Perjanjian Allah SWT dengan Manusia sebelum lahir ke Dunia

Detikkasus.com | Allah mengadakan perjanjian dengan manusia sebelum mereka lahir ke dunia. Perjanjian ini adalah tentang keberimanan manusia kepada Allah.

Dalam perjanjian tersebut, manusia berjanji untuk:
Menuhankan Allah
Tidak menyekutukan Allah
Tidak menyembah selain Allah
Tidak meminta kepada selain Allah
Mengakui keesaan Allah
Tidak beribadah kepada selain Allah
Tidak meminta tolong kepada selain Allah
Jika manusia menyanggupi perjanjian ini, maka ia akan lahir dan hidup di dunia. Namun, jika manusia tidak menyanggupinya, maka Allah tidak akan menakdirkannya menjalani kehidupan di muka bumi.

Allah merekam perjanjian manusia dengan-Nya di dalam Al-Quran. Ayat-ayat yang turut mencatat janji tersebut terdapat dalam surah Al-A’raf ayat 172, dan Al-Hadid ayat 8.

Allah membuat perjanjian dengan manusia ketika ruh ditiupkan ke jasad manusia di alam rahim.

Para nabi dan rasul diutus untuk mengingatkan janji manusia kepada Allah. Di akhirat, tidak ada alasan bagi manusia untuk lupa janji atau lengah atas ketuhanan dan keesaan-Nya.

“Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah, padahal Rasul mengajak kamu beriman kepada Tuhanmu? Dan Dia telah mengambil janji (setia) mu, jika kamu orang-orang mukmin”.

Lantas, apa sebenarny perjanjian antara Allah dan manusia sebelum dilahirkan ke dunia?

Sebelum lahir ke dunia ternyata manusia sudah mengadakan perjanjian dengan Allah Ta’laa, begitu ruh ditiupkan itulah kemudian Allah mengambil perjanjian dengan setiap hambanya.

Baca Juga:  Munafik

“Apa perjanjian yang terjadi antara Allah dan manusia sebelum lahir ke dunia”?

“sejak kita dalam kandungan ibunda kita usia 4 bulan, ruh sudah masuk, Allah SWT menyampaikan tawaran kepada kita untuk berkomitmen kepada Allah,”

Kata Allah apakah kamu siap menjadikan saya Tuhan yang kamu sembah? Maka dengan itu saya akan penuhi semua kebutuhanmu, kalau kamu minta saya beri, kamu sakit saya sembuhkan, kamu butuh saya anugerahkan, kamu ingin saya persembahkan, kamu ingin rezeki saya tampilkan, kamu sakit saya sembuhkan, kamu salah saya maafkan, kamu dosa saya ampuni.

Maka kita katakan “Ya Allah siap tanpa pertimbangan lagi,

Kami yakin, kami akan sembah Engkau sebagai Tuhan dan Ya Allah mohon nanti saat terlahir kabulkan setiap kebutuhan yang kami dapatkan, kalau kami butuh kami akan minta, kalau kami sakit kami akan mohon disembuhkan, kalau kami salah kami akan mohon dimaafkan, kalau kami berdosa kami mohon diampuni Ya Allah”

“Itulah perjanjian kita, maka kita katakan “syahidna” yang artinya kami bersyahadat.

Untuk itulah Nabi mengatakan setiap yang terlahir itu sudah ada fitrah di dalam dirinya kecenderungan untuk mendekat kepada Allah Subhanahuwata’ala,”

Perjanjian manusia dengan Allah SWT sebelum lahir ke dunia adalah untuk menuhankan Allah. Secara tidak langsung, manusia juga berjanji untuk tidak menyekutukan Allah, tidak menyembah kepada selain-Nya, dan tidak meminta kepada selain-Nya.

Baca Juga:  Hukum Karma dalam Pandangan Islam

Allah SWT berfirman bahwa Dia telah mengambil perjanjian dari manusia ketika manusia masih berada di punggung Adam. Perjanjian tersebut adalah agar manusia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun. Namun, manusia menolaknya dan tetap saja mempersekutukan Allah.

Inilah rahasia terbesarnya, kata Rabb itu diambil dari satu sifat yang disebut dengan Rububiyah.

“Tidak disebutkan dalam bahasa Arab sifat yang terkait dengan rububiyah mencakup semua jenis perhatian yang mungkin diberikan, misalnya ada yang sakit disembuhkan, ada yang susah dimudahkan, ada yang butuh diberikan,”

“Jadi semua apa yang dibutuhkan dipenuhi, maka itu yang dinamakan sifat rububiyah, kalau sifatnya terbatas dengan batasan tertentu, bisa ngasih sekarang nanti belum tentu maka disebut Murabbi

“Maka secara otomatis kejadian-kejadian yang kita alami dalam hidup itu siapapun dia, apakah anda orang paling tinggi jabatannya, orang paling kaya atau orang paling apapun di muka bumi, maka selama hidup itu akan dipaksa melalui alur hidup kita mendapatkan sebuah kejadian untuk kita memanggil dan memohon kepada Allah Subhanahuwata’ala,”

Maka pertanggung jawaban manusia kepada Allah SWT untuk beribadah kepadaNya, dan jangan sesekali menyekutukan Nya.

Baca Juga:  Kewajiban Laki-laki Terhadap Ibunya dalam Islam

Umat Islam meyakini mengimani bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah SWT. Bahkan, orang yang menyekutukan Allah termasuk melakukan dosa besar.

Dalam surat An Nisa ayat 48 Allah SWT berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48).

Menurut tafsir Kemenag, ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT tidak akan mengampuni perbuatan syirik yang dilakukan oleh hamba-Nya, kecuali apabila mereka telah bertaubat sebelum mati.

Perbuatan syirik merupakan perbuatan menyekutukan Allah dengan hal-hal selain-Nya. Syirik dilakukan secara sadar dan dipahami oleh pelakunya.

Perbuatan syirik mempunyai beberapa tingkatan. Mulai dari yang samar atau berskala kecil hingga terlihat jelas. Syirik yang terlihat jelas di antaranya menyembah atau mengabdi kepada selain Allah juga kepada makhluk-Nya.

Sedangkan yang dimaksud syirik kecil atau tersamar adalah perilaku yang seolah melakukan perbuatan baik dengan niat atau motivasi yang bukan karena Allah, tetapi sebenarnya karena selain Dia.

Sumber | Kitab Suci Alquran

Demikian jejak kasus perjanjian Manusia dengan Allah sebelum lahir ke Dunia. Semoga bermanfaat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *