengar. Setelah sekian lama panggung politik di negara kita Indonesia dikuasai oleh kelompok mapan yang cenderung patriarkal. Perempuan dalam perjuangan politik masih terjadi hingga sekarang, gerakan perempuan tak henti dilakukan. Berbagai aksi dan tindakan dilakukan untuk memperoleh kesetaraan hak individu sebagai perempuan di dunia politik. Tak hanya di dunia politik, para perempuan juga menyuarakan isu-isu penting terabaikan seperti hak pendidikan, hak kesehatan, hak buruh Indonesia, kesetaraan gender, anti pelecehan seksual dan lain-lain.
Dengan aksi dan tindakan yang dilakukan oleh kaum-kaum perempuan tersebut, bagaimana reaksi pemerintah? Apa yang dilakukan pemerintah untuk mengatasinya?
Dengan adanya gerakan perempuan yang menginginkan partisipasinya di dunia politik, pemerintah menerbitkan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur tentang pendaftaran calon yang diajukan oleh partai politik, harus berisi 30% perempuan dan menempatkan minimal ! perempuan dalam setiap nama calon legislatif (caleg).
Sebelumnya, pemerintah juga memberikan kebijakn afirmatif dengan menerbitkan sebuah kebijakan yang dirancang sebagai aturan untuk meingkatkan partisipasi dan menguatkan representasi perempuan dalam jabatan dunia politik yang diatur dalam Undang-undang Partai Politik dan diperkuat dengan Undang-undang Pemilihan Umum.
Kebijakan seperti ini masih sangat dibutuhkan dan harus diperjuangkan untuk menguatkan peran perempuan dalam dunia politik. Memang dengan adanya penerapan undang-undang tentang representasi perempuan dalam dunia politik ada peningkatan jumlah namun suara-suara politisi perempuan masih tidak terdengar dan tidak muncul dalam lapisan masyarakat. Beberapa dari politisi perempuan yang sudah lama berkiprah di dunia politik, semakin lama suara mereka semakin hilang tak terhembus dikarenakan dominasi patriarki. Dalam pemerintahan saat ini juga, ada beberapa politisi perempuan yang menjadi menteri seperti Susi Pudjiastuti. Keterlibatan mereka dalam posisi menteri masih belum cukup dalam partisipasi kepentingan perempuan dalam dunia politik.