Detikkasus.com | Pekanbaru, Perseteruan Bupati Bengkalis Amril Mukminin dengan jurnalis dan media massa lokal www.harianberantas.co.id dan Toro Laia memasuki babak sidang ke duabelas, Senin (1-10-2018) di PN Pekanbaru.
Solidaritas Pers Indonesia atau SPI yang mengawal sidang itu meminta Pengadilan menghadirkan saksi pelapor Amril Mukminin dalam sidang pemeriksaan saksi.
Karena sebelas kali agenda sidang sudah berlalu, namun Bupati, Amril Mukminin tidak pernah datang setiap mau diperiksa untuk dimintai keterangannya dalam persidangan.
Korlap aksi Solidaritas Pers Indonesia (SPI) Ismail Sarlata melalui relles Persnya kepada puluhan Wartawan di Pekanbaru mengatakan, kalau tidak hadir saksi pelapor dalam sidang pemeriksaan saksi yang dilaporkannya, sama artinya dengan saksi pelapor tidak yakin dengan laporannya, atau malah tidak tahu sama sekali apa yang dilaporkannya.
“Jika tidak datang hari ini (Senin, 1-10-2018), artinya pelapor sudah tidak bisa percaya dalam sidang ini.
Dan majelis hakim dapat mempertimbangkan untuk membebaskan rekan kami dari tuduhan yang dipakai pelapor hingga sampai ke persidangan ini,” ungkap Pemred www.riauinvestigasi.com ini.
Ditambahkan Ismail Sarlata, pertikaian antara jurnalis dan media massa dengan Bupati Bengkalis ini sebenarnya sudah diselesaikan di Dewan Pers dan yang melapor ke Dewan Pers di Jakarta.
Dewan Pers mengacu pada UU No. 40 Tahun 1999, dan sudah memutuskan kasus ini. PPR Dewan Pers sudah keluar, kewajiban media serta jurnalisnya sudah jelas yang menguntungkan pihak Bupati Bengkalis karena diberi kesempatan melakukan Hak Jawab sebanyak delapan kali berturut yang harus dimuat media yang bertikai dengannya itu.
“Kami hanya ingin kasus Toro dan media ini dilihat secara jujur. Pakai undang-undang yang melindungi kerja Pers, jangan pakai UU ITE.
Media Pers www.harianberantas.co.id terdaftar di Menkumham, terdaftar di Dewan Pers, Toro juga sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan Utama. Jangan katakan itu bisa dijerat dengan UU ITE.
Undang-undang ITE hanya untuk media sosial yang tak punya legalisasi menyebarluaskan informasi ke publik,” kata Ismail berapi-api.
Ismail mengulas bagaimana SPI merasa senasib dengan Toro dan medianya. Jika hasil kerja jurnalistik diberangus dengan undang-undang ITE, maka tamatlah jurnalisme itu. Tidak ada lagi media massa yang mampu memberitakan penyelenggaraan keuangan negara, korupsi, kolusi, nepotisme. Maka akan suburlah korupsi di negara ini.
“Amril Mukminin harus datang ke Pengadilan ini. Harus memberikan kesaksian di depan majelis hakim atas apa yang dituduhkannya ke media dan jurnalis. Harus gentlemen,” papar Ismail lagi.
Sekilas soal kasus perseteruan jurnalis dan Bupati ini, tuduhan Bupati terasa sangat dangkal.
Pertama Bupati menuduh Toro dengan media tidak legal dan tidak berhak menyiarkan dan menyebarluaskan informasi ke masyarakat. Padahal legalitas Toro dan medianya tidak jelas kalau tidak bagaimana Dewan Pers bisa menyidangkannya.
Kedua, Toro dan medianya tidak anggota PWI. Lucu kali kan, sebab tidak ada ketentuan dan UU yang mengharuskan Toro masuk PWI. Itu saja Bupati tidak tahu.
Tapi yang pasti kata Ismail Sarlata, Bupati Amril Mukminin sudah menyepelekan hasil dari PPR Dewan Pers yang telah dilaksanakan atau dipatuhi Toro (harianberantas.co.id) pada tanggal 08, 26 Oktober 2017, dan pada tanggal 09 November 2017 lalu. terang Korlap SPI, Ismail Sarlata (Red)