Detikkasus.com|KENDARI – Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan salah satu dari 34 (tiga puluh empat) Provinsi yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki jumlah daerah 15 (lima belas) Kabupaten dan Dua Kota sebagai wilayah yang menopang pertumbuhan wilayahnya.
Keberagaman suku, adat istiadat dan bahasa merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki oleh daerah dengan sebutan “Bumi Anoa”, tidak hanya itu berbagai wilayah pariwisata begitu mempesona untuk dikunjungi, mulai dari pulau Bokori yang menawarkan keindahan destinasi tepat berada disebuah pulau yang terpisah dari keramaian kota sehingga menjadi tempat yang layak untuk menghilangkan penak dari aktifitas sehari-hari.
Pulau Labengki merupakan wisata baru di Sultra yang menawarkan keindahan bawah laut tidak kalah dengan wisata yang ada di daerah lain, atau taman nasional yang ditawarkan kabupaten Wakatobi dengan total area 1,39 juta ha, menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi karang; yang menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia.
Kedalaman air di taman nasional ini bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 Meter di bawah permukaan air laut. Itu hanyalah sebagian kecil dari kekayaan pariwisata yang dimiliki oleh provinsi Sultra, masih banyak lagi daerah yang bisa menjadi pilihan destinasi wisata untuk menghilangkan penat dalam aktifitas sehari-hari.
Tetapi Sultra tidak hanya menawarkan kekayaan pariwisata sebagai keindahan alam yang menarik minat para travelers untuk berkunjung di wilayah ini, yang terbaru dari wilayah ini adalah berbagai kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki nya menarik untuk di kelola tidak hanya oleh Pemda Sultra tetapi mampu menarik kalangan internasional untuk berinvestasi.
Berbagai perusahaan sektor pertambangan begitu menggeliat beroperasi di Sultra. Hadir nya berbagai perusahaan tersebut merupakan peluang terserapnya ratusan bahkan ribuan tenaga kerja yang mampu menopang perekonomian masyarakat, juga menjadi sektor yang dapat mendorong pembangunan daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan meningkat, hal ini bisa terjadi apabila berbagai perusahaan tersebut beroperasi dalam pengawasan dan perizinan pemerintah.
Tetapi hal tersebut nampaknya akan berubah menjadi bencana bagi masyarakat, pasalnya berbagai perusahaan yang melakukan usaha pertambangan di Sultra ternyata tanpa izin dan pengelolaan yang jelas, pada bulan februari 2019 Kepala Dinas melalui Kabid Minerba menjelaskan bahwa terdapat 22 (dua puluh dua) Perusahaan Tambang di Sultra yang merugikan negara sebesar 265 (dua ratus enam puluh lima) Miliar, angka yang begitu fantastis bagi daerah yang memiliki kekayaan alam yang begitu melimpah.
Parahnya 22 (dua puluh dua) perusahaan tersebut melakukan aktifitas tanpa memiliki Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB), Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah dan tanpa memiliki Kepala Teknik Tambang (KTT).
Berikut 22 (dua puluh dua) perusahaan yang telah melakukan penjualan ore nikel tanpa melalui Surat Keterangan Verifikasi (SKV) per 1 Januari-10 Februari 2019:
1. PT Adi Kartiko Pratama (Konut) 36 kali Pengapalan
2. PT. Bhumi Karya Utama (Konut) 8 Kali Pengapalan
3. PT. Bosowa Mining (Konut) 2 Kali Pengapalan
4. CV. Unaaha Bakti (Konut) 3 Kali Pengapalan
5. PT. Manunggal Sarana Surya Pratama (Konut) 4 Kali Pengapalan
6. PT. Konutara Sejati (Konut) 11 Kali Pengapalan
7. PT. Karyatama Konawe Utara (Konut) 4 Kali Pengapalan
8. PT. Makmur Lestari Primatama (Konut) 39 Kali Pengapalan
9. PT. Paramitha Persada Tama (Konut) 10 Kali Pengapalan
10.PT. Tristaco Mineral Makmur (Konut) 4 Kali Pengapalan
11. PT. Roshini Indonesia (Konut) 4 Kali Pengapalan
12. PT. Pertambangan Bumi Indonesia (Konut) 1 Kali Pengapalan
13. PT. Tiran Indonesia (Konut) 6 Kali Pengapalan
14. PT. Integra Mining Nusantara (Konsel) 1 Kali Pengapalan
15. PT. Baula Putra Buana (Konsel) 3 Kali Pengapalan
16. PT. Macika Mada Madana (Konsel) 2 Kali Pengapalan
17. PT. Ifisdeco (Konsel) 1 Kali Pengapalan
18. PT. Wijaya Inti Nusantara (Konsel) 19 Kali Pengapalan
19. PT. Generasi Agung Perkasa (Konsel) 1 Kali Pengapalan
20. PT. Jagad Rayatama (Konsel) 5 Kali Pengapalan
21. PT. Sambas Minerals Mining (Konsel) 5 Kali Pengapalan
22. PT. Tonia Mitra Sejahtera (Bombana) 3 kali pengapalan.(Sumber data yang ada)
Yang menjadi pertanyaan masyarakat Sultra adalah kemanakah kerugian negara yang seharusnya menjadi milik negara tersebut?
Siapakah yang harus bertanggung jawab dengan adanya aktifitas pertambangan tersebut?
Adakah oknum-oknum yang terlibat dalam meloloskan aktifitas pertambangan Ilegal di Sultra?
Apakah masyarakat harus diam melihat kondisi yang menimpa daerah sultra ini?
Tidak hanya 22 perusahaan tersebut yang menjadi persoalan, Pada bulan Maret 2019, ribuan masyarakat dan mahasiswa mendatangi kantor Gubernur Sultra sebagai dampak dari 15 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep).
Keberadaan 15 IUP tersebut ditolak oleh masyarakat karena mereka menganggap perusahaan tersebut berpotensi merusak bahkan akan menghilangkan pulau Wawonii (Konkep) bila terus dilakukan aktifitas pertambangan.
Hal tersebut juga di dukung pernyataan Bupati Konkep, bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten hanya di peruntukan bagi sektor perikanan, perkebunan dan pariwisata.
Aksi demonstrasi yang dilakukan tersebut berakhir dengan pernyataan wakil Gubernur Sultra, Lukman Abunawas yang menyatakan bahwa akan segera mencabut 15 (lima belas) IUP yang berada di Konkep “Saya Lukman Abunawas, yang pernah menjabat sebagai Bupati di Konawe dan memekarkan Pulau Wawonii jadi daerah otonom baru bernama Konawe Kepulauan, bersama-sama masyarakat mendukung dan menolak tambang. Kita sama-sama mendorong pencabutan IUP di Wawonii.”(Sumber data yang ada)
Hal tersebut menjadi kabar gembira bagi masyarakat yang telah memperjuangkan agar pencabutan tersebut bisa terlaksana.
Namun ternyata janji tersebut hanyalah tinggal kenangan, berbagai perusahaan yang berada di Kepulauan Wawonii tetap melakukan aktifitas pertambangan, dan polemik mengenai kasus pertambangan di Sultra terus terjadi.
Potensi bertambahnya kerugian negara dari sektor pertambangan di Sultra akan terus bertambah, belum lagi dengan persoalan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang membabi buta masuk di daerah Sultra, dan berbagai persoalan lagi yang menimpa aspek pertambangan.
Kita semua bisa bertanya dan berasumsi bahwa beberapa bulan yang lalu bencana yang menimpa Konawe, Konawe Selatan, Kolaka Timur dan Konawe Utara sebagai daerah terparah dengan total kerugian sebesar 674,8 (enam ratus tujuh puluh empat koma delapan) Miliar.
(Sumber data yang ada)
Apakah hal tersebut bukan bagian dari bencana yang datang dari aktifitas pertambangan di Sultra?
Dengan begitu besarnya kerugian negara yang lahir dari aktifitas pertambangan di Sultra, lantas apa yang sudah kita dapatkan dari semua ini?
Apakah sebanding dengan apa yang kita dapatkan dari bencana yang menimpa masyarakat Wawonii, Konawe, Konawe Selatan, Kolaka Timur dan Konawe Utara?
Ataukah kita akan terus mendengarkan janji terkait komitmen Pemerintah dalam penertiban aktifitas pertambangan di Sultra?
Dan banyak lagi pertanyaan yang masih ada dalam benak kita semua, Teruntuk masyarakat Sultra,
Semoga kekayaan alam yang ada tidak hanya membuat para elit semakin “membuncit” tetapi si miskin mampu sekolah dan si nelayan tetap bisa melaut serta si petani tetap bisa bertani
Oleh : Jurawal
Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kendari. For Detikkasus.com (Edi Fiat)