Detikkasus.com – Denpasar, Partai Politik ramai-ramai membantah adanya mahar politik saat memberikan rekomendasi pada calon kepala daerah ( Pilkada Serentak ) Juni 2018 nanti. Mereka menyebut penetapan calon kepala daerah sepenuhnya berdasarkan sistem yang berlaku.
Mereka menyebut, dalam perekrutan calon, team penjaringan secara selektif menentukan dan memperhitungkan berbagai kalkulasi politik berdasarkan kualitas calon yang diajukan serta komposisi partai politik pengusung. Mereka konon melarang keras untuk mengutip uang atau mahar dari calon yang diajukan untuk bupati atau walikota maupun gubernur/wakil gubernur.
Meski ramai- ramai membantah,kita tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi di alam bawah sana. Namanya panggung politik, kerap berlaku apa yang disebut,” tidak ada makan siang gratis.” Dalam proses politik, hal-hal seperti itu selalu terjadi, meski parpol secara terbuka menegaskan, mengharamkan permintaan uang atau “MAHAR POLITIK.”
Mahar politik merupakan pelanggaran Undang-Undang Pilkada.” Walaupun tidak ada kerugian negara, hal itu mencederai nilai-nilai demokrasi.”
Seharusnya proses pencalonan itu terjadi melalui kesepakatan antara partai politik dan kandidat yang akan di usung Kesepakatan bisa berupa kesamaan visi antara pengurus parpol dan kandidat.” Tetapi,kalau dengan mahar, kan semua menjadi termanipulasi,karena MAHAR POLITIK,jadi hancur nilai-nilai demokrasinya.” tegas Gus Santa Wardana.S.E.,M.M, kepada Kepala Perwakilan Jejak Kasus Bali di salah satu Restoran siap saji di daerah teungku umar-denpasar,Sabtu (20/1/2018).
Ketentuan dalam UU Nomor 8 tahun 2015 yang di ubah dengan UU No.10 Tahun 2016 Tentang Pilkada menyebutkan, setiap orang atau lembaga di larang memberi imbalan kepada Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota.
Faktanya kita sering menemukan praktik “POLITIK MAHAR” saat harus berkoalisi dengan partai lain.Saat kursi kita tidak cukup, calon yang bersangkutan harus mencari dukungan dari partai lain yang tidak bisa didapatkan secara gratis,” ujar Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana.
Politik mahar mengganggu proses pencalonan kepala daerah. Banyak calon kepala daerah hebat yang tidak bisa maju hanya karena tidak memiliki cukup uang untuk membeli perahu dukungan parpol angkanya sekitar 44 Milyar Rupiah.
Di tengah masifnya praktik mahar yang ada di dunia politik, NasDem Provinsi Bali khususnya ingin mencoba untuk mengubah cara berpolitik kotor tersebut.
NasDem konsisten untuk menjalankan Politik tanpa Mahar.Hal itu dilakukan agar bisa menciptakan dunia politik yang berbudaya dan memiliki nilai moral yang tinggi.
” Di Bali NasDem mau melakukan restorasi.Meski ironi, Kita harus tetap jalan dengan optimis berharap agar iklim politik di negeri ini semakin membaik.”
Apapun sesungguhnya yang terjadi di dalam praktiknya, pilkada yang berkualitas memang harus bebas dari politik transaksional. Pilkada yang berkualitas itu berlangsung fair, bersih, jujur, dan adil.
Ini penting agar kelak sang calon terpilih sebagai kepala daerah atau walikota, mereka tidak mudah tergoda untuk korupsi atau menyalahgunakan wewenangnya.
Pilkada tanpa uang akan menghasilkan pemimpin daerah yang sepenuhnya bekerja untuk rakyat, dan tidak berbuat sesuatu yang melukai hati rakyat.
” Negeri ini indah tanpa korupsi”
Pemuda Bali Zaman Now jangan Golput, gunakan hak pilih Anda, pakailah hati nurani anda dalam memilih pemimpin Bali lima tahun kedepan.” pungkas Gus Santa Wardana pria asal buleleng. ( goen- DK1)