SDA dan LH Makin Kompleks,Poros Hijau Indonesia Usulkan Jokowi Bentuk Kemenko SDA-LH

Detikkasus.com | Tuban – Sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Ir H Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin sebaga Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk masa bakti 2019-2024, salah satu yang menjadi diskusi hangat publik adalah bagaimana struktur kabinet kedepan, serta siapa sajakah tokoh yang patut menjadi pembantu Presiden-Wapres?

Poros Hijau Indonesia, satu organisasi yang platform organisasinya bekerja untuk lingkungan hidup dengan perspektif politik hijau, serta pada Pilpres 2019 mendukung pasangan Ir H Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin menilai penting untuk memberikan masukan format kelembagaan di sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup. Apalagi pasangan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin mencantumkan dalam Misi No. 4 mereka “Terwujudnya Lingkungan Hidup Berkelanjutan’. Untuk itu, pada hari Senin, 22 Juli 2019, Pengurus Nasional Poros Hijau Indonesia mengadakan Diskusi dengan tajuk “Usulan Struktur Kabinet Indonesia Kerja II”. Diskusi ini diawali dengan makan siang bersama, dan dihadiri oleh perwakilan Kantor Staf Presiden (KSP), Akademisi, NGO, Pengurus DPP Partai Politik dan jurnalis senior.

“Problem SDA dan LH semakin kompleks, sudah seharusnya isu ini menjadi hal penting yang patut dipertimbangkan dalam struktur kabinet. Poros Hijau Indonesia mengusulkan dibentuk Kemenko SDA-LH dalam Kabinet Indonesia Kerja II JokoWidodo-KH Ma’ruf Amin,” kata Deddy Ratih, Sekretaris Nasional Poros Hijau Indonesia dalam presentasinya.

Usulan Kemenko SDA-LH beserta nomenklatur Kementerian dibawah koordinasinya, selain berlandaskan pada Misi Presiden-Wapres terpilih, juga mengacu pada diskursus Pembangunan Ekonomi harus memperhatikan daya dukung lingkungan hidup agar pembangunan berkelanjutan, dan relasional antara lingkungan hidup dengan pembangunan ekonomi. Kemenko SDA-LH ini mempunyai 5 fungsi, yaitu Pengaturan, Pengelolaan, Kebijakan, Pengurusan dan Pengawasan.

Baca Juga:  Bupati Kaur Berkunjung Ke Rumah Lembak, Berikan Tali Asih

Presentasi Poros Hijau Indonesia ini mendapatkan tanggapan dari Prof Hariadhi Kartodihardjo, akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam budaya teknokratik di Indonesia, bukan soal isu dan nomenklaturnya, tetapi juga soal politik administrasi perlu dipertimbangkan. “Kita bisa saja punya gagasan bagus dan ideal soal Kemenko SDA-LH, tapi perlu juga melihatnya dari pandangan birokrasi. Setidaknya ada 4 catatan saya terkait belum efesiensinya birokrasi kita, sehingga cukup menghambat berjalannya program dalam LH dan SDA. Pertama, Ukuran Kinerja, jangan lagi berorientasi anggaran, kedua, Sistem Penggajian yang perlu dipertimbangkan pemberlakuan Single Sallary System, ketiga, mendorong fleksibilitas dalam menjalankan tugas bukan hanya berbasis tupoksi, keempat, mengubah budaya birokrasi.

“Kita berada diera keterbukaan, maka harus ada kemauan dan dorongan agar diantara Kemeterian juga terbuka, setidaknya yang ada dalam Kemenko SDA-LH nanti. Karena kalau diantara Kementerian saling menutup informasi, sulit untuk mengambil keputusan yang tepat”, kata Pak HK, panggilan akrab Pak Hariadhi.

“Birokrasi perlu mengubah basis kerjanya berdasarkan empirical evidence based. Mengurai dan memecahkan masalah, bukan menghindar karena bukan tupoksinya, ini namanya kerja terobosan,” imbuhnya.

Baca Juga:  Nabila Sumbang Medali Emas Cabang Atletik, Begini Cerita harunya

Sementara itu, Rawanda Nicodemus Tuturoong, Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) mendukung pernyataan Prof HK tentang perlunya mempertimbangkan unsur politik administrasi dalam usulan nomenklatur kabinet, “Birokrasi Indonesia budaya kerjanya masih comply pada aturan, sepanjang tidak ada aturan, umumnya tidak bergerak. Padahal ini era disruption, perlu budaya kerja adaptasi dan up-scalling”, ujar Binyo, sapaan akrab Rawanda.

Ditambahkannya, Idealnya manajemen itu adalah pengetahuan, sehingga dia dinamis. Manajemen itu multi dimensi, perlu koordinasi, bukan menunggu regulasi. Ini yang dimaksud Pak Jokowi kerja terobosan, tidak linear. Sebuah kelembagaan, termasuk Kementerian, agar efektif harus dilihat dari 4 hal, yaitu Fungsi dan Struktur, Otoritas dan Legitimasi, Sumber Daya Manusian (SDM), kemudian Anggaran. Jadi, usulan Kemenko SDA-LH ini bisa dijabarkan dalam 4 unsur ini.

Hal menarik juga disampaikan oleh Timer Manurung dari NGO Auriga. Dia membandingkan efektivitas sumber daya manusia di Kemen LHK dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), “Perlu penataan manajemen sumber daya manusia. Misal, Kemen LHK punyai pegawai sekitar 17,000 orang, untuk pengelolaan hutan lebih baik pegawai yang bertugas itu langsung ditempatkan di daerah, sedangkan untuk tata kelola konservasi bisa di Manggala,” kata Timer.

Baca Juga:  NGO PMBDS Pusat Minta KPK RI Pantau Proyek Masjid Agung Senilai Rp. 49 Milyar

Selain itu juga, Ia mengusulkan nama Kemenko ini bukan SDA-LH, tetapi Kemenko Tata Ruang dan LH. Problem LH kita ada pada pengaturan ruang. SDA dan LH jangan dilihat hanya dari soal kebutuhan, karena ketersediaan terbatas. Pendapat Timer diperkuat oleh Arimbi dari Perkumpulan Berdikari dan Briggita seorang Jurnalis senior, mereka sepakat Tata Ruang menjadi pondasi kuat dan penting yang harus diperhatikan oleh Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin.

“Saya melihat, Tata Ruang itu bukan main-stream, tapi dia adalah penapis kunci, filter dari kebijakan terkait Lingkungan Hidup,” kata Briggita.

Prof HK menambahkan, soal Tata Ruang, jika salah satu terjemahannya adalah Kebijakan 1 Peta, maka harus juga dilengkapi dengan Social Mapping, informasi tapak, Pengaturan Ruang tanpa ada info sosial, budaya, ekonomi, bahkan politik lokal, maka berpotensi tidak menggambarkan situasi ruang yang riil.

Diskusi ditutup oleh Koordiantor Nasional Poros Hijau Indonesia, Rivani Noor Machdjoeri, yang menyampaikan bahwa Poros Hijau Indonesia akan terus mendorong agar Lingkungan Hidup menjadi domain penting dalam kebijakan di Indonesia, termasuk dalam penyusunan Kabinet Indonesia Kerja II.

“Kita sepakat akan melanjutkan putaran kedua Diskusi ini, dan hasilnya akan kita sampaikan kepada Presiden dan Wapres untuk menjadi bahan pertimbangan beliau berdua,” pungkas Rivani. (red/imm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *