Kayong Utara-Kalbar I Detikkasus.com – Persoalan PT Cipta Usaha Sejati dan PT Jalin Vaneo, terus bergulir di Sukadana, Kayong Utara, Kalimantan Barat.
Bentuk inkostitusional perusahaan tersebut, yaitu “perampasan” hak-hak masyarakat hukum adat, diantaranya hak akan pembangunan plasma minimal 20%, disinyalir penggarapan lahan masyarakat tanpa GRTT, dan diduga membuka areal perkebunan di luar konsesi.
Menurut Ginting Mantan GM PT. Jalin Veneo, pada saat mediasi pada tanggal 22 Juli 2022,l ahan masyarakat tanpa GRTT karena ini lahan alih fungsi kawasan.
Sementara itu, jika alih fungsi Kawasan apakah ada Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), atau hasil TIMBER CRUSING yang menyatakan perusahaan tidak wajib IPK.
“Tolong GAKUM cek, karena ini berpotensi menimbulkan kerugian negara melalui pajak, dengan areal seluas itu miliaran rupiah uang negara hilang,” kata Ibnu Hajan.
“Ironisnya, masyarakat mempertanyakan,
jadi kami yang sudah hidup turun temurun dianggap monyet, lalu kerajaan kami bergabung ke Indonesia agar Indonesia merampas tanah kami melalui perusahaan, tolong Pak presiden jelaskan kepada kami, apakah pendiri NKRI men- NUSANTARAKAN Indonesia ini dengan tujuan merampas hak – hak masyarakat hukum adat yang mendeklarasikan bergabung dengan NKRI”, tukas Narasumber yang tidak mau disebutkan namanya.
Menurut Ibnu Hajan, di dalam dokumen AMDAL bahwa perusahaan menggunakan Permetan no. 26 tahun 2007.
Sebagaimana pasal 15 huruf L, perusahaan membuat pernyataan siap membangun kebun masyarakat minimal sesuai pasal 11, yaitu minimla 20%.
“Kami minta, kepada pihak pemerintah, khususnya Guberneu Kalimantan Barat, BKP Kalimantan Barat, dan BPN Provinsi Kalimantan Barat, untuk mengaudit PT. Cipta Usaha Sejati dan PT. Jalin Vaneo,” tutup Ibnu Hajan.
Di tempat terpisah, narasumber yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, kami akan tutup pabik PT. Cipta Usaha Sejati dan PT. Jalin Vaneo minggu depan, karena perusahaan sudah tidak menerapkan aturan, kami akan pakai aturan yang telah diajarkan sejak kerajaan Simpang, yaitu HUKUM ADAT untuk menindaklanjuti surat kami, yaitu 14 hari kerja.
“Jika tidak ada respon sesuai hasil rapat di Dinas Perkebunan dan Perternaksan Provinsi Kalimantan Barat, maka akan dilaksanakan hukum adat dan portal adat di pabrik kedua perusahaan tersebut,” ujar Beliau kesal.
Sampai berita ini diterbitkan. kepada pihak perusahaan yang tidak kami sebutkan namanya atas penyelesaian persoalan ini, masih menunggu respon dari atas.
(Hadysa Prana)