Kehadiran rombongan karaeng loe ri Bira karena bagian yang tidak terpisahkan kerajaan Bira
Kerajaan Tallo dan kerajaan Gowa dan Kerajaan Bajeng dalam menyambut kedatangan Raja lampung dan putra mahkotanya
Putera Mahkota Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong Lampung
Pangeran Alprinse Syah Pernong menjadi tamu kehormatan dalam upacara pengibaran Bendera Merah Putih dalam ritual adat Gaukang Tu Bajeng, Rabu (14/8) di Balla Lampoa Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Dalam kegiatan tersebut Putera mahkota Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke 23 itu dikawal langsung oleh Panglima Elang Berantai dan para pengawal kehormatan dari Kerajaan Gowa.
Pangeran Alprinse diminta untuk memberikan sambutan di hadapan ratusan peserta upacara yang hadir di rumah adat Balla Lampoa Bajeng.
Putra mahkota yang mahir berbahasa Inggris ini telah diangkat menjadi bagian keluarga besar Kerajaan Gowa itu mengucapkan terimakasih atas undangan kehormatan terhadap dirinya.
“Saya mengucapkan banyak terimakasih atas undangan kehormatan yang telah diberikan kepada saya, Didampingi Panglima Elang Berantai kerajaan Sekala Brak Kepaksian Pernong, Kami sampai semalam. Salam hormat dari Akan saya, Saibatin Pangeran Edward Syah Pernong, Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke 23. Ini suatu kebanggaan terhadap saya dalam perjalanan hidup saya tentunya kedepan menjadi cerita sejarah bagi saya dimasa kecil”, kata Pangeran Alprinse Syah Pernong.
Pangeran Alprinse yang telah diberikan gelar Iterassa Makkulauw Bassi, Karaeng Barania Ri Polong Bangkeng oleh keluarga kerajaan Gowa menambahkan bahwa keberanian para rakyat di Sulawesi Selatan khususnya Kerajaan Gowa dan Bajeng melawan tentara sekutu telah ditunjukkan oleh sejarah hari ini yakni dengan adanya upacara Gaukang Tubajeng yang telah mengibarkan bendera Merah Putih di Bajeng sebelum merah putih berkibar di Pengangsaan Timur Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.
“Tradisi Gaukang Tubajeng yang berarti pesta besar orang Bajeng adalah upacara kemerdekaan sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan, Bendera Merah Putih dan bendera Bajeng dikibarkan tiga hari sebelum merah putih berkibar di Pegangsaan Timur Jakarta. Melalui momentum peringatan ini, Semoga rakyat Bajeng senantiasa memperkokoh persatuan bangsa, Selalu menjaga kebhinekaan diera globalisasi seperti saat ini. Adat dan tradisi masyarakat harus terus dijaga sebagai aset warisan nenek luhur bangsa Indonesia. Sebagai cucuk dari seorang Pahlawan, Sekali lagi saya mengucapkan apresiasi yang sebesar-besarnya terhadap masyarakat disini”, paparnya.
Dalam catatan sejarah masyarakat adat setempat memang, Upacara Gaukang Tubajeng yang berlangsung 14 Agustus 1945, lebih awal sebelum Proklamasi RI 17 Agustus 1945. Bagi masyarakat setempat, Peristiwa ini menyimpan nilai historis yang amat penting, Sebab Kerajaan Bajeng satu satunya kerajaan yang melakukan pengibaran bendera Merah Putih sebelum proklamasi 17 Agustus 1945.
“Gaukang Tu Bajeng ini adalah tradisi masyarakat Bajeng sejak dahulu kala, Pesta adat masyarakat yang kita lakukan ini adalah untuk mengenang peristiwa jelang kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, Bendera Merah Putih telah kita kibarkan dibumi Bajeng. Bayangkan ditengah penjajahan para tentara sekutu, Kita tidak gentar dan takut. Ini menegaskan bahwa rakyat Bajeng adalah pemberani dan tidak takut kepada sekutu”, kata Ketua forum kerajaan dan kelembagaan adat se-Sulawesi, A. Makmur Sadda dan Pemangku Adat Bajeng, Sanrobone, dan keluarga besar adat karaeng loe ri Bira
Dalam permandian pangerang kerajaan lampung keluarga dari karaeng loe ri Bira didaulat untuk memandikan jekne barania pangerang lampung di bungung tu barania bajeng dalam hal ini diwakili oleh tetta H. BACO KARAENG TAYANG BIN KARAENG DOMBA dan TETTA H. ABD RAJAB KARAENG TULA didampingi oleh H KARAENG SENI, JUMARIS KARAENG RAGA TUBARANIA dan H. Ahmad Yani karaeng Sigi bin H.dade Karaeng Lallo bin DAMANG KARAENG NUNGGU
Setelah pembacaan sejarah singkat tradisi Gaukang Tu Bajeng oleh panitia, Amanat upacara, dilanjutkan dengan penunjukan benda-benda Pusaka didalam rumah adat Balla Lampoa Bajeng. Setelah itu, Pertunjukan beberapa tari-tarian adat masyarakat setempat.
Ditempat berbeda saat media menghubungi TETTA AMRAN ALLOBAJI KARAENG SAU bahwa tidak dapat hadir dalan giat tersebut karaena bersama rombongan karaeng loe ri Bira karena sedang melaksanakan tugas di JAKARTA Yang tidak bisa ditinggalkan namun kehadiran tubarania jumaris karaeng raga sama saja telah mewakili roh Raja Bira
Kapolres Gowa, AKBP Shinto Silitonga, SIK., MSi, yang hadir dalam kegiatan itu mengapresiasi Pangeran Alprinse Syah Pernong yang sedikit banyak mengetahui sejarah singkat adanya upacara Gaukang Tu Bajeng dan nilai-nilai Nasionalisme yang disampaikan di hadapan masyarakat.
“Mantap Sekali, Anak yang baru saja menginjak bangku kelas 1 SMP sudah sedikit banyak mengetahui sejarah apalagi sejarah upacara bendera di anah Bajeng. Kemudian semangat spirit nasionalisme yang disampaikannya dihadapan masyarakat luar biasa. Ini menjadi contoh apalagi sudah mahir berbahasa Inggris. Penguasaan bahasa asing di era modern ini sangat diperlukan, sebab zaman semakin berkembang dunia persaingan global terus meningkat. Anak-anak bangsa Indonesia harus seperti itu,” ucap Kapolres saat diminta pandangan oleh Tim Redaksi.
Diketahui, Pangeran Alprinse Syah Pernong tiba di Tanah kelahiran Pahlawan Sultan Hasanuddin pada Selasa malam (13/8). Setiba di Makassar disambut oleh Ketua forum kerajaan dan kelembagaan adat se-Sulawesi Selatan, A. Makmur Sadda cucu cucu Karaeng Polongbangkeng ke XII dan Karaeng Gajang beserta rombongan, serta rombongan karaeng loe ri Bira h.abd rajab karaeng Tula, H.b karaeng Tayang, H. Karaeng seni, h.achmad yani karaeng sigi dan jumaris karaeng raga tubarania.
Perjalanan langsung dilanjutkan dengan ibadah spritual dipemakaman pahlawan Sultan Hasanuddin. Kemudian keesokan harinya, Rabu (14/8) Pangeran Alprinse menghadiri undangan kehormatan pada upacara Gaukang Tu Bajeng. Setelah itu perjalanan dilanjutkan ke Sumur To Barania, Tempat pemandian para sultan dan para pemberani di Sulawesi Selatan.
Pangeran Alprinse terhitung ke 9 kali ini. Mandi adat ini dilakukan di suatu tempat yang disakralkan oleh masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Gowa. Sebab tempat tersebut merupakan sumur peninggalan sejarah kerajaan dahulu kala. Menurut cerita dan keyakinan masyarakat setempat juga pengakuan para karaeng-karaeng disana bahwa sumur yang bernama To Barania merupakan tempat pemandian para keluarga besar dan para pemberani kerajaan Bajeng sebelum berangkat perang. Sumur To Barania terlatak di Kabupaten Gowa, Dari Kota Makassar menuju ketempat ini dapat ditempuh sekitar kurang lebih satu jam perjalanan.
Karaeng Kamma selaku juru kunci Bungung Barania Bajeng ini menjelaskan bahwa dahulu kala semua orang pemberani kerajaan Bajeng sebelum berangkat untuk perang terlebih dahulu kesumur To Barania untuk melaksanakan pemandian. Semua prajurit dan orang pemberani To Bajeng kesumur ini untuk a’dingin-dingin dengan kata lainnya ialah menenangkan hati, mendinginkan pikiran sebelum kemedan pertempuran. Banyak kerabat To Polongbangkeng ke tempat ini untuk Mandi, karena Bajeng dan Polongbangkeng satu rumpun.
Setelah pemandian selesai, Pemotongan 1 ekor kerbau yang dibagikan kepada masyarakat sekitar dan santunan kepada 30 anak yatim oleh Putera Mahkota Kerajaan Sekala Brak Kepaksian Pernong ini.