Peran Penting Media untuk Kawal Hak Korban Kasus Kekerasan Seksual

Jakarta l Detikkasus.com – September 2022. Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Aturan hukum ini menjadi terobosan bagi penegakan hukum terkait kekerasan dan pelecehan perempuan dan anak di berbagai ruang dan dalam berbagai modus.

Namun hadirnya UU TPKS ini belum terlihat menurunkan angka kekerasan seksual. Masih banyak kita jumpai pemberitaan di media massa yang mengangkat kasus kekerasan seksual di berbagai daerah, terakhir berita tentang guru mengaji di Banjarnegara bahkan lebih miris oknum jaksa di Bojonegoro yang melakukan kekerasan seksual kepada anak di bawah umur.

Menurut Supriyanto alias Ilyas (Pria Sakti) Ketua Umum Generasi Muda Indonesia Cerdas Anti Korupsi (GMICAK): Kontak/ Whatsapp: 082243319999 : Sayangnya banyak pemberitaan tentang kekerasan seksual dinilai cenderung bertentangan dengan kode etik jurnalistik.

Baca Juga:  D.N S.Pd Kepala SMPN 4 Satap Bungkam Dikonfirmasi, Ada Apa?

Diiungkapkan juga oleh Dr. Devie Rahmawati, seorang peneliti dan pengajar tetap vokasi Universitas Indonesia dan pegiat literasi digital dalam kegiatan Media Briefing: Membangun Kesadaran Masyarakat Untuk Berpihak Pada Korban (30/8/2022) yang dihadiri oleh jurnalis dan praktisi media nasional dan daerah.

Menurutnya, media sering mencampur fakta dan opini bahkan mengungkap identitas korban. Sering menggunakan diksi yang bias gender hingga memunculkan stigmatisasi korban sebagai pemicu terjadinya kekerasan seksual, ini berpotensi melanggar hak-hak korban yang sudah diatur juga dalam UU TPKS.

Baca Juga:  Dua Pelaku Curas Dibekuk Satreskrim Polres Bojonegoro

Padahal media seharusnya bisa menjadi pengawal korban agar kasusnya bisa ditangani dengan baik sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan dalam UU TPKS. Walau memang faktanya harapan akan peran media ini masih jauh, hal ini diakui oleh Sonya Hellen seorang jurnalis senior Harian Kompas yang melihat masih perlu banyak pelibatan media dalam upaya peningkatan pemahaman terkait hak-hak korban kekerasan seksual kepada jurnalis, editor dan pimpinan redaksi agar mampu memerankan peran ini secara maksimal.

Hal ini juga didukung oleh Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), Nanda Dwinta Sari. Menurut dia banyak kasus kekerasan yang diberitakan media, namun jarang ada informasi terkait penyelesaian proses hukumnya. YKP juga meminta media juga berperan dalam memberikan perspektif yang benar bagi masyarakat sebagai bentuk keberpihakan kepada korban kekerasan seksual.

Baca Juga:  Oknum Kades Sungai Rambai Diduga Melakukan Ujaran Kebencian Terhadap Bupati, Dijemput Polres Tanjab Barat

Media juga seharusnya bisa memberikan dukungan dengan mensosialisasikan implementasi UU TPKS misalnya dengan memperkenalkan 9 bentuk kekerasan yang ada dalam undang-undang tersebut menurut Advokat Senior, Ratna Batara Murti. Jadi bentuk kekerasan itu mulai dipromosikan atau menggunakan istilah-istilah yang ada dalam UU TPKS tanpa memberikan istilah yang bias seperti pencabulan atau persetubuhan. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *