Penulis : Ana Nabila, Mahasiswa universitas Muhammadiyah Malang Jurusan civic Hukum.
Detikkasus.com | Anak jalanan, anak terlantar ? kata kata atau sebuah sebutan yang tidak asing lagi bagi kita bahkan terdengar umum di masyarakat . Suatu fenomena masalah sosial yang dihadapi negara ini dan perlu adanya penangan secepatnya oleh pemerintah, anak jalanan atau anak terlantar adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsikis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya . Menjadi anak jalanan bukan suatu pilihan yang diinginkan oleh setiap orang . Berasal dari keluarga dengan kondisi perekonomian yang lemah , mereka sudah terbiasa akan kerasnya kehidupan di jalanan . Jumlah anak jalanan atau terlantar yang meningkat setiap tahunnya , sehingga dibutuhkan perhatian yang komperhensif . Anak – anak ini kerap dianggap sebuah masalah , mereka memiliki tatanan hidup sendiri dan sering kali warga menyebutnya sebagai sampah masyarakat . Fenomena ini menjadi permasalahan yang cukup kompleks bagi kota – kota besar . Mereka kerap kali dijumpai mulai dari perempatan lampu merah , stasiun kereta api , terminal , pasar , pertokoan , menjadi tempat aktifitasnya . Kurangnya pengawasan serta kepekaan lingkungan sekitar akan nasib mereka , Tidak dapat di pungkiri kembali bahwa mereka biasanya telah terkordinir oleh sekelompok orang yang sistematis dan professional , sering disebut sebagai mafia anak . Tidak berlebihan jika anak jalanan senantiasa berada dalam situasi yang mengancam perkembangan fisik, mental dan sosial bahkan nyawa mereka. . Hal ini terjadi karena persetujuan orang tua sendiri yang sengaja meng eksploitasi anak – anak mereka . Dengan situasi itu dimana peran keluarga menjadi benteng untuk melindungi anak – anak mereka dari eksploitasi ekonomi . Namun faktanya berbeda , justru anak – anak ini dijadikan “alat” bagi keluarganya untuk membantu mencari makan . Orang tua dengan sengaja membiarkan anak anaknya mengemis , mengamen , berjualan , dan melakukan aktifitas lainnya di jalan Dalam kehidupan sosial mereka sering dihadapi oleh situasi tindakan kekerasan, pelajaran itulah yang kemudian melekat dalam kepribadian mereka. Karena alasan itu maka ketika mereka tumbuh dewasa, sangat besar kemungkinan mereka menjadi salah satu pelaku kekerasan dan sebagian besar hidup di dunia kriminal . Umumnya anak anak terlantar ini memang tidak di hargai, melakukan pekerjaan yang tidak jelas , mencari uang hanya untuk memenuhi kebutuhan hari ini saja .
Namun jika kita cermati lebih medalam , anak – anak ini memiliki kehidupan yang tidaklah berbeda dengan anak anak di usia mereka . Sebenarnya mereka adalah korban dari kondisi ekonomi keluarga , korban perceraian kedua orang tua , dan pergaulan yang salah (bebas). Sehingga mereka kehilangan hak – hak mereka di lingkungan tempat tinggalnya dimana mereka berhak mendapatkan kehidupan yang layak dan pendidikan , meskipun memiliki hak penghidupan yang layak seperti anak – anak pada umumnya , tetapi realitanya berbeda dan hamper semua anak jalanan terlantar mengalami marginalisasi pada segala aspek kehidupannya . Sama halnya dengan pendidikan ,sedikit sekali dari mereka anak jalanan terlantar yang diberdayakan atau di sekolahkan , kurangnya pengembangan bakat minat atau kelebihan yang mereka miliki . Dapat menghambat kesusksesan mereka di masa yang akan datang , sebab anak – anak tidak menutup kemungkinan akan mengalami buta huruf , dan menulis . Karena kondisi kemiskinan , mereka terpaksa bekerja sejak usia dini ada yang bekerja seusai pulang sekolah bahkan memilih untuk meninggalkan bangku sekolah demi memenuhi kebutuhan sehari – hari . Kondisi keluarga yang tergolong miskin, membuat dan memaksa anak jalanan untuk tetap “survive” dengan hidup di jalanan. Dapat dikatakan bahwa keberadaan mereka di jalanan adalah bukan kehendak mereka, tetapi keadaan dan faktor lingkungan luar termasuk keluarga yang mendominasi seorang anak menjadi anak jalanan . Tanpa mereka sadari sebenarnya kehidupan mereka telah terekploitasi oleh beban pekerjaan , anak anak kehilangan waktunya untuk bermain dan belajar seperti halnya remaja pada umunya . Kerentanan yang di hadapi anak jalanan terlantar sehingga cenderung berperilaku menyimpang . Keberadaan anak jalanan ternyata tidak hanya berdampak pada perampasan hak anak saja. Tetapi banyak dampak negatif yang akan mereka dapatkan selama di jalan seperti menjadi maraknya kriminalitas yang dilakukan anak, anak sebagai pengedar NAPZA, serta anak yang menjadi sumber penularan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS. Keberadaan anak jalanan dilatarbelakangi oleh kemiskinan, penyimpangan kepribadian, dan faktor luar dari anak jalanan tersebut . Faktanya sebagian besar anak jalanan memang berasal dari keluarga miskin. Hal inilah yang merupakan pemicu utama anak melakukan kegiatan di jalanan. Kondisi tersebut terjadi akibat tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya .
Lalu dimana peran Pemerintah dalam menghadapi permasalahan sosial yang ada di negeri ini ? Sebenarnya Pemerintah telah berupaya untuk menyelesaikan masalah anak jalanan, namun anak-anak jalanan sendiri rasanya memang sudah terlalu terlena dengan kehidupannya yang sekarang. Sampai saat ini pun penanganan terhadap masalah anak jalanan sering tidak tepat. Hal ini menyebabkan permasalahan sosial yang ada tidak dapat terselesaikan baik dan benar . Sesuai undang – undang RI pasal 34 ayat (1) dikatakan bahwa “fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semua orang miskin dan semua anak terlantar pada prinsipnya dipelihara oleh Negara, tetapi pada kenyataannya yang ada dilapangan justru berbanding terbalik dengan amanat UUD 1945 bahwa tidak semua orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara . Namun tidak semua anak jalanan mendapatkan perlindungan , sebab negara memiliki batas maksimal usia yaitu 18 tahun kebawah . Akan tetapi jika anak tersebut menikah di bawah usia 18 tahun (pernikahan dini), maka hak perlindungan anak sudah tidak berlaku lagi , sebab mereka telah dianggap mampu menghidupi kebutuhan keluarganya . Masyarakat sendiri tidak tinggal diam dalam menghadapi fenomena soasial pemerintah baiasanya melalui komunitas atau sekelompok relawan untuk merubah perilaku dilakukan anak jalanan dan dianggap tidak pantas bagi orang lain, tetapi oleh anak jalanan hal itu dianggap sebagai sebuah kebiasaan yang dianggap wajar. Untuk itu dalam menangani anak jalanan sebaiknya dilakukan upaya pendekatan ke arah kehidupan yang normal, yaitu dengan mengarahkan mereka untuk memahami norma-norma umum di tengah masyarakat . Namun kita pun tidak dapat sepenuhnya menyalahkan anak jalanan, karena bagaimanapun mereka memang membentuk pola pikir sendiri untuk bertindak dalam komunitasnya hanya untuk bertahan hidup. Mereka telah terbiasa dengan kehidupan keras tanpa pendidikan yang layak sehingga memang sangat sulit bagi mereka untuk berpikir seperti kita dalam hal menata masa depan. Secara umum, pembatasan jumlah penduduk dan penyediaan lapangan kerja menjadi alternatif untuk mengatasi masalah anak jalanan sampai keakarnya. Selain dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk, jumlah penduduk yang terkendali juga memungkinkan pemerintah untuk memberikan program-program pembekelan kreatifitas SDM sesuai dengan kebutuhan masyarakat.